Part. 8 : A beautiful sunset

885 127 2
                                    

Vote n comment are welcome

Selamat membaca pembacaku 🍁

🌺🌺🌺

Raina menyesap minuman tak beralkohol pesanannya sambil menikmati suguhan musik di sebuah cafe kawasan Seminyak.

Malam ini cukup ramai, pengunjung yang kebanyakan turis asing memenuhi tempat ini.

Usai makan malam, Bumi mengajak Raina untuk menikmati suguhan musik di salah satu cafe favoritnya.

"Camilannya nih, dari tadi didiemin aja bu." Seloroh Bumi.

Raina tersenyum. "Keasyikan dengerin musiknya."

Bumi mengangguk.

"Jangan panggil bu ya, diluar kantor, kesannya formil sekali."

Bumi tersenyum. "Siap bu!" Sahutnya cepat, "eh!! Maksudnya Raina."

Raina tak pernah menyangka sebelumnya. Di kantor Bumi Dewangga boleh terkenal dengan disiplinnya yang tinggi dan galak, namun saat ini sangatlah berbeda.

Mata elang pria itu memancarkan sinarnya yang penuh keramahan.

Raina bisa merasakan kalau pria itu cukup menyenangkan.

"Besok kita nyobain kuliner sate betutunya ya Na?!" Kata Bumi, "saya tahu tempat sate betutu yang enak."

"Wah! Mau banget." Sahut Raina dengan antusias.

"Di jakarta juga ada resto sate betutu, kalau mau kapan-kapan saya ajakin kesana."

"Gratis ya?"

Bumi tergelak seketika, "ya iyalah Na, masa  dibayarin sama kamunya."

"Asal kamu jangan kapok aja ya." Jawaban Raina membuat Bumi tersenyum lagi.

"Udah berapa lama nggak ke Bali, Na?" Tanya Bumi usai menyesap minuman miliknya.

"Sekitar 4 tahunan gitu deh."

Bumi mengangguk sambil berkata, "pantesan, keliatan seneng banget keknya."

Raina tertawa seketika, Bumi jadi kagum melihatnya.
Ia tidak pernah tahu tentang sisi lain dari anak pimpinan nya tersebut.

Di mata Bumi, Raina adalah sosok gila kerja dan enggan bersosialisasi.
Namun melihat senyum dan mendengar suara tawa itu, sepertinya asumsi Bumi selama ini salah.

Apa salah jika Bumi nantinya akan jatuh ke dalam pesona perempuan itu?

"Kalo di kantor biasanya makan siang dimana Na? Jarang liat kamu di kantin kayaknya." Bumi membuka obrolan lagi.

"Kalau siang biasanya keluar, makan di restoran milik mama." Kali ini Raina mengakhiri kalimatnya dengan sebuah senyuman manisnya.

"Wah! Pantesan, enak dan gratis ya." Kelakar pria itu membuat Raina tertawa seketika.

"Tapi emang bener, makanan di resto ibu Silvia enak, apalagi yang suka sama masakan Sunda."

Bukan Pria BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang