Before we met each other.

13 3 5
                                    

3 tahun yang lalu, tepatnya tahun 2016 tri semester akhir.

Kejadian ini terjadi di SMP Negeri Harapan Nusa.

Waktu itu, Rin tidak pernah tahu bahwa yang sebenarnya akan terjadi di masa depan sudah Tuhan gambarkan secara sekilas di masa lalu,

Rin masih terlalu dini untuk memahami hal tersebut.

Bisa dibilang sih, anak bawang dalam hal kisah kasih percintaan.

14 tahun umurnya.

Mana tahu arti karma?

Mana tahu ada penyesalan dalam hidup?

Mana tahu ternyata cinta monyet itu bisa mematikan?

Mana tahu ucapan di hari ini ternyata adalah gambaran dan berdampak di masa depan?

Mana tahu orang yang lewat depan kelasnya adalah orang yang ia kenal sekaligus 'kenang' sekarang.

Mana tahu ucapan buruk bisa menjadi sebuah 'boomerang' baginya.

***
-Rin POV-

Pagi menjelang siang itu, kalo tidak salah jam 10 pagi. Hari sabtu. 2016. Entah tanggal berapa. Kalau tidak salah, di bulan desember. Karena waktu itu, anak kelas sedang sibuk membereskan kelas. Kalian tahu bukan kegiatan bersih-bersih yang rutin dilakukan anak-anak sewaktu akan diadakannya ujian akhir semester? Nah itu yang aku maksud, disini.

Kelasku sudah bersih. Anak-anak mulai berkemas untuk sekedar istirahat-mampir ke warung belakang sekolah, jajan, atau pulang langsung ke rumahnya karena kelelahan bekerja bakti di pagi hari.

Waktu itu aku mau pulang ke rumah, karena sudah terlampau capek.

Sedangkan disisi lain, ada anak perempuan kelasku yang  bertugas untuk mengepel. Namanya, Aleesya Putri. Panggil saja ia Alee, atau hanya sekedar Sya.

Aleesya itu anaknya baik, namun tidak terlalu dekat denganku. Aleesya itu anaknya tidak terlalu cukup rajin ataupun pintar. Standarlah seperti anak smp biasanya. Malah, aku pernah berpikir kalo Aleesya ke sekolah hanya membawa niat untuk sekedar melihat pujaan hatinya yang berbeda kelas dengannya. Bukan untuk belajar.

Pagi itu semua anak kelas tiga sudah bersiap pulang, maka dari itu lorong ataupun koridor kelas mereka sedang dalam keadaan semrawut. Macet. Banyak orang berlalu-lalang, dan pas sekali lorongnya sempit. Lalu disitu Aleesya sedang mengepel dengan enaknya. Namun, tak sengaja, anak laki-laki kelas lain menginjaknya dengan alasan tidak ada jalan lagi untuk bisa menggapai kantin selain lewat koridor depan kelas kami. Oke, kami memakluminya.

Aleesya kesal,

Marah,

Jengkel,

Mukanya agak memerah karena menahan amarah pada orang-orang itu.

Kemudian, Aleesya mulai kembali mengepel dari awal sambil bergumam dengan dirinya sendiri.

Oh ya, aku lupa menyebutkan bahwa Aleesya juga merupakan salah satu anak yang bisa dikategorikan easy-going dan mudah dikenal orang lain. Di kelas, ia terkesan tidak punya teman, karena dulu pernah membohongi kami sekelas dengan cara memamerkan kekayaannya yang ternyata hanyalah fiktif belaka, maka dari itu sulit bagi kami untuk mempercayainya kembali. Akhirnya karena ia tidak punya teman di kelas; dia terbiasa bergaul dengan anak-anak hits lainnya di luar kelas kami. Termasuk para gerombolan anak laki-laki yang tadi lewat kelas kami, dia mengenal, semuanya. Aku juga tahu sebenarnya, namun tidak terlalu peduli. Mereka adalah gerombolan anak futsal dari kelas 9-2. Dan waktu itu, kalau tidak salah ia bilang dengan lantang dan bangganya;

"Ish, nyebelin. Dasar cowok gatau diuntung, aku kan cape ngepelnya harus dari awal lagi! Padahal, salah satunya adalah mantan pacarku juga." Aku kaget sekali mendengarnya.

Tipikal Aleesya memang, yang suka mengumbar kisah asmaranya di depan muka publik, walaupun orang-orang di sekitaran tak bertanya barang sekali pun padanya.

Lalu, entah mengapa di hari itu aku agak iba dengannya. Mungkin memang, ia sedang butuh teman bicara sembari mengepel kelas, karena anak-anak kelas kami lainnya ada yang sudah pulang, sebagian.

Aku pun membalas;

"Yang mana, Sya? Aku ga terlalu melihat dan mengenalnya tuh." Aku membalasnya secara acuh-tak acuh. Ikhlas-tak ikhlas. Yah, rasa antara kasihan dan terpaksa bercampur aduk dalam diri. Tak apalah, hanya untuk kali ini saja.

"Itu, dia tinggi, dan agak gelap warna kulitnya. Gaya rambutnya agak sedikit rancung. Namanya, Muhammad Gibran. Anak kelas 9-2. Aku kenal dia dari eskul futsal. Btw, aku masih merindukannya. Aku gagal move on darinya, dia itu baik sekali, aku selalu berdo'a agar dia menjadi jodohku kelak." Dia menjelaskan padaku secara detail, oke aku mengerti sekarang. Aku hanya menganggukan sebagai pertanda bahwa aku paham dengan apa yang dia ucapkan.

Lalu, aku balas dengan sedikit sarkastik tanpa melihat makna dibalik kalimat tersebut, ternyata berdampak juga di masa depan. Tuhan memang Sang Maha Kuasa, perkara membolak-balikkan hati manusia saja, perihal kecil pastinya.

"Oh yang itu. Kalau yang itu sih aku tahu, tapi belum kenal. Menurutku sih biasa saja ya, tidak ada hal yang istimewa darinya. Kamu saja yang lebay kali, Sya." Pada akhirnya, aku terkesan mengolok-olok Aleesya. Bukan malah menghiburnya.

"Ih kamu saja yang enggak tahu, Rin! Dia itu orangnya hangat, perhatian, terkesan romantis namun nggak seperti cowok biasanya." Aku lelah mendengarnya. Aku pikir, kenapa sih baru saja smp sudah sebucin itu. Memangnya tidak ada lagi hal yang bermanfaat untuk dibicarakan selain perihal cowok tadi?

Aku terkesan sarkas dengan apa yang sudah terucap di lidah.

Tanpa tahu konsekuensinya seperti apa.

***

8 bulan kemudian-Agustus 2017.

Masa SMA datang dengan cepatnya.
Hfft, baru saja kemarin masuk SMP padahal.  Tak terasa waktu mengalir begitu derasnya.

Begitu bodohnya Rin.

Tenyata, di bulan itu dia dipertemukan dengan Muhammad Gibran-ya mantan Aleesya itu.

Apa kabar Aleesya pada saat itu? Aleesya masuk SMA yang berbeda, namun tetap satu kota dengan Rin. Entah, padahal ia sudah pamer masuk SMA favorit di kota itu yang sekaligus menjadi SMA Rin yang sekarang, tapi tak jadi karena nilainya tak mencukupi. Kenyataan yang menyakitkan memang.

Walaupun Rin sudah tahu tentang cerita Gibran dari Aleesya, tapi ia tetap berkenalan dengan lelaki hitam manis itu. Baik juga, pikirnya.

Sampai pada akhirnya, 2 bulan mereka berada dalam satu kelas yang sama, Gibran menyatakan perasaannya secara tiba-tiba. Tentu saja kepada Rin.

Dan, apa yang Aleesya sebutkan 8 bulan ke belakang tentang Gibran, memang benar adanya.

Itulah mengapa, terkadang kita tidak seharusnya melihat dengan sebelah mata kepada orang yang belum kita kenal sepenuhnya.

Namun, mengenai karma?
Rin masih menerka-nerka.

Apakah itu benar terjadi atau tidak.
Berpengaruh atau tidak,

Prinsipnya sih,
Asal kan kita menggantungkan takdir kepada Tuhan sepenuhnya, mempercayai kuasa Tuhan memang benar adanya. kenapa harus repot dan takut akan sebuah 'karma'?

[]









Terimakasih, Semoga bermanfaat.
06 Februari, 2019.

Kata Rin-du.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang