Pukul dua siang. Diluar hujan deras. Aku melirik jendela kemudian memperhatikan seluruh isi kelas yang ramai oleh teman-teman yang sibuk masing-masing. Jam kosong. Dan disebelahku, Bella juga sibuk membaca buku agama. Tentang silsilah Nabi. Lengkap, tebal, dan berat. Tapi Bella sama sekali tidak terlihat keberatan membacanya.
Sekilas aku memperhatikan caranya berpakaian. Rapi, dan sangat menjaga auratnya. Dia memakai sarung tangan hingga menutup seluruh tangan kecuali telapaknya, rok sekolah yang longgar, juga celana yang sedikit terlihat ketika roknya terangkat. Sempurna tidak terlihat sedikitpun bagian kulitnya.
Aku tersenyum. Setidaknya dekat dengan Bella membuatku banyak belajar soal apa-apa yang tidak aku ketahui perihal agama kita. Aku juga memakai jilbab. Hanya saja seadanya. Tidak memakai sarung tangan, juga seragam SMA biasa.
Bella bergerak. Dia memegangi kepalanya. Memijatnya sesekali, lantas menoleh ke arahku yang langsung mengalihkan perhatian. Semoga dia tidak menyadari kalau aku memperhatikannya dari tadi, batinku.
"Ke kantin yu, Maw." Bella menutup bukunya.
"Emang boleh?"
"Boleh. Kan aku cuman mau beli air mineral," dia menatapku yang malah bengong. "Ayo!". Sahutnya lagi.
"Eh, iya. Ayo."
Kami pun melangkah keluar kelas. Untuk sampai di kantin kami harus melawati deretan kelas sebelas yang jumlahnya ada tujuh. Lalu mengarah ke lorong menuju UKS dan belok ke kiri. Kantin tersebut terletak di ujung sekolah kami. Sebenarnya ada beberapa kantin. Tapi kantin ini yang terdekat dari kelas kami. Sedangkan kantin utama ada di dekat deretan kelas dua belas. Besar, ramai dan lengkap. Juga dengan harga yang sedikit lebih mahal.
"Aku tunggu disini ya, Bell." Sahutku ketika kami sampai di kantin. Bella yang berjalan di depanku mengangguk setuju lalu menghampiri Mbak Dede yang sedang mengelap wajan yang basah setelah selesai dicuci.
Aku duduk di salah satu bangku. Tidak berselera membeli apapun. Memilih menunduk dan memperhatikan kedua sepatuku yang belum sempat dicuci seminggu ini. Mengingat Nenekku sakit di rumah. Sedangkan adikku belum sepenuhnya bisa mengurus dirinya sendiri. Maka aku mengerjakan semua pekerjaan rumah. Mengurus Nenek, menyuapinya, mencuci, dan menyiapkan makan.
Aku menghela napas. Khawatir sebab Nenek tidak kunjung memperlihatkan perkembangan. Keadaannya masih sama sejak lima bulan terakhir. Tepat saat Ayahku pergi ke kota dan menghilangkan diri. Meninggalkan aku, Rahma dan Nenek yang berharap dia segera membawa Nenek berobat. Tapi tidak. Sampai saat ini pun, aku pikir Ayah sudah tidak sudi untuk kembali.
Aku melirik Bella. Dia sudah kembali dengan membawa keresek berisi dua botol air mineral dengan beberapa kue di dalamnya. Dia tersenyum tipis dan kami kembali ke kelas. Melewati beberapa murid laki-laki anggota Klub Rohani yang sedang membicarakan sesuatu.
...
"Mawar!"
Aku menoleh ke sumber suara. Laki-laki. Mereka Anton dan Riez. Anggota Klub Sastra dan Rohani.
"Eh, iya ada apa?"
"Besok acara pelepasan dan penyematan anggota baru Klub Sastra. Kamu harus hadir. Soalnya anggota senior hanya sedikit." Jelas Riez panjang lebar. Dia nyengir aneh sambil memegangi tengkuknya yang berkeringat. Pecinya bergerak dan berubah posisi. Yang kemudian segera diperbaiki.
"Eh, iya. Aku pasti hadir. Makasih ya," aku menatap mereka berdua lalu tersenyum. "Euh, aku duluan ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam." Jawab mereka berdua bersamaaan. Yang kemudian aku mengambil langkah menuju gerbang sekolah.
Bella sudah pulang. Dia dijemput kakaknya menggunakan motor karena jarak rumahnya cukup jauh. Sedangkan aku pulang naik angkot. Menunggu di pinggir jalan yang mulai sepi.
Pukul empat sore. Dan gerimis masih membasahi kota.
Aku menghela berat. Angkot jam segini lumayan susah. Ditambah lagi gerimis mengguyur sejak tadi. Kemungkinan besar hanya ada satu dua angkot yang masih narik. Itupun aku sendiri tidak tau sekarang angkotnya ada dimana.
Sekolah mulai sepi. Satu persatu siswa pergi meninggalkan gedung. Beberapa melewatiku sambil berpamitan. Ada yang bergerombol bersama teman-temannya dengan berjalan kaki karena jarak rumah yang dekat, ada pula yang pulang bersama pacarnya. Naik motor berdua. Yang untungnya tidak satupun kulihat ada adegan memeluk dari belakang. Bahaya. Itu akan semakin membuatku yang masih jomblo kepanasan di tengah gerimis.
Aku tersenyum kecut. Bodoh. Apa pula maksudku?
Hingga setengah jam kemudian aku menemukan angkot dan menaikinya. Penuh. Ada seorang ibu-ibu yang kerepotan membawa banyak belanjaan. Jadi aku duduk di dekat pintu.
Perjalanan cukup jauh. Aku harus menghabiskan waktu di angkot setidaknya dua puluh menit untuk sampai di depan gang, lalu lima menit lagi untuk sampai tepat di rumah. Napasku sedikit terengah. Hari ini melelahkan. Padahal di hari biasanya, kami sudah pulang jam satu siang. Tapi kali ini sangat terlambat. Aku khawatir Nenek belum makan. Pikiranku tidak enak. Jemariku meremas ujung kerudung yang kukenakan.
***
Assalamualaikum, Kawan.
Semoga kalian suka cerita pertamaku dan juga semoga kedepannya aku rajin posting. wkwk.Jangan lupa buat ketik komentar kalian di kolom komentar supaya semua elemen dalam cerita ini semakin menarik dan berfaedah.
Salam Literasi.
Vote juga yah.
I Love You So Much.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anggana
General Fiction"Hidup tidak harus mengubahmu jadi asing, Mawar. Kebutuhan ada bukan untuk merubahmu menjadi orang lain. Sebab Allah selalu bersama kita. Bukankah itu yang kamu percayai sejak dulu?" Riez mendesah. Dalam dadanya bergemuruh amarah dan kecewa. Sedangk...