Saat Rio membuka mata, sebuah bangunan yang ia tebak sebagai sekolah terpampang di depannya. Sedikit tertegun kenapa ia bisa sampai di sini. Dengan ragu, Rio mulai melangkah masuk.
"Permisi, Pak!" Rio mulai menyapa satpam yang berjaga di gerbang.
Rio memicingkan matanya saat sapaannya tidak di respon oleh satpam itu. Jangankan di respon, bahkan mendengar saja sepertinya tidak.
Rio menepuk pundak satpam itu hingga menoleh. Saat Rio berharap mendapat tatapan ramah, justru yang di dapat adalah tatapan kebingungan dan ketakutan.
"Pak, saya mau minta tolong boleh?" tanya Rio sekali lagi saat melihat satpam itu hanya diam sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Siapa yang nepuk pundak Inyong?" gumam satpam itu lalu bergidik dan masuk ke pos satpam.
Rio terpaku, menatap kedua tangan dan dirinya sendiri.
Apa ia sekarang menjadi arwah gentayangan?
Berbagai pikiran berkecamuk di benak Rio. Untuk membuktikan, ia pun berlari kearah toilet dan melihat pantulan dirinya di kaca. Kosong. Ia tak menemukan bayangan dirinya di kaca itu.
Rio tertunduk lesu. Teringat apa yang menjadi pesan Kakaknya sebelum ia berada di sini sebagai arwah gentayangan.
"Bagaimana mungkin aku bisa menyelesaikan urusanku kalau tidak ada seorang pun yang bisa melihatku?" gumam Rio frustasi.
Rio membuka kran wastafel saat kebetulan seorang siswa masuk ke dalam toilet. Wajah siswa itu memucat, Rio yang terkejut pun mematikan kran wastafel yang semakin membuat siswa itu ketakutan.
"Han ... hantuuu!!!" Siswa itu berlari ketakutan setelah meneriakkan nama hantu berkali-kali.
Rio mengerang frustasi. Otaknya panas memikirkan cara untuk segera menyelesaikan urusannya, agar ia bisa secepatnya kembali ke tempat seharusnya ia berada dan hidup bahagia bersama Kak Axel.
Langkah kakinya membawanya ke taman belakang sekolah, hawa sejuk langsung menyambutnya. Harum bunga-bunga yang sedang mekar sedikit menenangkan pikirannya.
Rio melihat sebuah kursi yang berada di bawah pohon rindang. Mungkin dengan menenangkan pikirannya, ia bisa mendapat jalan keluar dari masalahnya.
Mata Rio menyipit kala melihat seorang gadis yang tengah memejamkan matanya dengan penampilan yang sangat berantakan. Terlihat sekali gadis itu sangat kelelahan tetapi Rio mengangkat bahunya tak peduli. Toh, gadis itu tak akan bisa melihatnya jadi Rio memilih untuk duduk sejenak mendinginkan pikirannya yang mengepul panas.
****
Mata Ify mengerjap perlahan, menyesuaikan sinar yang masuk ke retinanya. Entah sudah berapa lama ia tertidur tetapi ia merasa badannya sudah sangat segar.
Ify melihat jam tangan putih yang bertengger di lengannya, seketika itu juga matanya terbelalak lebar.
"Astaga! Lima menit lagi jam istirahat, berarti aku sudah tidur satu jam," gumam Ify panik tetapi tak berniat untuk pergi. Lagipula Pak Duta sepertinya juga lupa jika dia punya murid yang dihukum.
"Ah, rejeki anak sholehah kali, ya? Sekalian aja masuk kelas habis istirahat," sambungnya kemudian dan berniat untuk kembali tidur saat sebuah tawa kecil terdengar di sampingnya.
Dengan gerakan cepat, Ify menoleh dan mendapati seorang pemuda yang sedikit lebih tua darinya, mungkin seumuran kakak sepupunya yang sudah kuliah sedang duduk di sampingnya dan tersenyum geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Time √ (Tersedia Dalam Versi Cetak)
FanfictionMario Pratama, Mahasiswa UI yang meninggal terbunuh di rumahnya sendiri. Mendapat kesempatan kedua untuk menemukan siapa pembunuhnya karena polisi telah menutup kasus ini sebelum kasusnya selesai. Alifya Zahranti, salah satu siswi SMA PERMATA di Jak...