Jam telah menunjukkan pukul 5 sore, dan gue harusnya udah sampai rumah jam segini karena sekolah udah selesai sejam yang lalu. Namun karena gue masih menunggu Revan yang sedang rapat OSIS, sebelum dirinya resmi mundur dari jabatannya karena udah kelas akhir.
Gue terdampar di kantin yang sepi, dan beberapa pedagang yang sedang beres-beres mau pulang juga. Untungnya warung bu Rina tetep buka sampai benar-benar sekolah ditutup, jadi gue masih bisa ngemilin piscok dan segelas nutrisari kesukaan gue. Disini paling da best menurut gue piscoknya, karena ukurannya yang lumayan gede dan coklatnya yang nggak pelit. Beda sama yang sebelahnya. Oke, nggak boleh ngomongin orang. Tiap penjual beda porsi, sebagai pembeli nggak usah protes. Mau ya beli, nggak di beli nggak apa-apa.
Gue nggak sadar kalau di depan gue udah ada orang yang nemenin gue duduk, saking seriusnya liat beranda twitter gue yang lumayan menghibur. Untuk mengisi kegabutan gue itu ada dua; liat beranda twitter dan main free fire.
"Kok belum pulang, Tha?"
Gue agak kaget liat Darren yang sekarang udah duduk manis di depan gue. Semenjak kejadian tempo hari, gue benar-benar malas berhubungan sama Darren lagi. Bukan berarti gue musuhan sama dia, nggak. Gue cuma menghindari dia agar nggak ada kesalahpahaman lagi kayak terakhir kalinya.
Please, gue nggak mau kena gampar cewek lain lagi.
"Masih nunggu Revan. Lo sendiri?"
"Sama," katanya, "gue juga nunggu Karin."
Gue menganggukkan kepala, nggak kaget kalau Darren udah dapat penggantinya Luna secepat itu. Gue udah menyangka dari awal, nggak mungkin Darren nggak punya serepan. Bahkan dari dulu.
"Mau, Dar? Lumayan nih ngisi perut," tawar gue sembari menyodorkan piring yang kini tinggal berisi tiga piscok. Tadi gue beli delapan, nggak nyadar gue udah ngabisin lima sendirian.
"Lapar ya, lu?" Darren terkekeh, mencomot satu piscoknya ke mulutnya. "Masih suka nutrisari aja lo."
"Minuman wajib, Dar, nggak boleh ketinggalan."
Gue tertawa pelan. Di rumah pun gue stok nutrisari, fyi. Tapi sehari gue batesin minum dua kali aja. Gue sendiri bingung sejak kapan gue doyan banget minum nutrisari, apalagi yang rasa jeruk nipis ini jadi favorit gue banget. Karena gue emang suka yang asem-asem gitu sih.
"Oh iya, lo sama Revan udah sampe mana?" Darren kembali membuka percakapan, setelah menghabiskan dua piscok gue. Doyan juga dia.
Gue mengernyit bingung, "Sampe mana maksudnya?"
"Gue denger dari Dika lo hts sama dia?"
Gue senyum tipis.
"Nggak hts juga sih. Rumit kalau dijelasin."
"Jangan tahan sama cowok yang nggak ngasih kepastian, Tha. Lo yang rugi sendiri."
"Gue nggak minta juga tuh."
"Yakin?" Darren mengangkat sebelah alisnya.
Gue mengangguk yakin. "Ada beberapa alasan yang lo nggak tahu kenapa gue bisa bilang gini. Selama gue nyaman dengan Revan kayak gini doang nggak masalah sih. Toh status nggak menjamin juga. Ya nggak?"
"Lo tuh emang bisa ya, Tha, ngomong sekalian menyindir."
"Oh, keahlian gue itu sekarang," gue menepuk dada dengan bangga. "Lo sendiri gimana? Cepet amat move on-nya."
"Nggak juga sih, Tha. Gue susah move on kalau sama cewek yang bener-bener gue sayang."
"Berarti sama Luna nggak?"
![](https://img.wattpad.com/cover/178446734-288-k914980.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Home [Chanyeol X Nayeon]
General Fiction(n). The person or place you want to return to over and over. "She'll always be his home."