——
Sesampai di parkiran toko roti, Erland melepaskan genggaman nya dari tangan Nayara. "Demen banget di gandeng, ya." Ucap Erland sembari membuka pintu mobil. Nayara menoleh.
"Biasa aja," jawab Nayara jutek. Setelah mengatakan itu ia berjalan ke pintu mobil penumpang dan segera masuk ke dalam nya sambil berdecak.
"Lo kenapa nggak nolak aja si?" Tanya Nayara. Awal nya ia sangka Erland akan menolak dengan sendiri nya tanpa ia suruh, tapi kenyataan nya tidak. Ia malah senang hati untuk mengantarnya ke indomaret.
Erland tak menjawab ucapan Nayara, ia sibuk memakai seatbelt lalu menyalakan mesin mobil dan dengan kecepatan sedang keluar dari parkiran untuk segera menuju ke indomaret yang ada di ujung jalan sana.
"Emang kenapa?"
Tanya Erland tanpa menoleh ke arah Nayara. Nayara sedikit bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin kan kalau dia jawab 'gue malu'. Jika ia menjawab seperti itu, ia akan tambah malu karena bicara secara blak-blakan dan nanti nya juga akan menimbulkan sesi tanya jawab yang lebih panjang.
Karena sehabis Nayara menjawab itu, pasti Erland akan menanyakan penyebab dirinya merasa malu.
Nayara memilih untuk diam saja tak menjawab. Ia memfokuskan diri keluar jendela untuk melihat pemandangan jalan yang ia lewati. Sesekali ia melirik Erland sekilas. Begitu juga dengan Erland, ia lebih memilih fokus mengemudi daripada harus bertanya-tanya lebih lanjut kepada Nayara.
Kecanggungan menyelimuti mereka di dalam mobil. Tak ada yang memulai percakapan. Mereka tenggelam dengan pikiran masing-masing. Erland memberhentikan mobil nya ketika mereka berada di perempatan jalan, karena lampu berubah warna menjadi merah yang artinya semua pengendara harus berhenti sejenak.
Apa mungkin, foto anak laki-laki yang ada di kamar gue itu... Erland? Batin Nayara.
Entah kenapa seketika nama Erland terlintas di benak nya. Mengingat 'katanya' Erland adalah teman kecil nya dulu, mungkin saja kan kalau itu Erland?
Dikamar Nayara, Mamanya memang memajang sebuah foto Nayara waktu umur nya menginjak satu tahun bersama seorang anak laki-laki seumuran nya yang tak ia kenali. Mungkin kenal, namun dirinya lupa. Setiap Nayara menanyakan siapa anak kecil yang bersama dirinya, Mamanya selalu saja menjawab, "kepo deh, panggil aja dia pangeran kecil." Jawaban mamanya selalu seperti itu, tak lupa disertai dengan senyum dan kedipan mata jahil. Aneh.
Nayara selalu bergidik ngeri saat mama nya menjawab seperti itu. Mama nya terlalu seperti anak lima sd yang bermain rahasia-rahasiaan. Nayara tak menyukai sifat mamanya yang seperti itu.
Apa mungkin ini adalah jawaban dari semua pertanyaan Nayara? Apa mungkin anak kecil di foto itu adalah Erland? Jika iya, Nayara akui Erland sangatlah tampan dan sangat lucu karena mereka memakai baju couplean.
Samar-samar bibir nya membentuk sebuah lengkungan kecil. Entah apa yang membuat Nayara tersenyum mengingat foto yang di pajang cantik di kamar nya itu. Pipi nya sekarang terasa panas. Hm, sepertinya ia merona. Nayara melirik Erland, kini cowok itu menginjak pedal gas untuk segera melanjutkan perjalanan, karena lampu lalu lintas sudah berganti lagi ke warna hijau.
Cepat-cepat Nayara membuang muka ke arah jendela karena Erland menoleh ke arahnya. Nayara menggerutuki kebodohan nya karena dirinya ke-gep sedang melirik Erland.
Erland tersenyum miring melihat ekspresi Nayara yang merasa tertangkap basah. Ia sedikit bingung karena pipi Nayara merona. Sampai segitukah efek nya karena merasa keciduk? Namun, justru Nayara yang seperti itu sangat terlihat lucu dimatanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
NAYLAND
Teen FictionErland Ganendra Atmadja. Badboy SMAGAR sekaligus most wanted. Dikagumi oleh banyak kaum hawa. Nayara Auristela Hermawan. Bukan badgirl atau pun siswi terpopuler. Hanya murid biasa yang selalu masuk peringkat tiga besar di kelas nya. Apakah mereka sa...