6. Bugatti Valcon

6.9K 1K 91
                                    


Pintu dibuka. Sebuah wajah antusias muncul di situ.

"Oh," gumam si pembuka pintu.

"Aku tadi mencoba menelepon untuk memberitahumu, Andrea, tapi..."

"Kupikir kau tukang piza!" gerutu Andrea Spinnings dari dalam apartemen. Dia pemuda jangkung yang sekepala lebih tinggi dari Joe, dan tubuhnya lebih kekar. Kulitnya sawo matang khas Amerika Latin, rambutnya keriting sebahu, potongan wajahnya bersiku tegas, dan alisnya yang tebal hitam legam. Dia sahabat terbaik Joe.

"Kau pesan piza?" tanya Joe, nyelonong masuk tanpa permisi karena dia tahu Andrea tak akan keberatan sama sekali.

Mata Andrea yang cokelat gelap seperti biji kopi mengamati Joe masuk. "Mendadak lapar."

"Bagus! Aku kelaparan banget nih!"

"Siapa bilang aku bersedia berbagi?"

"Kalau begitu pesankan aku seporsi lagi!"

"Enak saja! Kau kan punya satu milyar dolar!"

"Aku—"

"Aku hanya bercanda!" Andrea terkekeh lalu menggebuk punggung Joe keras-keras. "Omong-omong, kakimu kenapa? Kau terluka?"

"Ya. Mr Hendrickson menghajarku dengan sapu dan pengki. Tagihan uang sewa, kau tau kan? Saat-saat dia berubah jadi Godzilla..." Joe meringis. Kakinya mulai nyut-nyutan. "Kau punya..."

"Tentu." Andrea menghilang ke kamar mandi. Lalu dia kembali dengan kotak P3K. "Kau bisa balut sendiri atau tunggu ibuku pulang?"

"Trims, aku bisa sendiri."

Joe menggulung celananya. Ada memar-memar kemerahan di sekitar betis Joe, tempat Mr. Hendrickson mendaratkan batang sapunya yang tebal. Rasanya perih sekali.

"Kau harus lapor polisi," kata Andrea berang. "Sekarang kita punya bukti!"

"Kau berlebihan," kata Joe. Dia melihat kemarahan memercik di mata Andrea.

"Kau buta? Dia menghajarmu!"

Alasan Joe ke sini setiap kali hampir seluruhnya adalah interupsi hangat dari Mr. Hendrickson sehingga dia tak perlu repot-repot menjelaskan pada Andrea apa yang terjadi. Andrea hafal semua perbuatan Mr. Hendrickson pada Joe, dia bahkan pernah menulisnya dalam catatan. Pria tua pemilik apartemen itu memang suka semena-mena karena Joe sering terlewat membayar sewa. Andrea sudah lama ingin memenjarakan Mr. Hendrickson.

"Ini hanya memar," kata Joe, berpura-pura supaya terlihat tidak terlalu kesakitan. "Lagipula, salahkulah karena belum membayar uang sewa."

Andrea mendengus. Dia kelihatan ingin sekali menelepon polisi. "Kau tahu, sobat. Menurutku kau terlalu kalem terhadap pria itu!"

"Aku tidak suka ribut-ribut." Joe menyudahi. Dia mencoba mengganti topik. "Ibumu berangkat kerja lebih awal, ya?"

"Mmm. Yeah." Andrea mengangguk sambil melihat Joe terpincang-pincang pindah ke sofa sambil bersedekap. "Kadang-kadang aku bingung kenapa kau tidak memilih untuk tinggal di asrama kampus saja."

"Aku kan mahasiswa seni," jawab Joe lelah. "Asrama kampus hanya disediakan bagi mahasiswa baru dan—"

"Mereka yang memakai dasi dan jas saat kelas, oke, oke!" Andrea mengangkat tangan dengan lagak aku-tidak-cari-masalah.  "Aku kan cuma ngomong."

The Rich & The Lucky One [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang