"Saya belum pernah melihatnya sebelum ini Presdir" Kening yang sudah mengerut itu kini semakin mengerut bersamaan dengan tatapan mata yang setia memandangi selembar foto di tangannya dan beberapa lembar lainnya di atas meja di hadapannya, mendengar penuturan sekretaris Yoo. "Apa mereka bertemu di club ya?" Masih dengan kepala yang sedikit tertunduk, "Mungkin Presdir, saya akan berusaha mencari tahu lebih dalam" Dengan tangan yang senantiasa membawa benda pipih yang lebih besar dari ponsel itu. "Apa Myungsoo menyukainya?" Pria dengan setelan jas berwarna hitam itu melirik sejenak pada pria paruh baya di balik meja kerja. "Saya belum bisa memastikannya, tetapi melihat tuan Myungsoo melakukan perjalanan bersama dengannya, mungkin saja iya." Joohyun mengusap dagu dengan jari jempol serta telunjuknya. "Bagaimana dengan Jongin?" meletakkan selembar foto di tangannya kembali di atas meja bersama lembaran yang lain, memasukan semua itu kemudian ke dalam laci kedua di bawa meja. "Sekretaris Go akan menjemputnya besok pagi di bandara" Joohyun mengangguk, "Baiklah, terimakasih untuk kerja kerasmu hari ini." Tidak hanya kepalanya, tubuh sekretaris Yoo pun ikut tertunduk, "Sudah menjadi kewajiban saya Presdir. Saya permisi kalau begitu." Joohyun mengangguk, dibarengi dengan senyuman kini. Sekretaris Yoo berbalik, hendak berjalan keluar ruangan itu bersamaan dengan bunyi ketukan di pintu terdengar. "Ya?" Sang pemilik ruangan menyahut. Sekretaris Yoo menghentikan langkahnya tak jauh dari pintu masuk. Pintu itu terbuka, "Nak?" Joohyun menyapa Myungsoo yang tengah melangkahkan kakinya memasuki ruangan. "Maaf mengganggu kalian. Aku hanya ingin pamit untuk bekerja." Joohyun menggeleng, sementara sekretaris Yoo kembali menunduk hormat kepada ayah dan anak itu sebelum "Saya permisi" dan meninggalkan ruangan itu. "Aku juga pergi ayah"
"Myungsoo,"
Pria yang tadinya hendak berbalik meraih gagang pintu, memejamkan matanya sejenak dan berbalik menghadap sang ayah yang sudah mengarahkan kursi rodanya mengitari meja kerja kemudian. "Duduklah dulu, ayah ingin bicara" Myungsoo tidak menanggapi, hanya berjalan menuju sofa di tengah ruangan bercat putih itu. "Apa kau cukup beristirahat?" Yang lebih muda sudah menempatkan dirinya di salah satu sofa, menundukkan kepalanya sembari berujar "Aku bisa mengatasinya" Joohyun menatap sendu anak sematawayangnya yang duduk di hadapannya itu. "Apa kau harus bekerja? Bukankah lebih baik beristirahat setelah setengah hari ini beraktifitas di luar rumah?" Myungsoo nampaknya belum ingin mengalihkan pandangannya dari jemari tangan yang ia tautkan dengan siku yang bertumpu pada lutut. "Aku tidak apa-apa ayah" Joohyun menghela nafasnya. "Aku bisa terlambat - " Myungsoo menghentikan pergerakannya untuk beranjak dari sofa ketika "Keluarga ayah hanya tinggal kau seorang nak" sang ayah berujar. Pria itu menggigit bibir bawahnya nampak menahan amarah. "Tidakkah kau berpikir bahwa ibumu juga mengharapkan kau yang meneruskan perusahaan?" Tangannya terkepal di atas lutut, "Ayah juga pasti akan berakhir seperti ibumu - "
"Karena itu hentikan semuanya! Berhenti mengurus perusahaan yang menyusahkan itu! Itu semua hanya akan mempercepat kematian ayah!" Myungsoo berdiri dengan kedua tangan yang terkepal di masing-masing sisi tubuhnya. Mata pria itu sudah berkaca.
"Itu semua kecelakaan Kim Myungsoo! Bukan karena perusahaan! Buka pikiranmu!"
Myungsoo tertawa mengejek, "Kalau orang-orang di dalam perusahaan itu becus dalam bekerja, kerugian besar waktu itu tidak akan membuat kalian harus menemui orang-orang sialan itu di tengah hujan deras dan berakhir - " Pria itu mengatakannya dengan raut wajah yang sulit diartikan dan nada bicara datar, ia menghembuskan nafasnya kasar tak melanjutkan ucapan. "Ibumu sungguh menginginkan kemajuan perusahaan yang dititipkan kakekmu untukmu nak" Joohyun tertunduk, memejamkan matanya sejenak. Myungsoo tersenyum kecut, "Masa bodoh dengan perusahaan itu!" Ia berbalik dan berlalu dari ruang kerja ayahnya. Joohyun menarik nafasnya dalam, mengusap wajahnya yang memerah karena emosi.
***
Dua kancing kemeja berwarna putih yang teratas itu dibuka, mengarahkan tangannya kemudian meraih gelas berisi minuman berwarna merah pekat yang terdapat di atas meja di hadapannya. Matanya menerawang, meski terarah pada cairan di dalam gelas. Perhatiannya kini beralih pada pintu utama yang baru saja diketuk, "Bos, pengunjung mencarimu" seorang pria yang berpakaian khas pelayan club itu berujar setelah mendapat ijin dari pemilik ruangan. "Aku akan segera keluar" pintu kembali ditutup setelah pelayan pria itu undur diri dari sana. Meneguk sisa minuman yang tak sampai setengah gelas itu hingga tandas, meraih tisu kemudian membersihkan sudut bibirnya. Pakaian yang sedikit berantakan itu dirapihkan, namun tidak dengan dua kancing teratas yang telah dibuka. Berlalu dari sana kemudian setelah merasa siap sembari membuang tisu bekasnya ke dalam tong sampah di sudut ruangan dekat meja.
"Myungsoo, dari mana saja kau? Aku bahkan menunggu cukup lama untuk minum hanya untuk menikmati minuman yang kau buat" Seorang wanita berpakaian minim yang tengah duduk di depan meja bar menatapnya dengan wajah memelas. Ia tersenyum, memperlihatkan lekukan itu. "Maaf, aku harus mengurus sesuatu tadi. Kau mau minum apa?" Menatap wanita dengan bibir berwarna merah itu masih dengan senyumannya. "Terserah kau saja, aku akan minum apapun yang kau buat" Myungsoo mengangguk, berbalik kemudian untuk mengerjakan pesanan itu. Tak berselang lama hingga ia kembali menghadap pada wanita yang sudah menyangga dagu dengan tangan kirinya serta tersenyum penuh arti pada pria itu. "Ini pesananmu, nikmatilah" Wanita itu meraih gelas yang disodorkan Myungsoo, namun tak langsung meneguk isinya melainkan memainkan jari telunjuknya di bibir gelas dengan mata yang masih menatap Myungsoo, "Kau tampak lebih seksi malam ini" Myungsoo mengangkat kedua alisnya mendengar penuturan itu. Matanya memerhatikan arah pandang wanita di hadapannya, hingga ia menyadari sesuatu "Di dalam lumayan panas tadi" dibarengi dengan gerakan cepat mengancing dua kancing kemeja teratasnya. "Kenapa kau mengancingnya? Disini juga lumayan panas" sembari mengibaskan rambut panjangnya memperlihatkan leher yang tak tertutup apapun kini, wanita itu tersenyum pada pria di balik meja bar. Myungsoo tersenyum, "Tidak sepanas di dalam. Aku harus melayani yang lain, nikmati saja minumanmu" Pria itu bergegas mengalihkan pembicaraan, beralih pada dua orang pria yang duduk tak jauh dari wanita tadi.***
Sooji menarik bagian leher kaos lengan panjang yang ia kenakan melirik sejenak ke dalamnya, mendesah kemudian "Apa yang aku punya memangnya sampai mengharapkan lebih?" Kembali perhatiannya terarah pada wanita di depan meja bar dengan pakaian minim, rambut panjang yang tergerai juga bibir merahnya. "Kau mengatakan sesuatu?" Soojung yang duduk tepat di samping Sooji mengeraskan suaranya agar tidak teredam alunan musik. Sooji menggeleng, kembali menyesap minuman memabukan itu. "Kau minum?" Wanita itu menaikan kedua alisnya memandang Soojung, "Itu punyaku." Tatapan Sooji jatuh pada gelas dalam genggamannya yang ditunjuk Soojung dengan dagu masih dengan alis yang terangkat, tertawa canggung kemudian pada wanita di sampingnya, "Maaf, aku tidak lihat" Soojung memutar bola matanya, jengah "Tapikan kau merasakan perbedaannya" Sooji berdecak, "Yah kan nanti terasa saat sudah diminum." Soojung mendengus, "Memangnya apa yang kau pikirkan sedari tadi sampai salah minum begitu?" Soojung mendorong sedikit gelas lainnya yang berisi minuman berperisa ke arah Sooji. Wanita itu meraih gelasnya yang sebenarnya itu, mengetuk-ngetuknya dengan jari telunjuk kemudian sembari menggeleng "Tidak ada". Menghadap pada Soojung dengan gerakan tiba-tiba, "Kenapa kau mengajakku kemari?" Soojung mengedikkan bahunya, "Hanya ingin." Sooji memicing pada wanita itu, "Kau pikir aku tidak tahu kau? Ayo cepat katakan!" Soojung tertunduk, menghembuskan nafas yang jelas terdengar oleh Sooji dengan jarak mereka yang cukup dekat "Jongin akan kembali