Hoeekk
Hoeekk
Kayla memuntahkan semua isi perut yang menjadi sarapannya tadi pagi begitu seseorang datang berkunjung. Gadis itu mengerang karena kerongkongannya yang terasa perih.
Akhir-akhir ini ia memang sering sekali muntah hingga tubuhnya menjadi lemas, apalagi jika sedang memikirkan atau melihat pria yang sudah membuat nasibnya berubah seratus delapan puluh derajat.
Gadis yang sedang terduduk di lamtai itu langsung buru-buru berdiri dan menyiram toilet saat mendengar langkah kaki mendekatinya. "Jangan ke sini!"
Langkah kaki itu terhenti namun digantikan suara berat milik seseorang yang sudah ia kenal dengan baik. "Kau baik-baik saja?"
Kayla mengangguk namun baru menyadari jika pria itu tidak bisa melihat anggukannya. "Ya, lebih baik kau keluar dulu. Aku takut akan muntah lagi kalau melihatmu."
Pria itu tidak menjawabnya sama sekali, hanya terdengar suara bunyi pintu ditutup lalu kembali hening. Akhirnya Kayla keluar dari kamar mandi. "Dominic?"
Gadis itu meneliti sekitarnya dan tidak mendapati Dominic berada di sana. Hanya ada segelas air hangat di atas nakas. Apakah pria itu marah padanya?
Seketika itu juga Kayla yang diselimuti rasa bersalah langsung keluar dari kamarnya setelah meminum air yang dibawakan Dominic dan mendapati pria yang selalu menemaninya selama beberapa minggu ini berada di meja makan, sedang duduk membelakanginya tanpa melakukan apa pun.
"Dom? Kamu marah?"
Pria itu menggeleng pelan. "Tidak, marah kenapa? Kamu tidak salah."
Kayla pun mengernyit karena Dominic tidak juga menoleh ke arahnya. "Kamu baik-baik saja?"
Kali ini pria itu mengangguk, masih tetap tidak menoleh ke arah Kayla. "Ya, aku baik-baik saja."
Baiklah, Dominic terlihat seperti seorang gadis yang sedang merajuk. Bukan salahnya kan jika setiap melihat pria itu, ia akan muntah? Bukan Kayla yang menginginkannya.
"Aku minta maaf, jangan marah padaku." Ia melangkah untuk mendekati Dominic yang masih berdiam diri di sana.
"Dom?" Kayla semakin mendekat dan akan menepuk pundak pria itu namun lebih dulu terkesiap ketika melihat apa yang ternyata tubuh besar itu sembunyikan darinya.
Akhirnya pria itu berbalik dengan sebuah senyuman tipis. Ia berdiri dan berhadapan dengan gadis manis miliknya itu. "Kamu tau kalau aku mencintaimu, kan? Sangat mencintaimu."
Ia meraih sebelah tangan Kayla dan mengecupnya dengan lembut. "Bertemu denganmu adalah hal terindah yang pernah kurasakan. Bahkan karma yang diberikan Tuhan padaku juga sangat kusyukuri."
Dominic berlutut dan mengecup perut gadisnya yang masih rata. Namun setelahnya pria itu tidak langsung berdiri.
Ia memperlihatkan dengan jelas hal yang membuat Kayla terkesiap tadi. Sebuah cincin yang dihiasi berlian berbentuk hati dan bersinar.
"Mungkin aku bukan pria impianmu, aku sudah sangat jahat padamu bahkan sejak pertama kali kita bertemu. Aku memiliki banyak sekali kekurangan yang hanya dihiasi sedikit kelebihan. Mungkin juga aku tidak bisa menjadi orang tua terbaik untuk anak-anak kita kelak. Tapi aku akan berusaha."
Kayla mengerjapkan matanya yang buram akibat air mata dan begitu matanya kembali dapat melihat dengan jelas, ia termangu menatap Dominic yang ternyata juga sedang berkaca-kaca.
"Aku akan berubah dan menjadi pria yang lebih baik. Aku akan membuktikan jika aku bisa membahagiakanmu, membahagiakan anak-anak kita kelak. Tentu jika aku bisa memilih, aku ingin kita bersatu dengan cara yang benar, tidak seperti kejadian lalu tapi aku tetap mensyukuri semuanya. Karena kejadian buruk itu membawa kau dan anak kita padaku. Aku hanya akan mencintai kalian untuk seumur hidupku. Jadi, maukah kamu menikah denganku, Kayla?"
Kayla tersenyum dengan wajah berurai air mata. "Apakah ada yang pernah bilang jika kamu tidak romantis? Mana ada melamar di ruang makan, apalagi pakaianku sangat berantakan."
Pria itu meringis pelan. "Maaf, karena kamu sering muntah-muntah, kupikir akan lebih baik jika tidak membawamu keluar rumah dulu."
Mendengar alasan pria itu membuat pipinya bersemu merah. Dominic benar-benar terlihat sudah berubah, sangat berbeda dengan pria yang ia kagumi dulu.
"Jadi jawabanmu?" Pria itu menghembuskan napasnya dengan gugup karena tidak juga mendapatkan jawaban darinya.
Sekarang Kayla tidak hanya kagum tapi ia juga sudah jatuh cinta sepenuhnya pada pria itu. "Ya, aku mau."
Dominic langsung berdiri dan memeluk tubuh gadisnya dengan hati-hati, tidak ingin menyakiti buah hati mereka. "Terima kasih, Kay, karena telah hadir di hidupku. Kamu benar-benar luar biasa, Kay." Ia mengecupi pipi gadisnya itu hingga Kayla terkikik geli.
"Besok atau kapan pun saat kamu sudah sehat, kita harus ke rumah orang tuaku. Aku ingin memperkenalkan kamu ke orang tuaku secara langsung."
Tubuh Kayla langsung mematung dengan gugup. Ia baru ingat jika Dominic merupakan orang kaya, bagaimana jika ia tidak diterima seperti yang ada di film-film?
"Jangan berpikiran yang aneh-aneh. Aku sudah menceritakan tentang kamu ke orang tuaku dan mereka sangat senang karena tau kamu merupakan gadis baik. Mereka bahkan sampai kebingungan kenapa kamu mau denganku."
Sontak saja Kayla terkekeh karena cerita pria di hadapannya itu. "Aku terpaksa mau denganmu, kamu sudah menghamiliku, ingat?"
"Kalau begitu aku akan terus membuatmu hamil." Ciuman Dominic mulai turun ke rahang dan leher gadisnya itu, memberikan kecupan-kecupan kecil sebagai tanda rindunya.
Walau mereka bertemu tiap hari tapi Kayla selalu merasakan mual jika terlalu dekat atau bahkan hanya dengan melihatnya saja. Karena itulah sangat jarang bagi mereka untuk bisa sedekat ini lagi.
"Sinting! Memangnya kamu kira aku kucing?" Gadis itu mendengus namun tak ayal juga tertawa geli. "Kamu sudah makan?"
Pertanyaan itu hanya dibalas dengan gelengan oleh Dominic.
"Duduklah, aku akan memasakanmu dan menyuapimu." Kayla berjalan ke arah kulkas, mencari bahan-bahan untuk memasak.
"A-apa? Kamu tidak perlu menyuapiku, Kay," kata Dominic dengan bingung. Matanya mengerjap pelan dan keningnya berkerut samar.
"Tapi aku ingin. Kamu harus makan yang banyak sebelum aku memakanmu."
Tunggu, Dominic tidak salah dengar kan? Memakannya? Maksudnya...
Sebelum memulai memotong bahan yang sudah ia siapkan, Kayla menoleh dan mengerling pada calon suaminya itu. "Bersiaplah."
Astaga, entah Dominic harus takut, tertawa, gemas atau malah senang. Yang pasti ia akan selalu bersyukur dapat mengenal dan mencintai gadisnya itu.
Pria itu diam-diam mengulum senyuman sambil berdoa dalam hatinya. 'Terima kasih Tuhan, atas karma indah yang telah Engkau berikan padaku.'
--END--
22 Februari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Karma ✔️
RomanceWARNING 21+ NOT FOR KIDS, PLEASE BE WISE!! YANG GAK SUKA GAUSAH DIBACA, YANG REPORT KUDOAIN GADAPET JODOH! Highest rank : #1 in Cerpen (13 Maret 2019) #1 in Indonesia (6 April 2019) #1 in Shortstory (8 April 2019) #1 in Oneshoot (8 April 2019) #1 in...