Bell tanda berakhirnya pulang sekolah telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Namun, Arkilla masih saja sibuk dengan pena dan juga bukunya.
"Al, lo ngapain ngerjain tugas disini sih? Ini udah waktunya pulang." tegur Seni.
Arkilla menoleh sekilas, "Biar di rumah gak ada tugas lagi."
Arin dan Sarah yang sedari tadi sibuk dibangkunya masing-masing pun mendekat, "Yaelah, Al. Rajin amat sih lo." cibir Arin, sesaat setelah ia duduk di depan Arkilla.
Sarah mendengus, "Nanti juga kalo tugasnya udah mau di kumpulin, kalian berdua yang paling cepet chat Arkilla supaya ngasih pap tugasnya. Dasar temen."
Seni tersenyum miris, "Hahaha gak ngaca ya, mbak?" dan sedetik kemudian mereka tertawa, membuat beberapa pasang mata tertuju kepada empat gadis itu.
"Al, lo masih lama gak?" tanya Arin, di sela-sela tawanya.
"Lumayan, kenapa?"
"Gue, Seni sama Sarah mau kerja kelompok di rumah Rafi. Sedih banget cuma lo yang gak satu kelompok sama kita."
"Yang ada gue bersyukur gak satu kelompok sama kalian. Bisa-bisa gue terus yang kerja dan lo pada yang kelompoknya." cibir Arkilla, bergidik ngeri.
Seni berdehem, "Gini ya, Bu, anda itu harusnya ber—"
"Iya-iya serah lo. Mendingan kalian pergi aja sana, si Rafi keburu lumutan karna nungguin anggota kelompoknya yang kaya gini." tukas Arkilla.
Sarah bergidik, "Jahat banget sama kita. Yuk ah kita tinggalin aja nenek sihir disini sendiri." ketusnya yang diakhiri dengan cengiran.
Seni mendekat kearah Arkilla seraya membisikkan kalima, "Lo gak tau kalo sekolah ini, eh, lebih tepatnya kelas kita ini ada penunggunya."
Tuk!
Arkilla memukul kening Seni dengan pena yang dipegangnya, "Cerita lo kolot banget, baby."
"Idih, jadi lo gak percaya? Apa yang diomongin si Seni emang beneran. Makannya lo jangan sok-sok'an gak suka sama gosip. Nih ya, dua hari yang lalu tukang sapu sekolah ini sempet liat cewek yang lagi duduk di jendela itu sekilas. Tapi pas di deketin, gak ada apa-apa te—"
"Tuh kan ujungnya gak ada apa-apa?" timpal Arkilla.
Arin mendengus, "Lo motong pembicaraan gue, bego! Terus ya pas tukang sapu itu mau nutup jendelanya, eh cewek itu ada dan emang lagi duduk disana." ucap Arin seraya menunjuk ke arah dimana jendela itu berada.
Keempat gadis itu sama-sama menolehkan kepalanya kesana, menatap lebih dalam jendela berdesain ala high school international itu. Masih sibuk dengan pandangannya, Arkilla tiba-tiba merasakan tengkuknya meremang, jantungnya pun tiba-tiba berdetak dengan cepat. Hawa di sekitarnya itu entah kenapa menjadi sangat dingin. Dengan perlahan ia menolehkan kepalanya kebelakang dan...
"AAAAAAAAAAA!!!"
Bugh!
"Arkilla!" teriak ketiga temannya saat pandangan mereka terpusat pada seorang pria yang kini meringis kesakitan di samping Arkilla.
"Ups. Sorry." gumam Arkilla.
"Kak Bintang gapapa, kan?" tanya Sarah, menatap ngeri kearah Bintang yang saat ini memegangi keningnya.
Bintang menggeleng, "Gapapa, cuma ngilu aja." ketusnya.
Arkilla mengulurkan tangannya ke arah kening pria itu, "Nanti gue obatin." lirihnya.
Arin berdehem, "Kayaknya kita bertiga cabut dulu deh." ucapnya seraya melangkahkan kakinya keluar kelas bersama dengan Seni dan juga Sarah.
"Kita cabut dulu, Al, Kak." seru Seni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titipan Bintang [on Going]
Teen Fiction[⚠Follow sebelum membaca] Dia Bintang, cowok galak yang berubah menjadi jinak ketika sedang bersama dengan gadisnya, Arkilla. Sudah satu bulan lebih cowok itu menunggu sebuah memori. Memori tentangnya yang hilang dari ingatan Arkilla. Akankah Bintan...