besok" Kerutan di kening Sooji semakin dalam, "Lalu?" Soojung menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dengan kepala menghadap ke langit-langit, wanita itu menghembuskan nafas beratnya lagi. "Aku tidak mau bertemu dengannya" Sooji kembali menghadap ke depan, "Yah jangan bertemu kalau begitu" Wanita di sampingnya kembali menegakkan punggungnya, "Tidak semudah itu, dia pasti akan datang menemuiku" Sooji menyesap minuman berwarna oranye miliknya, "Yah menghindar saja" Soojung berdecak, "Sudah kubilang tidak semudah itu Bae Sooji" Wanita yang tengah memegang gelas berisi minuman berperisa di tangannya memerhatikan raut wajah Soojung, "Kau masih mencintainyakan?" Yang ditanyai mengangguk lemah, Sooji tersenyum "Temui saja dia, dan bicara baik-baik. Kalau memang masih cinta kenapa harus dipendam, hanya buat sakit hati" Soojung menyangga dagunya dengan kedua tangan, pandangannya terarah pada gelas berisi Vodka yang tinggal setengah "Tapikan aku tidak tahu perasaannya sekarang, bagaimana kalau dia sudah tidak memiliki perasaan yang sama karena terus saja tidak kuacuhkan selama ini?" Dengan tatapan lekatnya pada wanita di sampingnya, Sooji kembali tersenyum "Kau tidak akan tahu kalau tidak bertanya" Soojung beralih menatap wanita itu, "Aku malu, aku yang memutuskannya waktu itu" menundukan kepalanya kemudian. Sooji menghela nafasnya, "Kenapa juga kau memutuskannya tanpa mendengar penjelasannya baik-baik, memikirkannya dulu matang-matang lalu mengambil keputusan" Soojung berdecak, "Aku kan emosi saat itu, lagi pula siapa juga yang tidak akan marah melihat kekasihnya makan malam dengan wanita lain? Di tempat yang romantis pula. Kan membuat curiga dan pikiran yang tidak-tidak" Kali ini, Sooji yang mendesah "Iya.. iya.. aku mengerti, makanya temui saja dia kalau memang dia ingin menemuimu, lalu bicarakan masalah kalian baik-baik jangan dengan amarah, nanti tidak ada selesainya."
***
Myungsoo terkejut, nampak pada matanya yang tiba-tiba saja melebar sempurna bersamaan dengan mulutnya yang terbuka sedikit, pria itu keluar dari balik meja bar dengan terburu meninggalkan tiga orang wanita yang tengah menjatuhkan rahangnya menyaksikan pria itu kini menghampiri dua orang wanita yang duduk di salah satu sudut tak jauh dari meja bar itu. "Kalian disini?" Pria itu menarik satu-satunya kursi yang tersisa, berhadapan dengan dua wanita itu. "Kenapa tidak mengabariku?" Tatapan mata yang tadinya terarah pada kedua wanita di hadapannya, kini hanya terarah pada salah satunya, Bae Sooji. "Aku mengirim pesan" Myungsoo meringis mendengar penuturan wanita itu. "Maaf, aku belum sempat membuka ponsel setelah sampai kemari" Keduanya berbicara tanpa menyadari wanita lainnya yang tengah mengerutkan keningnya dalam memerhatikan serta mendengar perbincangan mereka. "Sejak kapan kalian jadi sering saling mengabari?" Keduanya sontak mengalihkan perhatian pada Soojung. Tidak ada tanggapan dari keduanya, Sooji sibuk meneguk minumannya sementara Myungsoo mengusap ujung hidungnya beberapa kali. Soojung tersenyum sinis, "Mencurigakan." Wanita lainnya memutar bola matanya nampak jengah. "Kenapa tidak istirahat saja di rumah? Apa kau tidak lelah setengah hari ini berjalan-jalan? Menyetir juga tadi cukup jauh" Mulut Soojung terbuka dengan raut wajah datar mendengar kalimat panjang pria di hadapannya. "Aku juga tadinya mau istirahat, tapi ada sesuatu yang harus aku ambil di kantor sampai bertemu dengan Soojung dan dia mengajakku kesini." Kembali, perhatian keduanya beralih pada Soojung yang kini tengah bertepuk tangan dengan tempo lambat namun sedikit kuat, "Hebat. Apa yang sudah aku lewatkan dari kalian berdua?" Masih setia dengan raut wajah tanpa ekspresi itu.
Bersambung..
KAMU SEDANG MEMBACA
Lantern
FanfictionKeegoisan dan masa bodoh membawanya pada pilihan hidup yang dia sendiri meragukannya, namun tetap menjalaninya. Sampai kedatangan seseorang seolah membawa cahaya dalam hidupnya dan membuat dia meyakini apa yang dia ragukan. -Aku rasa sebutan itu tep...