9. Pilihan Mama

1.8K 144 7
                                    

"Ridho Allah tergantung ridho orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua."

(HR. At-Thabrani)

***

Haris tahu ini tidak akan mudah begitu ia mengatakan iya, saat Mama menginginkan Nirmala tinggal bersama mereka. Nirmala mungkin tidak secantik Kanaya, tetapi kelebihan gadis itu terletak pada perangainya. Dia manis, penurut, pendengar yang baik, dan lebih penting lagi, dia terjaga.

Haria sadar ia mulai kesulitan mengendalikan hatinya. Masih terlalu diri untuk menyimpulkan bahwa Harus telah jatuh cinta kepada Nirmala. Itu hanya perasaan tertarik, atau... penasaran? Entahlah. Namun kian hari, perasaan itu kian menggebu, terlebih setelah Haris tanpa sengaja melihat aurat Nirmala. Piyama bunga, rambut ikal panjang, mata polos, wajah natural-.. Astaghfirullah. Sudah berapa banyak dosa yang Haris timbun karena memikirkan seorang gadis yang tidak halal.. Well, belum.

Karena itu, demi menghindari lebih banyak dosa, Haris mulai menarik jarak, memangkas pertemuan, dan menyibukan diri di kantor, maupun di luar rumah. Hanya sesekali ia dan Nirmala bertemu di meja makan, di pagi hari.

***

"Memang susah dibilangin." Tiba-tiba Mama berkata random, tidak jelas siapa yang beliau bicarakan.

Nirmala yang tengah menyirami tanaman di balkon, menoleh sekilas. "Siapa, Ma?"

"Siapa lagi. Ya, Mas Haris lah. Dibilangin jangan gila kerja, cuma iya-iya aja, diturutin enggak. Mama hitung udah seminggu dia gak pernah makan malem di rumah, pulang larut terus. Ngejar apa sih sebenernya dia? Usaha lancar, uang tetep mengalir walaupun bolos setahun. Kalau gitu terus, kapan sempetnya nyari istri," Mama menggerutu, sambil membereskan majalah yang bertebaran di atas meja.

Nirmala hanya tersenyum menanggapi. Bukannya dia tidak tahu bahwa Haris sedang menghindarinya. Mungkin pria itu merasa canggung setelah kejadian malam itu. Nirmala pun merasakan kecanggungan yang sama, ditambah malu, dan menyesal.

"Mama, lapar?" Mengalihkan topik adalah cara terbaik agar Mama tidak keterusan membicarakan Haris.

"Gak terlalu lapas sih, tapi Mama pengin ngemil."

"Mama mau ngemil apa? Biar aku buatin."

"Salad yang kemarin kamu bikin itu lho, Mama suka."

"Mama mau salad? Aku bikinin sekarang." Nirmala menaruh gembor di sisi pot, lalu beranjak turun ke lantai satu.

Mama berseru, "Makasih, ya, Nir."

Sepeninggal Nirmala, Mama melanjutkan kegiatannya, mengibaskan bantal-bantal sofa yang berdebu. Setelah selesai, Mama lantas menyusul Nirmala ke dapur. Di pertengahan tangga, beliau mendengar telepon berdering. Mama mempercepat langkahnya menuruni anak tetangga. Namun karena Mama ter buru-buru, sehingga tak sengaja menginjak ujung gamisnya. Akhirnya Mama tersandung dan jatuh berguling ke bawah.

"Argh.." Mama hanya sempat mengerang sekali, sebelum kesadarannya terenggut.

Beberapa saat kemudian, Nirmala muncul sambil membawa piring berisi salad sayur  pesanan Mama. Namun begitu melihat tubuh Mama tergeletak di lantai, sontak Nirmala menjerit histeris.

"MAMA."

***

Haris nyaris terkena serangan jantung, saat mendapat kabar Mama kecelakaan dan masuk ke rumah sakit lagi. Padahal, pagi tadi Mama masih terlihat baik-baik saja, bahkan masih sempat menggoda Haris karena tertangkap basah mencuri pandang ke arah Nirmala. Lalu tiba-tiba saja Nirmala menelepon, mengatakan Mama masuk ke rumah sakit karena terjatuh dari tangga. Detik itu juga, Harus langsung memacu mobilnya, meninggalkan segudang pekerjaan karena terlalu cemas.

Jodoh Pilihan Mama (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang