Lima : Suspicious

110 24 7
                                    

*vhrooooom*

Suara motor Rizki menderu memasuki halaman kontrakan, ia mematikan kontak mesin motornya setelah terparkir rapih di dalam garasi yang cukup melompong karena tidak ada Civic hitam milik Andrean yang terparkir disana.

*hatsyuuuu*

"Assalammu'alaikum ya ahli kubur." Rizki masuk ke ruang tamu. Ia melihat teman-temannya sedang bermain PES dengan wajah penuh corengan bedak tanda mereka sedang taruhan.

"Wa'alaikumsalam. Eh, kang Rizki udah pulang? Lho kang Rizki kok lemes? Engga enak badan ya? Utuk..Utuk...Kaciaaann..." Ridho menghampiri Rizki dan mengecek dahinya yang terasa hangat.

"Aaaaaa... Kang Rizki kok atit... Ayo kita beli anggur merah biar cepat sembuh." Ibam tersenyum sambil menaik­-turunkan alisnya beberapa kali.

"Aaaaaah kang Rizki sate padang aku manaaaa?" Dimas guling-gulingan gemas ke arah Rizki seperti anak kecil yang meminta mainan kepada orang tuanya.

"SAMPAH LU PADA SAMPAH! Ini pasti gegara multichat ta­... Hastsyuuu..." Rizki kembali bersin sebelum membuat anak-anak kontrakan reflek menutup hidung dan mulut mereka. "Mending kerokin gua deh, masuk angin nih kayaknya," lanjut ucapnya.

"Masih mending masuk angin, dari pada masuk penjara," sahut Ridho.

Dimas sudah bersiap melempar helm miliknya, namun masih sayang. "Yaudah lu bersih-bersih dulu sana, nanti gua ke kamar. Lu punya uang koinnya, kan?"

Rizki mengangguk, kemudian pergi menuju kamarnya untuk bersih-bersih dan ganti baju.

*****

Di dalam mobil Nadila.

"Jadi, gimana abang Rizkinya? Dipakain jaket sama dinyanyiin juga. Baru kali ini loh, gua lihat si Rizki inisiatif kayak gitu." Canda Astrid mencoba untuk mengorek kesan pertama Nadila setelah bertemu Rizki.

"Hahaha... harus jawab apa ya? Baru pertama kali ketemu jadi belum gimana-gimana. Tapi dia seru diajak ngobrolnya, lucu juga, suka kikuk sendiri hahaha."

"Terus kalau udah sering ketemu mau diapain? Mau dipacarin engga abang Rizkinya?" Astrid terus menggoda.

Nadila hanya tertawa kecil. Astrid bisa melihat bagaimana reaksi Nadila yang tersipu-sipu tiap ketika ia menyebut nama Rizki.

"Astagfirullah! Sweater dia masih gua pakai! Gimana dong, As? Kasihan dia motoran Cuma pakai kaos doang, mana udaranya dingin banget." Nadila sedikit panik dan langsung menepi.

Astrid mengambil ponselnya mencoba untuk menghubungi Rizki, namun tidak dijawab. Rizki pasti sedang konsentrasi mengendarai motornya. "Kita jalan dulu aja, siapa tahu papasan di jalan."

Selama di perjalanan pulang menuju kosan, keduanya tidak kunjung melihat Rizki bersama motor putihnya. Nadila berpikir mungkin Rizki sudah sampai di rumah. Akhirnya ia memutuskan untuk mengembalikan sweater tersebut di lain waktu.

"Nad, mampir dulu ke tukang doclang langganan ya. Lapar gua."

Nadila menoleh dengan sebelah alisnya terangkat. "Bukannya lu lagi..."

"Ssssttt... Gua tahu lu pasti mau ngomong soal diet, kan?" Dengan cepat Astrid menyela ucapan Nadila. "Tapi Nad... Gua beneran lapar," lanjut ucapnya.

Nadila menghela nafas pelan sambil menggelengkan kepala, "Oke, oke... Tapi jangan ngeluh ya, kalau berat badan lu naik lagi," ujarnya sambil menyalakan lampu sen kemudian membelokkan setirnya.

Astrid merogoh tas dan mengambil dompet lalu turun dari mobil. "Lu mau engga? Biar sekalian gua pesanin."

Nadila menolak dengan menggelengkan kepalanya. "Eh Astrid, gua minta kontak Rizki dong. Biar gampang ngembaliin sweater dia." Astrid memicingkan mata lalu tersenyum jahil.

PANCARONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang