OO3

20.4K 2.7K 169
                                    

Mau tidak mau, sudi tidak sudi, menurunkan ego yang tinggi, gengsi. Pada akhirnya Jeno ikut berakhir di sini. Di depan meja makan dimana beberapa makanan yang kelihatan enak hasil masakan Nana sudah siap tersaji.

Setelah Eric memaksa nya untuk duduk di sebelah lelaki manis itu, secepat kilat juga Hyunjin mengambil tempat di sebelah kanan lelaki manis itu. Jadi, Posisi Nana sekarang berada diantara kedua lelaki sipit itu.

Nana senang sekali, pada akhir nya suami nya itu akan mencicipi masakan nya. Tidak, ia tidak haus akan pujian. Entah kenapa hanya senang saja, mungkin fakta kini ia memasak bukan hanya untuk diri nya sendiri tapi juga untuk suami nya, sebagian kewajiban nya terpenuhi sekarang.

Nana sudah bersiap dengan centong nasi di tangan nya. Perhatian nya tidak lepas dari lelaki berhidung mancung itu sedari tadi.

"Mau kuambilkan?"

"Tidak perlu, aku bisa sendiri."

Menahan pergerakan nya, Nana berniat untuk duduk kembali sebelum sebuah piring kini di sodorkan ke arah nya.

"Kalau boleh aku juga mau diambilkan, hehe… " Nana menggeleng sembari tersenyum simpul lantas menyendok kan nasi ke dalam piring yang kini di pegang lelaki Hwang itu.

"Ayam nya sekalian,"

"Telur nya boleh, kelihatan nya enak,"

"Oh sayur nya juga… "

Eric mendengus tidak habis pikir dengan teman sesama sipit nya itu. Benar-benar bisa sekali modus nya."Hei hei, jadi sebenar nya siapa yang telah menikah di sini?"

Hyunjin menjulurkan lidah nya.
Sementara Nana hanya bisa terkekeh canggung.

Ia lalu menatap satu persatu lelaki disana yang kini sibuk mencicipi masakan nya. Lebih tepat nya ke arah lelaki yang sedang duduk di sebelah kiri nya saat ini.

Percayalah Nana rasa jantung nya berdebar lebih cepat seperti beberapa tahun yang lalu, saat ia mengikuti kontes memasak waktu itu. Ketika juri mencicipi makanan nya dan ketika Jeno mengunyah sama-sama mengakibat kan debar cemas yang sama di dada nya.

"Bagaimana, enak?"

Disela makan nya Eric sempat-sempat nya melirik kearah kedua pasangan itu,"Bagaimana, enak?" Tepat nya melempar ucap yang sama untuk menggoda Jeno.

"Hm, lumayan." Jeno tidak tahu kenapa Nana terus saja menatap nya. Bahkan kini melempar senyum hangat memandang nya.

Haus pujian, kah? Tapi sebenarnya ini benar-benar enak. Masakan nya enak seperti masakan Taeyong.

"Makanan nya enak. Terimakasih atas jamuannya."

Bomin angkat bicara, mewakili Jeno maksud nya, tidak habis pikir saja pada kelakuan Jeno yang baru-baru ini di ketahui nya, apakah temannya itu berusaha untuk bersikap denial?

"Ah terimakasih. " Nana tersenyum lebar mendengar nya.

—★

Setelah mengantar kan teman-teman nya ke depan untuk pulang, Jeno kembali berjalan ke arah dapur tepat nya ke arah kulkas untuk membasahi tenggorokan nya yang terasa kering saat ini.

Netranya lalu terarahkan kepada lelaki ber sweater pink yang kini sedang mencuci peralatan makan yang sudah kotor bekas tadi.

Tanpa sadar, botol yang tadi nya penuh dengan air dingin itu kini hanya tinggal menyisakan setengah nya, jadi sudah selama apa Jeno memperhatikan suaminya itu.

"Apakah biasa nya memang berpakaian seperti itu?"

"Aku?" Nana diam sejenak, memastikan bahwa Jeno memang sedang mengajak nya bicara saat ini. Dia kemudian mengangguk.

When I Married UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang