...
Biar kuberitahu. Sebenarnya aku menolak Pandu bukan karena aku sungguh tidak menyukainya. Aku justru senang. Harapanku mendengar perasaan cinta dari seseorang terwujud oleh Pandu yang kupikir hanya akan jadi sebuah halusinasi kala terjadi. Kutolak dia, kuabaikan perasaannya, karena beberapa alasan.Pertama, aku berbohong dan tidak mungkin memulai hubungan dengan kebohongan. Kedua, rasanya aku terlalu jahat kalau dia kujadikan pelarian sebab Surya lebih memilih Bella.
Tamparan yang sangat keras bahkan sebelum tangannya sanggup menyentuh pipiku.
Jujur, lukaku belum sembuh. Bekas pedang ucap Surya yang membahagiakan bagi Bella telah benar-benar membuat aku jatuh ke palung terdalam, samudra terluas. Terombang ambing bebas mengikuti gelombang. Perasaanku kurang lebih seperti itu. Dan yang aku butuhkan sekarang adalah seseorang yang baru.
Kupikir, seseorang yang bisa menyelamatkanku tanpa aku takut kalau dia akan jadi tempatku berlari.
"Riez?" Aku bergumam pelan.
Pasalnya dia mengirimiku pesan singkat. Minta nomor Whatsapp katanya. Maka segera setelah aku beri, dia menelponku lewat aplikasi chat tersebut.
"Iya, Riez?"
Aku berdebar. Pertama kalinya ditelpon lelaki rasanya mengerikan sekali. Padahal cuma Riez kan?
'Assalamualaikum, Mawar.'
"Eh, iya waalaikumussalam warahmatullah.'"
'Kamu apa kabar?'
Sedikit lengang. Fokusku lebih dominan ke suara di belakang Riez. Berisik kendaraan dan orang berteriak.
"Aku baik. Ngomong-ngomong kamu lagi dimana? Kok pada ribut?"
'Lagi jalan pulang ke rumah.' Riez tertawa cekikikan.
"Kok ketawa?"
'Gak apa-apa. Pengen aja, lucu.'
Bibirku tertarik, lalu hening lagi hingga aku bisa mendengar suara nafasnya diantara klakson kendaraan.
'Kamu belum tidur?' Riez bertanya.
"Belum. Kan kamu nelpon."
'Kalo gak nelpon, kamu tidur?'
"Iya."
Aku bingung. Kenapa malah berbelit-belit begini sih?
"Ada apa emang? Kok tumben kamu telpon."
'Aku lagi jalan kaki soalnya. Biar keliatan gak jomblo karena jalan sendirian.' Dia menekankan kata 'gak Jomblo' keras-keras.
"Lah, kan emang jomblo?"
'Ya biar gak malu lah. Seenggaknya aku punya temen di telpon. Ini malem minggu tau.'
"Ya emang kenapa kalau malem minggu? Takut kalah sama truk ya, yang suka gandengan?"
Dia tertawa lepas.
Ah, Riez. Jangan buat aku nyaman sekarang. Baru semalam kan?
'Iya dong. Masa kalah sama truk. Perasaanku lebih cinta daripada truk.'
"Hah? Gak ngerti aku."
Sekarang giliran aku yang tertawa.
'Mawar?'
"Iya, Riez?"
'Jangan tidur kemaleman. Besok kesiangan loh.'
"Iya Riez."
'Jangan iya-iya aja. Matiin dong.'
Aku langsung menjauhkan ponsel dari telinga dan menyentuh ikon merah. Tidak tau kenapa bisa senurut itu padanya, dan lupa kalau besok minggu. Libur giliranku. Jadi tidak akan kesiangan, kecuali yang dia maksud adalah kesiangan shalat shubuh.
Telponku berdering lagi. Dari nomor yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anggana
General Fiction"Hidup tidak harus mengubahmu jadi asing, Mawar. Kebutuhan ada bukan untuk merubahmu menjadi orang lain. Sebab Allah selalu bersama kita. Bukankah itu yang kamu percayai sejak dulu?" Riez mendesah. Dalam dadanya bergemuruh amarah dan kecewa. Sedangk...