4

2.3K 426 92
                                    

Selama seminggu berlalu, entahlah. Dejun sendiri tidak tahu bagaimana bisa Lucas sekarang resmi menjadi kekasihnya. Yang ia tahu Selama hampir seminggu Lucas berada di sekitarnya benar-benar seakan pria itu berotasi mengelilinginya. Sampai ia lupa janjinya dengan Hendery untuk menghubunginya setiap malam. Bahkan seperti hampir melupakan bocah itu.

(Maapkan aku Hendery)

Sampai si Mafia Macau itu sendiri yang mengetahuinya. Di hari pertama ia kembali ke sekolah di hari itu juga ia merasakan dadanya di remas hingga berkerut seperti ampas cucian.

Awalnya ia tidak mau curiga kenapa Dejun menolak ajakannya pergi bersama pagi itu. Akan tetapi kecurigaannya yang setitik itu berubah menghancurkannya saat ia melihat sahabatnya dirangkul sangat rapat dan wajah manis itu sangat dekat dengan wajah Lucas di koridor sekolah.

"Hei Dude, lama tidak melihatmu bagaimana keadaan Macau." Hendery mengabaikan sapaan Mark masih setia meneliti apa yang terjadi di depan matanya.

"Kau tahu apa yang terjadi selama aku pergi?" Mark awlanya tidak mengerti apa yang temannya maksud tapi saat melihat Dejun dan Lucas tak jauh dari mereka ia paham

"Apa Dejun tidak memberi tahu apa-apa padamu?" Hendery menggeleng.

"Well, seperti yang terlihat ia sekarang berpacaran dengan Lucas." Hendery mengerjap beberapa kali Shock, tidak percaya atau lebih tepatnya memastika rasa nyeri yang tiba-tiba dari dadanya. Entahlah, jantungnya seperti berhenti.

Ketika ia sampai di kelas setelah memberikan laporan study tournya ke ruang kepala sekolah Hendery kembali ke kelasnya dan di sambut heboh sahabatnya itu.

"Uwaaaak, aku rindu sekali padamu. Bagaimana Macau? Apa kau sempat mengunjungi orangtuamu? Bagaimana kabar baba dan mama di sana? Apa ada sesuatu yang aneh saat kau ke sana? Kau tidak sakit selama study tour kan? Hei, kenapa?" Pertanyaan beruntun Dejun tidak di jawab satupun oleh sahabatnya ini ia melambaikan tangannya di depan wajah tampan yang melamun itu.

"Ada sesuatu yang terjadi selama aku pergi 'kan?" wajah ceria yang tadi sangat heboh itu seketika seperti pias Dejun menelan salivanya kasar. Ia memang berniat memberitahukan soal hubungannya dan Lucas saat Hendery kembali dan ini mungkin saatnya, juga seharusnya ia memberitahu Hendery dengan perasaan senang tentang ini bukan.

Tapi mendengar nada suara lembut bocah itu yang terkesan sangat dingin membuat Dejun gugup seperti tertangkap basah mencuri.

"O-ooh soal itu. Yaa sebenarnya aku juga ingin memberitahukan padamu. Yah......hemmm aku berkencan dengan Lucas."

"Sejak kapan?" Kali ini Hendery tidak menatapnya pria itu merapihkan bukunya di dalam laci meja saat bertanya.

"Seminggu."

"Selamat yah" Hendery menatapnya dengan senyum yang jelas di paksakan "Aku ikut senang" Sang ace tim basket itu mengacak rambut Dejun dengan senyum yang masih sama, dan senyum itu membuat Dejun tidak nyaman juga tersiksa.

Dejun sudah membuka mulutnya ingin menyampaikan perasaan tidak nyaman yang ia rasakan, tapi kata-katanya tertelan lagi saat guru mereka datang. Alhasih Dejun hanya mengigit bibirnya kesal.

'Kenapa Hendery sampai seperti itu?'

Saat pulang sekolah Hendery mengabaikan semua hal, sapaan-sapaan para gadis di koridor, latihan basket dengan alasan ia masih lelah dan masih butuh istirahat, juga Dejun yang mengejarnya.

Jika di lihat Hendery seakan sepeti orang yang tengah patah hati, atau ia memang patah hati. Tapi pada siapa?

Dejun?

Semakin lama ia mengendarai motornya semakin banyak yang berkeliaran di pikirannya. Dan sekarang apa yang akan ia lakukan? Ke club? Mencari wanita? Atau menguras tenagananya sampai lelah yang sebenarnya datang di bandingkan memikirkan Dejun.

Hendery tidak pernah suka bau alkohol.

Ia juga tidak pernah bermain wanita seumur hidupnya.

Jadi Hendery memilih opsi terakhirnya.

Setelah berhasih membuat bola basket barunya licin selama tujuh jam melemparkan, mendribbel, dan melakukan semua teknik yang ia bisa di lapangan basket apartemennya. Hendery benar-benar menghabiskan semua tenaganya sampai kakinya mati rasa.

Saat ini bocah yang di juluki Mafia dari Macau itu merebahkan tubuhnya di tengah-tengah lapangan basket menatap langit legam di atasnya.

Jika memang ada yang mengatainya patah hati maka biarkanlah. Hendery juga sudah tidak peduli.

Cukup lama ia begitu sampai tubuhnya menggigil karena angin malam.

"Hendery, sedang apa kau disini?" Hendery membuka matanya, wajah khawatir Dejun yang sedang berdiri menunduk di atasnya seperti mimpi.

"Tidak ada, kau sendiri untuk apa kesini?" Denjun mengigit bibirnya mendengar sapaan dingin itu.

"Aku mengantar buku catatan materi untukmu tentu saja kenapa bertanya. Ayo bangun, sudah jam dua belas malam betah sekali 'sih di lapangan basket." Dejun memasang tampang siap mengomel mengabaikan sikap tidak bersahabat Hendery.

"Aku tidak bisa merasakan kakiku, hehe?" Hendery berusaha menyingkirkan egonya kali ini.

"Yasudah sini ku bantu." Dejun mengulurkan tangannya.

Melihat postur tubuh keduaya mungkin banyak yang akan berpikir Dejun akan kesulitan membopong Hendery sampai lantai tujuh kamar pria itu sekalipun naik lift. Tapi alih-alih kesulitan membopong, bocah Guangdong itu bisa menggendong Hendery sampai di kamarnya dengan selamat.

"Tunggu di sini, akan ku ambilkan kain dan air hangat untuk mengompres kakimu." Tak lama Dejun kembali membawa wadah berisi air hangat dan kain.

"Kenapa sampai seperti ini? Apa ada yang kau pikirkan?" Dejun bertanya selama tangannya sibuk menemoelkan kain itu di sekitar betis sahabatnya.

"Tidak ada."

"Sungguh?"

"Iya." Dejun mengangkat wajahnya, menatap Hendery yang terduduk di sofa apartemen bocah itu, menatap tampang berusaha tidak peduli yang jelas-jelas menyimpan sesuatu dan Dejun tidak suka Hendery merahasiakan apapun darinya.

Hendery menatap Dejun kikuk, ia menyesal kenapa Dejun mengenalnya dengan sangat baik sampai perasaanya tentang bocah itu pun tidak bisa di sembunyikan.

"Aku tidak suka kau Berkencan dengan Lucas."

"Kenapa?"

"Tidak suka saja." Hendery menengadahkan kepalanya, menolak menatap Dejun yang sepertinya tidak puas dengan jawabannya itu.

"Kau yakin?"

"Ya. Aku terlalu tahu perangai Lucas seperti apa aku hanya tidak ingin sahabatku terluka, itu saja." Si mungil beranjak dari posisinya dan mendudukkan dirinya di samping Hendery, tak ayal mencubit kedua pipi dingin itu gemas.

"Uuuuuugh ternyata kau bisa manis juga huh."

"Lepaskan!"

"Tenang saja aku tidak akan terluka, aku juga yakin lucas tidak seburuh itu." Senyum itu berhasil sedikit menguraikan rasa Khawatir Hendery tentang sahabatnya, tapi tidak dengan patah hatinya.

BESTFRIEND || HenXiaoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang