Sarah Arsen
Gue semakin tidak mengerti dengan Karten yang mulai suka menelfon gue pada pukul 2 pagi hari.
Gue tahu, bahwa sebenarnya alasan dia telfon adalah karena dia sedang mabuk.
Setelah insiden pertama, ada 2 kali Karten salah menelfon gue.
Yang gue artikan bahwa memang kebiasaannya kalau sedang mabuk untuk menghubungi gue.
Bukannya ingin merasa ge-er, tapi kejadian ini bikin gue sadar bahwa hubungan kami memang memiliki impact sebesar itu untuk kami.
Banyak hal mungkin dibiarkan tidak selesai dalam hubungan kami, membuat kami berduapun menyimpannya dalam-dalam tanpa ada niat untuk membahas atau membuka kenangan-kenangan lama itu.
Dan sebosan itu gue ngomongin masalah gue dan Karten untuk kesekian kalinya.
Apa dia enggak bosan ya menghubungi gue setiap pukul 2 malam?
"Neng?"
"Dih, tumben banget manggil neng?"
Joan hanya cengengesan sambil duduk di sebelah gue dengan membawa satu piring kupat tahu dan es teh kantin.
"Lo pernah ngerasa bosen gitu nggak sih?"
"Bosen kenapa?"
"Ya, ngechat gebetan lo? Main sama gebetan lo?"
Joan terdiam sebentar. Mengaduk kupatnya sambil terlihat berpikir.
"Jawab dong!"
"Kamu tuh suka ya nanyain hal-hal aneh?"
"Ya enggak, cuma penasaran?"
"Ya pernahlah!"
Joan melanjutkan makannya diiringi dengan minum es teh satu sedotan.
"Oh, berarti sama ya kita?"
"Ya apa bedanya sih, orang sama-sama manusia?"
"Hmm, enggak, mikir aja."
"Kenapa emang?"
"Kenapa Karten suka nelfon gue tiap dia high jam 2 atau 3 malem?"
Baik gue dan Joan saling bertatapan, saling mencari jawaban atas pertanyaan gue yang konyol.
Sama halnya dengan gue, mungkin Joan juga tidak memiliki jawaban yang pasti untuk pertanyaan gue.
Joan hanya pengamat, dia hanya melihat dari luar keadaan hubungan gue dan Karten.
Tidak selamanya juga Joan memiliki jawaban untuk pertanyaan gue.
"Ugh, don't look at me in pity!"
"Who? Me?"
"Yes Joan! Stop looking at me as if I need first aid! I' m not. I'm just trying to figure out what's in Karten's head, okay?"
Perdebatan kita berdua kemudian berhenti dan berlanjut dengan jadwal kelas kita yang sama.
Dan disertai Alin yang datang terlambat dengan muka suntuk dan pucat.
"Kamu baik-baik aja?" tanya Joan khawatir.
Terlihat kalau Alin bisa jatuh kapan saja disaat ini.
"Mau gue panggilin Mahen nggak? Biar dianterin pulang aja?"
Alin menggeleng keras.
Dan yang kemudian terjadi adalah Alin tidur selama satu matkul berlangsung.
Keadaannya setelah itu juga tidak berubah banyak.
Yang berbeda hanya keringat semakin banyak mengucur dari pelipisnya.
"Fine, I'll call Mahen!"
Pada 10 menit setelah gue menelpon, Mahen datang dan langsung menggandeng Alin menuju mobilnya.
Mahen bilang mungkin habis ini mereka akan ke dokter karena Mahen bilang Alin sudah sakit semenjak kemarin.
"Kenapa tuh, Alin?"
And Lucas came.
Sudah seminggu setidaknya terakhir setelah kami berdua pergi makan bersama.
"Oy, Jo, looking good, ay?"
"Ya iya, emang dari sananya ganteng mau ngapain juga looking good."
"Apaan dah," gue menggeleng pelan atas jawaban Joan.
"Oh udah pada denger belum kalian?"
Gue dan Joan saling berpandangan.
Gue lupa dalam seminggu terakhir gue melewatkan apa saja gosip di kampus ini.
"Emang ada apaan?"
"Kak Karten 2 hari lagi sidang, kalian diundang nggak?"
Lagi, lagi-lagi gue dan Joan saling bertatapan seolah-olah kami bertukar pikiran.
Tidak, Karten tentu saja tidak seceroboh itu untuk mengundang gue dan Joan.
Yang ada dia akan membawa malu untuk dirinya sendiri.
"Kapan beritanya?"
"Tadi gue ngobrol sama kak Jeffrey. He said I was invited to celebrate so why not?"
LINE
You have new message!
Karten Ghiandra B.
Hey
Gue 2 hari lagi sidang, I think before that I need to talk to you.
Are you free tomorrow?
Sarah Arsen
Okay, jam berapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Why'd You Only Call Me When You Are High
FanfictionTips: never answer his call, especially at 2 am