part 5

759 66 7
                                    

Sekali pandang, Ify sudah tahu jika Rio termasuk orang yang berada. Perumahan ini termasuk perumahan yang elit, dimana para penghuninya adalah kaum golongan atas. Dari ukuran rumah Rio yang sangat besar dan segala fasilitas yang tersedia. Namun satu yang janggal, rumah ini sangat sepi seperti tak berpenghuni.

"Dimana orang tua kamu?" tanya Ify begitu mereka tiba di depan gerbang rumah Rio.

"Kenapa kamu nanyain mereka?" tanya Rio dengan nada sedikit berbeda. Jika Ify bisa menebak, ada kesedihan yang terkandung di dalamnya.

"Penasaran aja, rumah kamu sepi banget."

Ify memandang sekeliling, sebelum langkah kaki membawanya semakin masuk ke rumah Rio.

"Gimana masuknya?" tanya Ify dengan bingung.

"Lewat pintulah! Emang kamu bisa nembus tembok?"

"Kayaknya nggak ada orang, deh!" Ify memberikan asumsinya. Memang tidak bisa di pungkiri, suasana yang sunyi senyap membuat siapapun langsung bisa menebak bagaimana kondisi rumah ini.

"Ada bibi!" ucap Rio.

Ify mendekat ke pintu dan menekan belnya. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya tampak membukakan pintu dengan raut keheranan.

"Nyari siapa ya, Non?"

Ify menoleh ke arah Rio, tetapi pemuda itu malah mengedikkan bahunya. Benar-benar Ify ingin mencekik pemuda itu biar mati dua kali.

"Emmm, saya temannya Rio. Boleh saya bertemu Rio?"

Raut wajah wanita paruh baya itu berubah, ada sendu yang menggelayuti matanya.

"Silahkan masuk!"

Ify mengikuti langkah wanita paruh baya itu masuk. Rupanya ia dibawa ke ruang tamu yang persis berhadapan dengan taman belakang. Memang berbeda dengan rumah-rumah pada umumnya. Jika biasanya ruang tamu terletak di depan, maka rumah Rio ruang tamunya terletak di belakang, dengan dinding kaca yang langsung mengarah ke taman belakang.

Ify sempat terpana, rumah Rio benar-benar mewah, bahkan ia bisa melihat berbagai tumbuhan bonsai yang di atur sedemikian rupa hingga membentuk dekorasi yang unik. Beberapa pohon bonsai itu juga sedang berbuah, hingga tampak warna-warna yang indah. Air mancur yang jernih tepat berada di tengah-tengah. Jika saja Ify tidak ingat tujuannya ke sini, pasti  ia sudah berlari ke taman belakang untuk mengambil foto.

"Ini, Non minumnya!"

Ify tersentak kaget saat sang Bibi tiba-tiba saja sudah ada di hadapannya dengan nampan minuman yang sudah berpindah ke meja.

"Emmm, Non belum tahu?" tanya sang Bibi membuka pertanyaan.

"Tahu apa, Bi?"

"Den Rio sudah meninggal, Non! Satu minggu yang lalu."

Ify yang sebenarnya tidak terkejut, memasang ekspresi terkejut yang terlalu berlebihan.

"APAAAA?!!"

Suaranya melengking membuat sang Bibi menutup telinganya. Rio yang ada di situ berdecak.

"Nggak usah terlalu berlebihan!"

Ify melirik Rio sinis, melarang ikut campur.

"Bibi nggak bohong, kan?"

Sang Bibi menggeleng. "Saya nggak bohong, Non! Den Rio meninggal satu minggu yang lalu, padahal sehari sebelumnya Den Rio masih menyuruh saya untuk masak sayur sop kesukaannya." Mata sang Bibi berkaca-kaca hingga butiran bening itu jatuh di pipi keriputnya.

Ify yang pada dasarnya mudah baperan, ikut berkaca-kaca. Sesekali mengusap pipinya seolah menangis, padahal tak ada satupun air mata yang jatuh.

"Memangnya Rio meninggal kenapa, Bi?"

Second Time √ (Tersedia Dalam Versi Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang