Sarah Arsen
"Caravan?"
"Bukan, bukan. Ini tuh semacam log cabin gitu!"
Gue masih mencerna ajakan Alin untuk mengikuti semacam music festival camp yang dia tunjukin.
To be honest, i am far away from the definition of woman of culture who understood every speck of dust aspect in music industry.
"Please, please, demi Honne!"
"Gini loh Lin, gue tuh aslinya gak paham beginian. I clearly say I don't do stuff , kayak lo. Gue lebih suka baca buku atau nonton film atau apa deh."
"Oh come on, semalem aja kok!"
Gue mengambil brosur yang di bawa Alin yang sedari tadi menjadi pusat perhatian obrolan kami.
Music Festival ini bakal makan waktu 3 hari dari Jumat hingga Minggu.
Dan gue udah berjanji untuk meluruskan diri gak mau macam-macam di hari itu.
Bukan karena gue takut dimarahin, tapi gue lebih gak suka atmosfer orang di sana.
Siapa yang tahu kalo gue akan ketemu pencopet yang punya niat ambil dompet atau tas gue seumur hidup gue dan gak bakal kembali?
Siapa yang tahu kalo gue akan ketemu orang jahat yang akan menghipnotis gue kemudian merampok gue?
Siapa yang tahu atas kesalahan gue sendiri, dompet dan handphone milik gue bisa hilang?
Dan jawabannya cuma satu, tidak ada yang tahu kejadian kayak gitu akan terjadi.
"Udah sih, iyain aja yang hari Sabtu?"
Kali ini Joan ikut mendesak gue untuk menuruti keinginan Alin.
Joan di hari itu harus bekerja di Antologi jadi sudah jelas dia gak akan bisa menemani kami berdua.
"Nanti biar gak sepi gue ajak temen-temennya Mahe deh!"
"Lin, gue tuh gak suka sama circle-nya Mahe. Anaknya judes semua!"
"Idih gak ngaca nih nyai?"
Gue langsung memicingkan mata gue dan mendapati Joan langsung berpura-pura minta maaf akan perkataannya.
"Fine, tapi gue akan stay di sekitar log cabin. Gak akan ikut lo deket deket ke panggung."
"No probs, gue punya Mahe buat nemenin gue. THANK YOU SO MUCHOS, Mija!"
Dan dengan begitu, Alin memeluk gue erat sampai gue jengah karena dia senang.
Music Festival is indeed wild.
Lo akan menemukan berbagai macam bentukan orang yang rela mengantri dan merogoh kocek yang tidak sedikit untuk artis yang tampil di panggung.
Hal itu adalah hal yang baru bagi gue.
Seumur hidup gue gak pernah mengikuti satu konser pun dan ketika Alin mengajak gue, gue gak akan berekspektasi bahwa acaranya akan seperti ini.
Alin mengajak Mahe, pacarnya, dan beberapa teman Mahe seperti Lucas, Mark, Ega, dan Jeffrey.
Gue beneran, gak kenal satupun teman Mahe kecuali Lucas dan Ega yang pernah satu kelas statistik.
Sisanya gue gak tahu siapa.
Dan lucunya, di antara orang itu ada gue dan Lucas yang memiliki persamaan sebagai orang dengan kultur paling terbelakang karena gue dan Lucas sama-sama tidak memahami hal ini.
"Mau?"
"No, thanks. Gue gak minum ini."
Lucas baru saja menawarkan gue satu botol bir yang gue yakin dia selundupkan di dalam hoodie miliknya.
"Lo gak dengerin musik kayak gini, Sar?"
"Haha, gue bahkan gak dengerin musik, Cas."
"Sumpah? Bruno Mars juga?"
"Kadang doang, Cas. Kalo gue lagi nyetir mobil dengerin radio."
Lucas mengangguk.
Baik Lucas maupun gue berada dalam situasi yang awkward.
Gue dan Lucas sebelumnya gak pernah ngobrol secara personal dan satu-satu kayak gini.
Dan pada akhirnya gue dan Lucas menghabiskan malam kami berdua hanya ngobrolin dosen dan tugas apa yang menurut kita susah.
Atau kadang menertawakan lelucon Lucas soal tebak-tebakan kata ketika gue tongue lisp.
"Sar?"
"Hmm?"
"Its fun, to talk to you."
Introducing
Moonbin ASTRO as Mahendra Dhaniswara
Role: Alin's boyfriendEunwoo ASTRO as Areka Mega Rajasa
Role: Mahe's friend
KAMU SEDANG MEMBACA
Why'd You Only Call Me When You Are High
Fiksi PenggemarTips: never answer his call, especially at 2 am