11. Alasan

14 4 0
                                    

"Bunda nyuruh lo nginep disini" ujar Brandon menatap Widy.

"Seragam gue masih di rumah" sahut Widy lalu meletakkan keripik Qoqtela di tempat semula.

"Biar pak Imam yang nganterin"

"Jangan, kasian, mending lo aja"

"Ngga" ketus Brandon.

"Yauda, gue aja" Widy beranjak turun dari ranjang Brandon.

"Mau naek apa?" Tanya Brandon

"Ecie... Perhatian" sahut Widy datar.

"Ngga gitu, kalo lo balik balik ngga lengkap, gue yang dicincang bunda" Brandon berjalan cepat mendahului Widy dan menuju garasi.

Brandon mengeluarkan motor Pahrio hitamnya dari kandang.

"Buruan naik" titahnya pada Widy.

Widy mengangguk dan berjalan kearah jok belakang motor Brandon. Udara sangat dingin, sialnya Widy tak memakai jaket. Dia malah menggunakan baju lengan pendek dan celana di atas lutut.

Setelah melewati bermeter meter jalan akhirnya mereka sampai di pekarangan rumah Widy. Beberapa kali Brandon membunyikan klakson motor, akhirnya pak Imam membukakan gerbang putih berukir bunga itu.

"Makasih pak Imam" Widy tersenyum pada pak imam dan di balas olehnya.

Widy membuka pintu dan menuju kamarnya yang berada di lantai 2. Ia mengambil seragam yang akan di gunakan besok pagi beserta buku yang akan di jadwalkan besok. Merasa sudah cukup, ia mengambil ransel hitam agak besar miliknya. Ia turun dan mendapati Brandon sedang berbincang bincang, sesekali pak imam tertawa.

"Kuy" ujar Widy ketika sudah berada di hadapan Brandon.

"Pak imam mau ngomong bentar"

"Non, ada kabar baik non" jawab pak imam antusias.

"Apa pak?"

"Nyonya besar mau pulang besok pagi, kemarin lusa ngga jadi karena nemenin den Nelson, den Nelson sakit dan tiba tiba drop abis dari kam-"

"Loh? Ko bisa sih pak?" Cicit Widy.

"Jadi gini, den Nelson sakit karena kebanyakan kegiatan di kampus. Pas pulang ke asrama dia mimisan abis itu pingsan non. Temen asramanya juga ngga kalah panik dari nyonya besar"

Jadi itu alasan bundanya tak pulang? Tapi, mengapa ia tak mengatakan yang sebenarnya? Kalau jujur, pasti Widy akan mengerti.

"Tapi, mamah ngga bilang ke aku? Malah bang Nelson bilang mamah ada kerjaan" jawab Widy dengan nada tak percaya.

"Kalo yang itu, saya ngga tahu non" Pak imam menatap Widy "mungkin agar non Widy ngga khawatir" lanjutnya

"Mungkin itu alasannya Wid, udah jangan dipikirin, ayo balik" Brandon menarik pergelangan tangan Widy.

Widy hanya ikut saja. Tapi setelah beberapa langkah ia menghempaskan tangan Brandon lalu berbalik menuju arah pak imam yang berdiri tegak di pekarangan. Widy memeluk pak imam dan tersenyum.

"Makasih pak, bapak udah Widy anggep ayah sendiri, Widy sayang pak imam" ia sangat bersyukur pada pak imam yang sudah 10 tahun setia bekerja di rumah Widy. Waktu kecil juga yang sering mengambil raportnya adalah pak imam. Dulu ia sempat malu karena dandanan pak imam kala itu sangat kentara seperti sopir. Namun, semenjak mama menasihatinya, ia jadi mengerti.

"Iya non, makasih non, udah ngga bawel kayak dulu lagi hehehe" kekeh pak imam sembari mengelus punggung Widy menenangkan.

"Woy! Ayo buruan" teriak Brandon ketus.

FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang