Selesai ujian hari pertama, gue buru-buru keluar dari kelas. Karena lagi ujian, tempat duduknya pun diatur sesuai abjad perkelas. Gue dan Kenny jelas pisah kelas, karena digabung juga sama kelas lain. Kenny masih kedapetan sekelas sama teman sekelas sendiri, sedangkan gue udah dicampur sama anak IIS-4. Masih beruntungnya gue nggak duduk paling depan, masih tengah-tengah.
Langkah kaki gue langsung menuju kelas MIA-2, kelas tempat Dika ujian. Dia sama kayak gue, terbuang dari kelasnya sendiri dan misah sama Darren. Tetapi saat gue udah sampai di kelasnya dia, ternyata masih cukup ramai dan belum keluar semuanya.
Darren juga ada disana, dan juga Revan yang masih membereskan barang-barangnya yang ada diatas meja. Revan tersenyum saat melihat gue masuk, namun berganti dengan kerutan diwajahnya ketika melihat wajah tidak ramah gue. Gue dalam mood yang ingin mengajak orang ribut, percayalah.
Setelah gue LINE Dika tempo hari soal pilih salah satu antara Inta dan Safira, Dika membalas chat gue dengan santainya bilang kalau itu bukan masalah gue. Tentu aja gue gondok setengah mati sama dia. Dibilangin kok batu banget gitu. Darren juga bilangin gue untuk nggak ngurusin permasalahannya Dika.
Gue nggak bisa diem aja liat temen gue nggak bener begini. Darren bisa cuek mungkin karena dia merasa sejenis sama Dika (playboy) makanya dia biasa aja saat gue cerita kalau Dika selingkuh lagi. Sebagai cewek jelas gue nggak terima kaum gue dimainin kayak gini dong. Apalagi yang mainin teman dekat gue sendiri. Gimana nggak timbul rasa ingin memutilasi coba?
"Bego!" Seru gue saat udah sampai di mejanya Dika, dan menggebuk punggung dia berkali-kali saking marahnya. "Bego banget sih lo! Bego! Tolol!"
Dika terus mengaduh. "Duh, Tha, sakit, anjir! Dar, cewek lo barbar banget sih."
Darren segera bergerak dan menahan bahu gue untuk memberikan jarak antara gue dan Dika. Tapi gue masih berusaha lepas dari kungkungan Darren. Gue belum puas mukulin cowok nggak tahu diri satu ini. Bodo amat gue jadi tontonan anak kelas MIA-1 sama 2. Biar sekalian pada tahu sebrengsek apa seorang Shandika Dwiraga Putra ini.
"Tha, udah, Tha," gue mendengar suara Revan yang sepertinya juga udah dibelakang gue, bantuin Darren megangin gue biar nggak kalap.
Gue menatap Dika dengan nyalang, hingga membuat dia meringis sambil mengelus bahunya yang habis gue pukulin tadi.
"Kamu kenapa sih, By?" tanya Darren, tapi lagi-lagi gue abaikan karena fokus gue cuma buat Dika saat ini.
"Sini nggak lo! Pengen gue gatak kepala lo biar bener!" sungut gue.
"Salah apa sih gue, Tha?"
"Pake nanya!" Gue meraung. "Musnah aja lo, Dik!"
Dengan kesal gue menghentakkan kaki, sebelum melepaskan pegangan Darren dan Revan di bahu gue, dan berjalan keluar kelasnya Dika. Gue mendengar teriakan Darren di belakang, namun nggak gue acuhkan. Gue terus jalan menuju gerbang sekolah. Tapi sebelum itu, Darren telah berhasil memegang tangan gue dan menarik gue untuk berjalan ke parkiran.
Gue pengen protes, tapi Darren keburu menyela dengan nada final.
"Pulangnya tetep sama aku!"
Bibir gue mencebik, dan mata gue kembali menyorotkan sinar kebencian saat gue lihat Dika juga udah ada di parkiran, disamping motornya. Mukanya terlihat songong seperti biasa, kayak nggak ada merasa bersalahnya sama sekali. Tolong, pengen gue garot manusia satu ini.
"Ada masalah apaan sih lo, Tha, sama gue?" Dika berkata dengan tenang. "Jangan dateng-dateng mukulin gue. Gue ngga ngerti bahasa pukulan lo."
"Lo masih nggak sadar salah lo dimana?" tanya gue berapi-api.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home [Chanyeol X Nayeon]
General Fiction(n). The person or place you want to return to over and over. "She'll always be his home."