Ify dan Gabriel sampai di sekolah tepat satu menit sebelum bel masuk berbunyi. Tanpa mempedulikan Gabriel yang terus memanggilnya, Ify berjalan cepat ke kelas hingga tak menyadari jika ada seseorang dari arah berlawanan tengah berlari.
Brukk!!
Ify memejamkan mata siap menerima rasa sakit jika dirinya jatuh menghantam lantai. Hingga beberapa detik ia tak merasakan rasa sakit apapun, saat itu juga ia membuka matanya.
Bola mata berwarna coklat adalah hal pertama yang ia lihat, hingga kemudian pahatan wajah yang sempurna dengan wajah bersih tanpa noda. Beberapa detik, Ify terpaku tanpa bisa berbuat apapun. Begitu pula pemuda itu yang juga diam saja.
"Jangan pegang-pegang!" Ify tersentak saat Gabriel menariknya menjauh dari pemuda yang menolongnya itu. Ia tak sadar jika posisi mereka yang seperti orang berpelukan itu telah mengundang perhatian banyak murid.
Pemuda yang dibentak Gabriel hanya menaikkan sebelah alisnya lalu pergi meninggalkan Ify dan Gabriel tanpa sepatah kata pun.
Ify masih memandangi pemuda itu hingga ia menghilang di belokan koridor kelas sepuluh.
"Ayo!" Tanpa ijin, Gabriel menggandeng Ify ke dalam kelas karena bel telah berbunyi.
Sampai di kelas Ify masih terdiam membuat Gabriel heran. Agni pun juga tak tahu menahu dengan perubahan Ify. Hingga istirahat tiba, Ify masih tetap dalam mode bungkamnya.
"Ada masalah?" tanya Agni yang hanya mendapat gelengan dari Ify. Jika sudah seperti ini, Agni pun memilih bungkam. Ify bukan tipe orang yang akan dibujuk dengan rayuan. Ia hanya akan bercerita jika mau, dan Agni memilih untuk menunggu.
Ify bangkit dari duduknya dan berlalu keluar kelas tak mempedulikan Gabriel yang berteriak-teriak memanggil.
"Jangan!" cegah Agni saat Gabriel bersiap untuk menyusul. "Biarin dia sendiri."
Gabriel menurut, tapi tetap melanjutkan langkahnya keluar kelas sementara Agni tetap diam di kelas karena kakinya yang sedikit memar akibat tendangan Ayahnya kemarin.
"Nih!" Agni menoleh dan mendapati Alvin tengah mengulurkan sebuah salep.
"Ini ... apa?" tanya Agni heran tapi tangannya terulur menerima salep dari Alvin.
"Salep," sahut Alvin singkat.
"Iya tahu, tapi buat apa?"
"Memar kamu!"
"Hah?!"
Alvin tak menjawab dan kembali duduk di kursinya. Saat Agni menoleh, Alvin sudah tenggelam bersama bukunya.
Berkali-kali Agni melihat salep di tangannya dan juga Alvin yang sibuk dengan bacaannya. Ada debat halus yang menyentak jantungnya hingga berdetak tak seperti biasanya. Agni tak ingin terlalu memikirkan, tetapi hal itu membuat sudut bibirnya terangkat dengan kupu-kupu beterbangan yang terasa geli di perutnya.
****
Ify menghempaskan bokongnya di bangku taman. Pikirannya menerawang jauh kejadian dua tahun silam. Kejadian yang membuatnya trauma dan tak mau berpacaran lagi. Baginya, laki-laki masih sama brengseknya ketika memainkan perempuan.
Meski sakit saat teringat, Ify juga tak memungkiri ada letupan rindu yang sempat ia rasakan saat menatap bola mata coklat yang sangat dekat seperti tadi.
"Nggak boleh!" desis Ify kepada dirinya sendiri. Bagaimanapun, ia tak mau lagi berurusan dengan siapapun itu yang akan membuat luka lamanya terulang kembali.
"Ternyata masih sama!"
Ify tersentak saat tiba-tiba saja orang yang sangat ingin ia hindari sudah duduk di sampingnya dengan wajah datar tanpa dosanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Time √ (Tersedia Dalam Versi Cetak)
FanfictionMario Pratama, Mahasiswa UI yang meninggal terbunuh di rumahnya sendiri. Mendapat kesempatan kedua untuk menemukan siapa pembunuhnya karena polisi telah menutup kasus ini sebelum kasusnya selesai. Alifya Zahranti, salah satu siswi SMA PERMATA di Jak...