rasa?

14 2 0
                                    

Meski waktu datang dan berlalu sampai kau tiada bertahan 🎤🎤

****

Semenjak hari itu, Rere tak pernah lagi bertemu dengan kak Rafa. Kak Rafa hilang bak ditelan bumi. Komunikasi lewat ponsel pintar pun, tidak ada.

Rere fikir, dengan mereka bertukar nomor, mereka akan sering berkomunikasi. Nyatanya tidak!

Lalu, untuk apa kak Rafa mengambil nomornya dan mengsave nomornya? Untuk pajangan kah? atau untuk memenuhi kontak di ponselnya?

"Re, makan somay fekon yuk" ajak Dea tiba-tiba.

Bukannya menjawab, Rere hanya menatap Dea dengan heran, sebab tumben Dea mengajaknya makan somay, biasanya kalau bukan minum air kelapa, bakso pak kumis kalau tidak mentok ke gado-gado depan kos.

Dea yang kesal karna tak di respon, langsung memukul bahu Rere.

"auh, sakit"

Melihat Rere kesakitan, Dea hanya mencibir, "mangkannya kalau orang ngomong di dengar dan di lihat"

Bukannya tersindir, Rere hanya menatap sinis Dea sambil mengacungkan jari tengahnya dan berkata pakyu dengan mata yang dibuat melotot. Melihat kelakuan Rere, hanya membuat Dea tertawa tak lupa pula dia membalas mengacungkan jari tengahnya tetapi tak hanya satu tangan melainkan dua tangan.

"menang gue, punya gue dua dan elo cuma satu" kata Dea disertai dengan tawa.

Melihat kelakuan Dea membuat Rere ingin memasukkannya ke dalam karung setelah itu ia buang ke laut atau tidak, dia bawa ke buaya berkalung ban biar jadi santapannya sekalian.

"duh, muka lo sans dong sistah, jangan tegang gitu" ledek Dea sebab melihat muka Rere yang tegang.

"ayo dong Re, kita makan somay fekon" sambung Dea lagi tanpa memberi kesempatan Rere berbicara.

"yaudah" jawab Rere dengan cuek. Dea yang mendengar itu hanya menghembuskan nafasnya dengan pelan. Siaga satu, sebab mood Rere tidak bagus.

Sesampainya di parkiran, Rere mengumpat sebab si blacki tidak bisa keluar karna terkurung di antara motor para mahasiswa maupun mahasiswi.

"ah, gimana dong. Blacki kagak biar keluar" katanya sambil melihat-lihat apakah ada jalan untuk blacki.

Bukannya Dea ikut panik atau sebagainya, justru Dea terlihat biasa saja. Catat biasa saja.!

"duh Re, jangan kaya orang bloon deh. Kita kan kesini satu-satu motor. Jadi, kan masih ada motor gue. Pake punya gue aja"

Mendengar itu, Rere langsung menepuk jidatnya sambil berkata, "duh bodoh banget sih gue. Yaudah pake motor lo aja tapi, lo yang bonceng gue"

Mendengar itu, membuat Dea menatap sinis Rere tak lupa pula kedua sudut bibirnya di tekuk.

Udah ketebak endingnya!

****

Sesampainya di depan Somay fekon, ternyata seperti hari-hari biasanya. Tetap ramai! Somay fekon tidak pernah tidak ramai selalu saja ramai. Sebelum di pindahkan di depan kampus, somay fekon terletak di dalam area fakultas ekonomi tepatnya di dekat bte 12.

Setelah mereka selesai mengambil somay masing-masing ke mangkuk, Meraka memilih tempat duduk. Beruntung somay fekon sekarang tempatnya seperti warung makan sehingga lebih memudahkan ketimbang waktu masih di dalam area fekon yang di mana mau makan aja ribet bingung nyari tempat duduk.

Saat sedang asik menikmati somay, mata Rere tak sengaja melihat sesuatu lebih tepatnya seseorang yang sudah lama ia tak lihat.

Seseorang yang mungkin masih ada di dalam hatinya, seseorang yang amat sangat dia rindukan dan dia, seseorang yang membuat Rere juga terluka.

Lo gak pernah berubah, dari dulu sampai sekarang Lo tetep suka makan somay.

Rere masih saja memandang Najma, sampe sampe Najma membalas tatapan mata Rere namun, tak ada senyum yang terlukis dari bibir Rere maupun Najma. Meraka bak dua orang asing yang tak pernah bertemu.


Kecewa? Itulah yang Rere rasakan namun Rere sadar bahwa siapa dia? Dia hanya mantan yang mungkin tak di anggap oleh Najma.

Huft! Hanya itu yang bisa Rere lakukan membuang nafas secara terus menerus guna membuat rasa sesak di dadanya berkurang.

Tanpa Rere sadari, Dea memperhatikannya. Melihat gelagat Rere mulai tak beres, Dea mengikuti arah pandang Rere dan boom!

Mata Dea langsung biru, ada cogan. Mana bening lagi. Dan Dea merasa gagal menjadi wanita sebab dia lebih mulus dari pada muka Dea dan Dea merasa gagal memakai skincare tiap hari .

Dengan memperhatikan Najma, Dea Seakan lupa daratan. Pasalnya ia terus memperhatikannya. Saat Najma berdiri dan berjalan, Dea gelagapan.

Mampus, Gimana nih, dia mau nyamperin lagi. Duh! Apa gara gara gue pelototi kali ya?

Eh, loh? Kok malah terus-terus sih hah apaan nih? Dia kok gak berhenti di meja sini kok malah terus.

Di luar ekspektasi, ternyata Najma sudah selesai makan dan dia sama sekali tidak ada niatan berhenti di meja Dea dan Rere melainkan menuju pintu keluar.

Dasar, Dea nya aja ke geeran!

"Gue udah nih, De" kata Rere dengan suara yang lirih. Bisa di bilang nada suara seperti ingin menangis.

Dea mendengar itu langsung tersadar dan menatap Rere, " Lo kenapa? Kek orang mo nangis? Perasaan tadi biasa-biasa aja deh" tanya Dea dengan heran.

"Gak papa kok" jawab Rere tak lupa pula dengan senyumannya.

"Udah yuk, balik" sambung Rere dan langsung meninggalkan Dea yang masih bingung dengan sikap Rere.

***

TBC🐣
Happy reading 💙

PELANGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang