OO1

31.1K 3K 169
                                    

Akhirnya, setelah hampir menghabiskan setengah malam duduk berdiri menyalami tamu undangan yang kurang lebihnya merupakan orang-orang penting kenalan Jung Jaehyun—tanpa membuang-buang waktu lebih lama lagi, Jung Jeno—si pengantin pria segera membawa Nana pulang ke apartemen milik nya.

Belum ada sapa, semenjak keduanya masuk ke dalam satu mobil yang sama setelah hampir setengah jam mendengarkan wejangan dan sedikit drama picisan dari Lee Taeyong untuk keduanya.

Jeno yang terlalu letih dan mengantuk, sedangkan Nana yang tidak tahu harus memulai obrolan darimana.

Sekelebat bayang kini memenuhi pikirnya, bagaimana sambutan peluk hangat yang ia dapatkan dari Taeyong yang kini telah sah menjadi mertua nya, lalu Lee Haechan—laki-laki sebaya yang barusan ia ketahui adalah suami dari Jung Minhyung—kakak dari suaminya.

Rasa bersalah itu tadi sedikit mengusik nya. Tapi bagaimana pun juga semua nya sudah terjadi sekarang. Saat ini dan tidak tahu sampai kapan tepatnya—yang perlu ia lakukan hanyalah berperan menjadi suami yang baik bagi Jeno.

Mengambil sedikit hatinya lalu jujur pada lelaki itu—meminta maaf tanpa perlu ada yang tersakiti adalah jalan terbaik yang bisa ia pikirkan saat ini.

—★

Nana sudah bersiap dengan tas besar dan sebuah koper di masing-masing tangan nya. Berjalan mengikuti Jeno dengan mulutnya yang masih setia bungkam. Tidak dipungkiri sebenarnya dia luar biasa kagum ketika untuk pertama kali melangkah memasuki apartemen milik suami nya itu.

Setelah sampai di depan sebuah pintu besar yang ia yakini adalah kamar utama, tiba-tiba saja Jeno menghentikan langkah nya—kalau saja Nana tidak dalam keadaan konsen mungkin jidat nya sudah terantuk dengan belakang kepala Jeno sekarang.

Laki-laki berhidung tinggi itu berbalik badan, membuat Nana tanpa sadar memundurkan sedikit langkah nya.

"Kau—kenapa kau terus mengikuti ku?"

Untuk beberapa saat Nana sendiri bingung dengan pertanyaan yang diajukan Jeno. Namun setelah berhasil menyambungkan kabel-kabel konslet di kepala nya, ia langsung saja mengangkat kedua tangan nya—dengan maksud menunjuk kan keberadaan koper dan juga tas yang masih berada dalam genggaman nya.

Jeno mendengus kecil, laki-laki yang masih dalam balutan jas hitam itu lalu mengeluarkan sebuah kunci dari saku celana nya dan menyodorkan nya kepada Nana.

"Kamar di sebelah sana, kau bisa menggunakan nya."

"Ya? Itu berarti… kita tidak satu kamar?"

Jeno mengernyit mendengar penuturan lelaki manis yang baru saja ia nikahi beberapa jam yang lalu itu.

"Tidak." jawab nya cepat.

"T-tapi—"

"Sudah cukup, tolong jangan berisik. Aku ingin tidur!"

Bibir tipis itu mengerucut, Nana masih belum paham kenapa Jeno menyuruh nya untuk menempati kamar lain. Bukankah mereka telah menikah? Tapi kemudian dia tiba-tiba saja merasa agak bersyukur.

"Tunggu sebentar."

Nana menoleh lagi kearah suami nya itu ketika Jeno kembali memanggil nya.

"Dengar," suara laki-laki itu kali ini agak mengecil,"tolong jangan beritahukan ini pada siapapun, terutama pada Bubu. Kita akan membahas ini lagi nanti."

"Ya?"

Tanpa alasan pintu dengan kusen putih itu entah kenapa tiba-tiba saja di banting cukup keras, meninggal kan Nana yang berjengit kaget mengusap dada nya.

When I Married UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang