Dusk(3)

47 5 0
                                    

Tatapan redup dari netranya sungguh menenangkan. Selayaknya semburat senja yang merekah di cakrawala.


-------------------------------------------

Setelah Cianara melihat suara siapa yang memanggilnya. Tiba tiba saja jantungnya seperti lari maraton duaratus putaran.

Tatapannya menenangkan.

Ya, kira-kira seperti itu seru batin Cianara. Dasar lebay.

Cianara masih asik menatap netra yang sekarang sedang terkekeh itu.

"Gue saranin lo jangan lari-lari"

"Hah" Cianara mengernyitkan dahinya seperti orang tidak mengerti. Ya maklum namanya juga otak pas-pasan.

"Ikat tali sepatu lo lepas."

Cianara hanya melirik kearah kakinya tanpa mau membenarkannya.

Demi planet pluto yang sekarang sudah tidak dianggap. Ingin sekali Cianara melompat dan berguling-guling saat itu juga.

Bagaimana tidak. Laki-laki yang belum diketahui asal usulnya ini sedang berjongkok dan membenarkan ikat tali sepatu Cianara.

"Lo gak mau kan jatuh gara-gara nginjek tali sepatu sendiri?" Laki-laki ini masih sibuk mengikat tali sepatu Cianara.

Dan Cianara hanya menggeleng. Karna jujur saja Cianara sendiri masih sedikit bingung dengan perlakuan laki-laki ini.

"Gak lucu banget kalo misalkan pagi-pagi bibir lo udah jontor" sambil berdiri laki-laki ini menyunggingkan senyum kepada Cianara.

Ah dia tau saja kalau Cianara ini mudah terpesona pada senyum yang berlesung seperti itu. Sialan sekali bukan?

Laki-laki itu akan melangkahkan kaki untuk pergi.

"Makasih" tentu saja Cianara tidak ingin dikatai tidak tahu diri.

Laki-laki itu berbalik masih dengan senyumnya sambil melirik kearah nametag Cianara. "Senjani Cianara" gumam laki-laki itu yang masih bisa terdengar oleh telinga Cianara.

Setelah laki-laki itu pergi Cianara baru menggunakan otaknya untuk berpikir "Cowok tadi siapa ya. Kok gue gak pernah liat" sambil mengatuk-ngatuk dagunya dengan jari telunjuk.

Setelah bermenit-menit Cianara berpikir dan tidak menemukan jawaban apapun, Cianara segera berjalan ke kelasnya. "Bodoamat ah gak kenal gue"

"Hay teman-temanku" dengan gaya alaynya.

"Ciaan gue gak kangen sama lo" Aqisa berlari memeluk Cianara.

"Gak kangen, tapi lo meluk gue monyet" Dan Cianara membalas pelukan Aqisa. Sekarang mereka benar-benar seperti Teletubbies.

"Dih iya ya ngapain gue peluk peluk lo najis yaampuun"
Ucap Aqisa mendramatisir sambil mengibas-ngibaskan tanganya.

"Setan ya lo qis"

Sedang aqisa hanya menyengirkan giginya lebar-lebar. "Eh lo duduk sebangku sama gue dong" ucap Aqisa sambil memelas melaskan wajahnya.

"Iya lagian gue juga udah bosen sebangku sama ulet bulu, gatel-gatel gue" dan perkataan Cianara ini sukses membuat Aqisa terbahak.

Aqisa ini teman dekat Cianara, teman menggila, ya intinya sahabat Cianara setelah Deyasa.

"Yaampun Cian, libur sebulan tetep aja lo kecil. Cuma suara doang yang makin gede"

Dasar Artha kalau berbicara suka benar. Laki-laki ini juga termasuk dalam daftar orang yang suka menggoda Cianara.

"Aduh Artha libur sebulan makin butek aja kulit lo" Cianara juga tidak mau kalah, dia melontarkan hujatan yang memang nyata adanya. Enak saja dia dinistakan.

Dan terjadilah aksi saling menghujat antara Artha dan Cianara lalu disusul oleh Deyasa. Yasudah memang begitu kerjaan mereka bertiga setiap hari.

Artha ini teman sebangku Deyasa. Dan laki-laki ini memang gemar mengusik Cianara. Sama lah seperti Deyasa. Dasar dua sejoli pedagang bakmie.

"Aduuh kalian berdua kalo kangen sama gue tuh bilang aja, gak usah sok sokan modus jailin" dengan percaya diri Cianara berbicara sambil membenarkan rambutnya yang sudah seperti gembel karena diacak acak oleh dua sejoli itu.

Sedang kedua sejoli itu malah tertawa terbahak-bahak seperti orang tidak berdosa.

"Mau ke kantin gak lo?" Tawar Deyasa yang masih belum meredakan tawanya.

"Gak" jawab Cianara yang sedang memonyongkan bibirnya semonyong-monyongnya.

Dan kedua sejoli itu berlari keluar kelas dengan tawanya yang masih belum reda. Dasar dua semprul.

"Aqisaaa kesel gue"
Cianara berjalan kearah Aqisa dengan menghentak-hentakan kakinya dan dengan bibir yang masih setia dimonyongkan.

"Haha bisa gak muka lo gak usah digituin. Sumpah ya lo udah mirip bebeknya tetangga gue. Jiji gue" malah sekarang Aqisa yang menertawainya.

Sial sekali sudah dibully pagi-pagi ditertawai pula. Kurang sialan apalagi?

"Gak usah ketawa lo. Gak ada yang lucu"

"Iya iya Cian maap maap" Aqisa sambil berusaha meredakan tawanya. Yang sebenarnya masih ingin menertawai Cianara.

Sedang cianara yang memutar bola matanya dan menidurkan kepalanya diatas meja. Malas sekali pikirnya.

"Eh Cian" panggil Aqisa sambil menggoyangkan lengan Cianara.

"Apaan"

"Katanya ada anak baru loh. Kelas sebelas. Cowok lagi"

"Iyatah?"

"Iya, kata anak anak sih cakep"

"Masa?"

"Ih serius Cian, penasaran gue sama anaknya"

"Bodoamaaat" Cianara menjawab kesal kewajah Aqisa dan kembali menidurkan kepalanya dimeja.

"Ih Ciaan gitu lo mah" ucap Aqisa kesal. Lalu ikut menidurkan kepalanya dimeja.

Tiba-tiba Cianara mengingat laki-laki yang tadi mengikat tali sepatunya.

Dia siapa ya?

Batin Cianara bermonolog ria.

Vote and coment teman teman:')

DuskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang