10. Pinangan Sang Jejaka

11.2K 549 12
                                    

"Wahai para pemuda! Siapa di antara kalian telah mampu untuk menikah, maka menikahlah!"

(HR. Al-Bukhari & Muslim)

***

Setelah shalat, Haris melanjutkan dengan dzikir, memohon kepada Allah agar dibebaskan dari dilema, dan diteguhkan niatnya untuk mempersunting Nirmala. Karena jujur, Haris belum sepenuhnya yakin dengan keputusannya. Memang itu pekerjaan setan, menggoyahkan hari yang punya tujuan baik.

Harris masih terpengkur di atas sajadah ketika telinganya menangkap suara isak dari balik tirai shaf perempuan. Suara itu tidak asing, Haris mengenalnya. Tidak banyak orang yang berada di mushala itu. Hanya ada seorang pemuda yang tengah melaksanakan shalat. Namun, pemuda itupun tak lama keluar, setelah menyelesaikan kewajibannya, menyisakan Haris,dan dia yang sedang menangis.

"Ya Allah, Ya syafii, wahai dzat yang maha menyembuhkan, saat ini seseorang yang hamba sayangi tengah mendapat musibah. Jika sakit bisa menghapuskan dosa-dosa beliau, maka tolong ringankan sakitnya."

Tidak salah lagi, itu suara Nirmala. Harris menyandarkan punggungnya pada pilar, matanya terpejam, telinganya terpasang, mendengarkan lantunan ayat suci Al-quran yang dibaca gadis itu. Seketika, sirna keraguan yang mengganjal hati Haris, tergantikan oleh tekad untuk segera menjadikan gadis itu miliknya.

Mama tidak salah pilih. Terima kasih, Mama.

***

Haris menunggu gadis itu di teras. Ketika Nirmala keluar, ia memanggilnya, "Aira,bisa bicara sebentar?!"

Mengerjap, Nirmala menunjuk dirinya sendiri. "Saya?"

"Cuma ada satu Aira di sini." Haris melesakan tangan ke dalam saku celana, langkahnya terayun mendekati Nirmala. "Saya minta maaf, atas ucapan saya tadi."

Mudah sekali. Nirmala membuang muka, sebal. "Tidak apa-apa, memang saya yang salah."

Haris mengernyit. Apa itu? Apa gadis itu baru saja merajuk, pikirnya. "Selain itu, ada hal yang ingin saya sampaikan sama kamu. Tapi, tidak di sini."

"Di mana?"

"Di ruangan Mama."

Nirmala mengangguk. Kemudian  mereka beriringan menuju ruang rawat Mama Endah. Nirmala mengecup tangan Mama sembari terus mengucap maaf atas keteledorannya, hingga membuat Mama celaka.

"Bukan salah kamu, kok. Memang Mama aja yang enggak hati-hati. Sudah, ya, jangan merasa bersalah gitu," ujar Mama, seraya membelai kepala Nirmala yang berbalut hijab,

Meski begitu, Nirmala masih saja menangis, membuat Haris gelagapan karena mendapat delikan dari Mama.

"Mas Haris alain Nirmala? Kok sampe nangis kejer kayak gini."

Sebelum Haris, Nirmala lebih dulu meluruskan. "Enggak, Ma! Mas Haris enggak ngapa-ngapain, kok. Aku cuma terharu. Itu aja."

"Kirain."

Lalu sebuah deheman menginterupsi. Pelakunya adalah pria yang wajahnya sekilas mirip Haris, duduk bersama seorang wanita dan balita, di sofa.

Nirmala melirik Haris penuh tanya.

"Kenalkan, beliau Mas Hilman, kakak saya, dan istrinya, Mbak Naya. Dan Mas..." Haris menoleh Hilman. "...ini Nirmala, yang aku ceritakan tadi."

Oh kakaknya! Pantas mirip. Nirmala menangkupkan tangan di depan dada seraya tersenyum sopan. Namun, ketika matanya bertemu Kanaya, ia tertegun. Begitupun Kanaya, yang menampakan raut kaget serta penasaran.

Jodoh Pilihan Mama (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang