BAB III Guyuran Sang Air

23 2 0
                                    

Kupacu kencang motorku.tujuanku cuman satu rumah Vano, dan akhirnya sampai juga. sekilas kulihat dia maen gitar di balkon rumah. Kupanggil dia dari luar pagar.

"VANO, KELUAR! Aku ingin bicara"

Sesaat suara pintu berderit disusul Vano yang bertelanjang dada berdiri tegap di depanku

"SIAP,NDAN! VANO anggota Sat 2 siap menerima perintah.Maaf kaos ketinggalan diatas"

Aku turun dari motor, merangkul vano menuju teras rumah. Wajahku yang sebelumnya ga jelas karena hujan. Perlahan nampak olehnya.

"Komandan, siapa yang berani bikin komandan kayak gini?? Ijin membalas komandan"

Aku duduk berhadapan dengannya. Wajah keturunannya nampak sangat. Jerman adalah garis darah dari ibunya telihat kental diwajahnya. Khayalku melayang jikalau  Dina dan Vano bersanding pasti jadi bibit unggul.

"Van, anak-anak sat 1 sudah kesini?"

"SIAP,YA. Sama watimpam Galen dan anggota Sat 2 Farel juga tadi kesini."

"Terus?"

"Ijin, ngaku salah komandan. Besok siap dihukum, siap klarifikasi!"

"Siap saya copot dari TIM PAM?"

"APA??"

"Saya copot!"

"Ndan??"

"Iya, Besok saya keluarkan kamu dari sat 2 TIM PAM?"

"Serius ndan?" Vano berkaca-kaca

"Tau salahkan? Apa ga jelas penjelasan saya tadi?" Kataku tegas

"Ijin ndan, jangan keluarkan saya ndan.saya siap dihukum, diskors atau bahkan secara akademis diturunkan kelasnya ke kelas 1. Tapi jangan keluarkan saya dari kesatuan. Saya mohon ndan, inilah satu-satunya kebanggaan saya di keluarga. Saya pernah ga naik kelas ndan jadi sebuah kebanggaan saya bisa gabung dengan TIM PAM. Papa saya alumni TIM PAM SMA Biru Putih, sebelumnya saya selalu diremehin sama papa. Tapi semenjak menjadi anggota TIM PAM,papah selalu bangga. Selalu diceritain ke teman2nya ke alumni bahwa saya setara papah dijamannya,itu yang buat saya bangga.ndan."

"Kamu tahu no excuse kan, kamu tahu saya kan?"

"Siap,ndan.tapi..."

"Oke, saya ga boleh dzolim. Saya mesti dengar penjelasan langsung versi kamu"

Vano menjelaskan detil semua peristiwa yang terjadi.intinya sama dengan diceritakan Dina

"Kamu sudah ke Dina? Sudah minta maaf?"

"Siap,sudah ke Dina. Kalo Maaf untuk apa ndan?" Vano sedikit bingung

"Goblok!!" Aku mulai emosi
"Dia tersinggung,dia marah, kamu perlakukan dia kayak gitu" tambahku sambil nunjuk-nunjuk ke mukanya

"Kamu mencoreng kesatuan, kamu ga hargai Dina. Kamu melanggar peraturan!" Aku bernada tinggi

"Siap,salah!" Jawabnya menunduk

"Lihat aku! Tatap aku!" Bentakku

"Kamu tahu apa yang ingin dia lakukan pada kamu??" Tanyaku

"Bentar..." Aku ambil kamera hpku kupasang tripod  ngeshot pas posisi Vano.kupencet tombol record video.

Plak2, buk2, plak2, buk2...kuhajar muka vano.tanpa dia bergeming sedikitpun.

"Ini jawabnya kenapa mukaku memar..Dina kamu sudah kubalaskan...lihat Dina" aku bicara didepan kamera.

"Sekarang aku mesti menghajarmu lagi karena memalukan kesatuan!" Teriakku

"Ijin komandan,tunggu dulu.... salahkah saya mencintai cewek? Salahkah saya berjuang demi cewek? Berulangkali saya nyatakan ke dia, tapi menggubrispun tidak? Komandan, saya suka Dina. Itu adalah cara terakhir saya komandan! Baik komandan.... kalo demi cewek jangankan tamparan, matipun saya siap komandan. Saya tahu melawan komandan saya pasti kalah ....saya pasti masuk rumah sakit. Tapi demi cinta saya siap komandan. kalo emang demi pembuktian cinta saya, saya di copot keanggotaan saya dari kesatuan, saya siap komandan. keluarkan saya..SEKARANG!!! Pukul saya komandan...pukul!!" Vano dengan tegas mempersilahkan diri

Hujan Di  Awal januariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang