Obsesi dan Penguntit.

10 3 1
                                    

Ada kalanya kita memang sedang tak butuh belaian kasih cinta. Sehingga pada akhirnya pun tak terdapat rasa penyesalan yang hinggap dihati karena telah menepis ungkapan rasa suka dari seseorang. Seperti yang terjadi pada Alina.

September 2016.

-Author POV-

Masa sekolah selalu terasa menyenangkan bukan? Ya. Tapi, tidak dengan masa sekolah Alina.

Awal kata.

Ada kalanya pihak sekolah mengadakan karya wisata rekreasi satu tahun sekali biasanya, mengunjungi tempat-tempat menarik yang cukup seru dijadikan destinasi karena memang belum pernah dikunjungi sebelumnya. Apalagi jika perjalanan itu dengan teman sebaya, terdengar cukup menggiurkan dan mengasyikkan, bukan?

Disitulah mereka bertemu. Aidan dan juga Alina.

Aidan, seorang lelaki urakan yang notabene masih merupakan teman sekelas Alina.

Alina, seorang perempuan temperamen yang notabene satu kelas juga dengan Aidan.

Aidan bisa dibilang suka bergerombol di kelas, menciptakan suatu keributan, masalah, dan bercandaan yang Alina anggap tidak lucu sama sekali. Terkadang, menindas siswa-siswi lain di sekolah. Katanya sih biar keren. Entahlah, kita sendiri bisa menentukan preferensi kata 'keren' itu menurut perspektif masing-masing tentunya.

Alina orangnya perfeksionis, masalah teman pun ia pilih sendiri. Mana yang sebaiknya ia dekati, mana yang sebaiknya ia jauhi saja. Ia beranggapan bahwa orang yang kurang penting pantas disingkirkan dari pandanganya, karena tak akan berpengaruh pada apapun di hidupnya.

Dan coba tebak apa? Faktanya, orang tidak penting itu termasuk juga kepada Aidan.

***
3 tahun lamanya mereka menyatu dalam suatu ruang, mungkin bisa jadi menarik salah satu untuk jatuh kepada hati yang lain. Itulah yang dirasakan Aidan.

Aidan terpesona kepada Alina, semenjak perjalanan karya wisata dimulai. Ia rela melakukan apapun untuk Alina. Ia pikir, biasanya anak perempuan suka manja ketika berjauhan dengan orang tuanya. Ia kerahkan semua perhatian hanya pada Alina. Tapi setelah cukup lama diamati, Alina bukan tipe perempuan yang seperti itu. Alina mandiri dan independent. Bisa menjaga sekaligus mengontrol dirinya sendiri tanpa perlu bantuan orang lain. Alina bukan tipe perempuan manja yang suka sakit-sakitan jika berekreasi, atau pun tipe perempuan yang sering muntah, misalkan. Alina itu kuat, lalu Aidan pun semakin tertarik.

Apalagi karena memang Alina ternyata sangat sulit sekali untuk bisa merespon sikap-sikap manis yang Aidan berikan.

Alina itu cuek, pada dasarnya ia biasa saja. Seperti orang yang tak pernah merasakan jatuh cinta sebelumnya. Ia tahu, cinta itu penting bagi masa depannya sendiri, bagi keberlangsungan reproduksi manusia. Tapi ini belum saat yang tepat untuk itu.

Baru kemarin, Alina pernah merasakan apa itu Cinta. Namun pengharapannya diputus begitu saja oleh seorang Kakak Kelas yang suka tebar pesona kepada semua anak perempuan di sekolahnya. Ya, ia salah memilih orang tuk menjadi pelabuhannya. Lalu, ia juga pernah di dekati oleh seorang adik kelas yang memang kelihatannya polos. Namun ternyata, semua itu hanya kedok semata. Kepercayaannya dikhianati begitu saja. Ia diselingkuhi.

Maka dari itu, sulit sekali melabuhkan hatinya kembali pada siapapun.

Disisi lain, Aidan itu lelaki yang pantang menyerah. Sulit didefinisikan namun ia pekerja keras. Apapun ia berikan demi mendapat perhatian khusus dari Alina. Tapi ia lupa akan sesuatu, entah lupa atau memang tak bisa membedakan. Yang mana Cinta, yang mana Obsesi. Tentu saja, rasa suka ataupun cinta yang berlebihan bisa berpindah menjadi rasa obsesi yang membludak di dalam sukmanya. Mungkin, karena waktu atau karena belum mendapat respon terus dari Alina itu sendiri.

Alina geram, takut, dan sedih. Belum pernah ia melihat ada lelaki sekeras kepala itu yang mengejar dirinya.

Aidan malah sampai datang ke rumah Alina, hanya sekedar untuk meminta persetujuan restu dari ibu Alina. Tentu saja ibu Alina menolak, karena Alina memang dibesarkan dalam keluarga yang cukup mengerti akan akidah agamanya.

***
Tak tanggung-tanggung, namanya juga Aidan. Si pantang menyerah. Pekerja keras.

Dia selalu tahu keberadaan Alina dimana, sedang bersama siapa, dan sedang melakukan aktivitas apa. Lama lama ia pikir bisa menjadi stalker atau penguntit lah untuk trend jaman sekarang.

Mungkin Aidan pikir, Alina tak tahu mana kala ia mengikutinya.

Tapi sebenarnya, Alina lebih tahu.

Alina sudah tahu dan ia takut.

Takut akan sesuatu terjadi.

Takut akan semua kemungkinan yang bisa jadi Aidan lakukan ketika Alina sudah tak lagi bersama orang lain dalam arti--sedang sendirian.

Terlepas dari akal sehatnya, semenjak dijauhi oleh Alina, Aidan semakin baik. Baik dalam arti beragama. Baik-soleh, hijrah-katanya.

Entah ibadahnya diniatkan atas apa. Namun setelah beberapa bulan kemudian, lucunya Aidan tidak konsisten atas apa yang ia lakukan.

Sebulan berhijrah, sebulan maksiat.

Sebulan menshare video berfaedah, sebulannya lagi menshare video unfaedah di jejaring social medianya.

Kalian pasti tahu lah kebiasaan laki-laki nonton video apa, bukan? Tak perlu dijelaskan secara lebih rinci karena itu semua sudah menjadi rahasia umum.

Disisi lain, Alina tetap teguh pada pendiriannya. Ia tak merasa menyesal telah bersikap buruk dan melakukan perlawanan defensif kepada Aidan. Ya mungkin memang bagusnya seperti itu, kalaupun ada rasa menyesal, itu hanya sebagian dari rasa empati atau iba yang terbagi menjadi dua.

Lalu, hal yang paling menyeramkan lagi.

Suatu ketika Aidan bertanya, padahal kehidupan mereka berdua sudah terpisah oleh ribuan jarak yang mesti ditempuh.

"Lin, yang sabar ya. Aku tahu kamu baru renggang dengan seseorang, lalu dijatuhkan pula oleh peringkat prestasimu sekarang."

Sungguh, demi apapun itu menganggu dan mengejutkan sekaligus.

Aidan, jika kamu  dan salah satu dari temanmu membaca ini tolong perhatikan baik-baik.

Ikhlaskanlah Alina, si manis yang menusuk lewat kata-katanya. Maaf, karena Alina tidak pernah merasa menyesal tidak memilikimu di masa itu. Bahkan, sampai sekarang pun Alina tak tahu apa sebabnya. Tapi ayolah kita fokus pada kehidupan masing-masing sekarang. Sebentar lagi, citamu kau raih, ada di depan matamu. Alina yakin bahwa impianmu lebih menarik daripada hanya mengawasi kehidupan Alina disini.


[]

Kata Rin-du.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang