Dusk(1)

106 5 1
                                    

Semburat jingga dari sesuatu yang bernama senja. Selalu ini yang menjadi kesukaan seorang Senjani Cianara. Tidak ada hal lain yang mampu menandingi pesona senja dimatanya, gadis yang kerap disapa Cian ini begitu mengagumi ciptaan Tuhan yang bernama senja.

"Wooooy"

"Bisa ga sih lo, engga teriak teriak. Kaga budek gue nya elaah" Cianara mengusap-usap kupingnya karena terasa berdenging setelah diteriaki anak kampret

Deyasa Adyarisky manusia pertaman yang amat sangat gemar mengusik hidup Cianara, laki-laki itu adalah tetangga seberang rumah Cianara sekaligus merangkap sebagai sahabat Cianara.

"Yaelaah biasanya juga budek" ucap Deyasa santai

"Yee sialan lo ya" Cianara memukul pundak Deyasa pelan

"Ayo pulang Ci, udah mau maghrib nih"

"Bentar lagi Yas, masih bagus banget ini senja nya" Cianara masih sibuk membidik jingga yang sedang merekah itu dengan handphonenya

Deyasa hanya memutar bola matanya malas. Harusnya sekarang Deyasa sedang berleha-leha dikamarnya, tapi manusia satu ini malah datang merecoki acara bersantainya. Memang tidak tau diri Cianara ini.

Sekarang Cianara dan Deyasa sedang berada di bukit dekat rumah mereka. Tidak terlalu tinggi, tapi pantas disebut bukit.
Tempat kesukaan Cianara untuk menikmati Surya yang akan tenggelam.

Sebenarnya Cianara dilarang Bundanya untuk keluar saat maghrib-maghrib begini.

Tapi namanya juga Cianara, larangan itu diciptakan untuk dilanggar. Begitu pikirnya.

Untung saja hari ini Bundanya sedang pergi bersama Adiknya. Dan Ayahnya jelas kerja sampai malam. Jadi, Cianara bisa menyambangi tempat ini, dengan menyeret Deyasa untuk menemaninya tentunya.

"Cian, ayoo balik. udah azan tuuh, engga denger apa kuping lo?" Ucap Deyasa kesal

"Ihh bentar Yas, nanggung nih lagi bagus-bagusnya. Engga liat apa mata lo?"

Wah memang kampret makhluk satu ini.

"Eh katanya Wewegombel suka keluar maghrib-maghrib begini loh"

Bulu kuduk Cianara merinding seketika.

"Terus katanya mbak Wewe tuh suka nyulik anak yang badannya kecil kaya lo" Deyasa ini memang gemar sekali membuat Cianara takut

"Serius, Yas?"

"Iyaa seriuus"

Cianara sudah memasang kuda-kuda untuk lari

"Lari jangan?" Deyasa mengangkat sebelah alisnya

"Boleh"

Belum sempat Deyasa menjawab lagi, Cianara sudah lari ngibrit meninggalkan Deyasa.

Sedangkan Deyasa hanya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah blo'on sahabatnya itu. Lagipula mana mau mbak Wewe menyulik makhluk menyebalkan sepertinya Cianara

Deyasa mensejajarkan langkah larinya dengan Cianara.
"Ayoo Ci, cepetan larinya keburu mbak Wewe nya ngejar"

"Waaaa Deyas, berisik banget sih lagi fokus nih" Cianara berteriak sambil terus lari, kan tidak lucu kalau nanti ia diculik mbak Wewe dan dikembalikan diatas pohon rambutan.

Orang-orang yang akan pergi ke masjid menatap Cianara dengan aneh. Bagaiman tidak? Sekarang Cianara hanya mengenakan piyama bergambar sapi dan menenteng sandal jepitnya.

Sungguh, Deyasa berhasil mengerjai Cianara.

Cianara berhenti dan menaruh sandalnya diatas aspal, ia memegangi lututnya dan mengatur nafasnya yang seakan lari meninggalkanya.

"Kok berenti sih, Ci. Ntar kalo mbak Wewenya berhasil nangkep lo gimana?" Deyasa masih melanjutkan acara mengerjai Cianara

"Bentar dulu kampret, cape guee" ucap Cianara dengan nafas tersengal-sengal

Deyasa menahan tawanya melihat ekspresi lucu Cianara. Kalau tidak begini, mungkin Cianara tidak akan mau pulang sampai subuh

"Yas, kita solat dulu yuk di masjid" Cianara menengok kearah masjid

Deyasa terlihat sedang berpikir

"Ayoo Yas, lagian jarang ini kita solat ke masjid" bujuk Cianara

Benar juga apa yang dibilang Cianara barusan, lagipula memang ia sangat jarang sholat berjamaah di masjid, palingan hanya saat sholat Jum'at. Dasar anak muda

"Yaudah, yuk" Deyasa menggandeng tangan Cianara memasuki halaman masjid

"Eeh benar-benar" tiba-tiba Cianara berbalik

"Aduuh apaan sih, Ci?"

"Sendal gue ketinggalan"
Cianara hanya menyengir tanpa merasa berdosa

"Astaghfirullah" Deyasa menggelengkan kepalanya sambil berkacak pinggang

"Yuk, masuk" Cianara jalan mendahului Deyasa

Tuhkan, tidak tahu diri memang.

Selesai sholat, Deyasa menunggu Cianara sambil duduk di teras masjid.

"Woooy" Cianara menoyor kepala Deyasa

"Dih anak kampret"

Tanpa rasa bersalah, Cianara hanya mengedikkan bahunya

"Lama amat sih lo" semprot Deyasa

"Yee kan gue kudu ngelipet mukena dulu, makanya jadi cewe biar ngerti" Cianara lalu jalan mendahului Deyasa

"Lah si Narti ngelunjak"

"Cian?"

"Hm"

"Mbak Wewe" dan Deyasa masih setia melanjutkan acara mengerjai Cianara

Cianara langsung menatap horor kearah Deyasa

"Deyasa sialaaan, udah lupa juga gue, malah diingetin lagi" Cianara lari sambil berteriak-teriak. Jelas dihadiahi tatapan aneh orang-orang yang pulang dari masjid

Deyasa menyusul Cianara sambil terus terbahak.

Cianara sudah sampai didepan rumahnya, bersama Deyasa tentunya. Berkat larinya yang secepat kilat Cianara bisa cepat sampai rumah dan tidak bertemu dengan mbak Wewe

"Dah sono pulang, gue mau masuk" ucap Cianara sambil membuka gerbang rumahnya

Deyasa melotot heran, sungguh tidak tahu diri makhluk satu ini.
"Sama-sama" sindir Deyasa

Cianara berbalik dan menyalami tangan Deyasa. "Makasih Deyasa bau kambing"

"Wah ngelunjak" Deyasa manarik baju bagian belakang Cianara

"Ih ih lepasin monyeeet"

"Engga tau terimakasih emang, dasar anakan kadal" Deyasa mencubit pipi Cianara dengan keras

"Sakit Bambaang" Cianara mengusap-usap pipinya

"Yaudah buruan masuk Narti, keburu ada mbak Wewe"

"Hiih bodoamaaat" Cianara langsung lari ngibrit memasuki rumahnya

Lagi-lagi Deyasa hanya terbahak. Lebih baik dia menyuruh Cianara masuk, daripada harus berdebat dengan Cianara sampai besok pagi.

"Assalamualaikum" Cianara berjalan pelan seperti maling dirumahnya sendiri, ia takut kalau Bundanya sudah pulang dan tau kalau dia keluar maghrib-maghrib, bisa-bisa dimarah sampai lusa.

Dan akhirnya dia bisa bernafas lega, karena ternyata Bundanya belum pulang.

Rejeki anak sholeh. Seru batin Cianara

Vote and coment teman teman:')

DuskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang