Part 11

742 57 10
                                    

Ify melangkahkan kakinya dengan ringan setelah selesai berbelanja di minimarket. Kantong penuh belanja ia tenteng di tangan kanannya sementara tangan kirinya sibuk memainkan ponsel. Mencari musik yang pas untuk menemaninya hingga ia sampai ke rumah. Memang tidak terlalu jauh, waktu sepuluh menit cukup untuk ia sampai ke rumah dengan berjalan kaki.

Susana sangat lenggang karena malam yang hampir tiba. Jika saja bukan karena kebutuhan pokok sebagai perempuan dan ini sangat genting, Ify pasti memilih untuk berbelanja besok saja. Melihat keadaan yang sepi dan lenggang cukup membuat buku kuduk Ify berdiri.

Tak ingin berlama-lama, Ify mempercepat langkahnya. Apalagi ia merasa seperti sedang diikuti. Mau menoleh pun tak berani, takutnya ada penampakan menyeramkan dan ia pingsan. Kan repot pingsan di pinggir jalan, apalagi udah mau malam seperti ini.

"Emmph ...." Kantung belanja Ify terjatuh saat tiba-tiba saja ada yang membekap mulutnya. Sekuat tenaga ia memberontak tapi kekuatannya jelas sangat jauh berbeda dengan preman berbadan kekar yang membekap mulutnya ini.

"Woy, lepas nggak?" Ify melihat Gabriel yang berdiri dan berkacak pinggang. Dari sorot mata, Ify meminta tolong kepada Gabriel karena ia sama sekali tidak bisa berteriak.

"Siapa kamu? Pergi atau mau kubuat babak belur?" bentak preman yang membekap Ify.

"Coba sini kalau bisa!" tantang Gabriel. Pemuda itu memasang sikap kuda-kuda.

Bekapan di mulut Ify terlepas dan preman itu berjalan menuju ke arah Gabriel. Ify yang merasa sudah bebas pun menghirup udara dengan rakus karena bekapan preman itu membuatnya tak bisa bernapas. Badannya lemas dan ia hanya mampu duduk, melihat Gabriel dan preman itu berkelahi. Gadis itu terus saja berdoa, semoga Gabriel bisa mengalahkan sang preman itu dan mereka bisa selamat. Ia belum siap mati, impiannya menonton konser BTS belum terlaksana, takutnya ia akan bergentayangan menjadi arwah penasaran.

****

"Aw, pelan-pelan!"

Ify menghembuskan napas kasar, ia sudah berusaha sepelan yang ia bisa.

"Berantem aja sok jago, masa diobatin kaya gini ngrengek terus," gerutu Ify.

"Memangnya kamu mau dibawa sama tuh preman?"

Ify menggeleng cepat.

"Nah, setidaknya kan aku dapat sesuatu setelah nyelamatin kamu, aduh---"

Ify menekan kuat luka di sudut bibir Gabriel.

"Jadi kamu nggak ikhlas bantu aku?"

"Ikhlas kok, tapi kalau dicium sebagai ucapan terimakasih aku juga nggak nolak," Gabriel mengerling ke arah Ify.

"Nih, cium sampai puas!" ucap Ify sambil melemparkan bantal sofa ke muka Gabriel membuat pemuda itu mengasuh karena lemparan itu cukup kuat membuat lukanya berdenyut nyeri.

"Fy, kemana?" teriak Gabriel saat melihat Ify beranjak pergi.

"Boker, mau ikut?" tanya Ify jutek.

Gabriel menggeleng dan Ify melenggang pergi. Suasana menjadi sunyi karena tak ada siapapun di rumah Ify. Gina sedang pergi ke rumah sepupunya di Bandung dan akan menginap, Hanafi belum pulang dari kerja sementara Ray bermain ke rumah Deva.

"Terimakasih!" Gabriel menoleh dan tersenyum tipis.

"No problem, kamu bisa mengandalkan aku untuk urusan itu."

"Memangnya kamu nggak masalah?"

Gabriel mengerutkan keningnya bingung sesaat tapi kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.

Second Time √ (Tersedia Dalam Versi Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang