8. Pesona Sang Jelita.

2.4K 178 16
                                    

"Mahkota seseorang adalah akalnya. Derajat seseorang adalah adanya. Sedangkan kehormatan seseorang adalah agamanya."

(Umar bin Khattab)

***

Sebulan telah berlalu, sejak Nirmala tinggal di rumah Haris, kondisi Mama Endah kian hari kian membaik, tubuhnya terlihat semakin segar, wajahnya tak lagi pucat. Bahkan tak jarang Haris menemukan Mama tertawa lepas bersama Nirmala. Kehadiran gadis itu seperti morfin, yang mampu mengobati sakit, sekaligus kesepian Mama Endah. Haris agak menyesal karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sampai jarang punya waktu berdua bersama Mama.

Well, meskipun Haris sudah dinyatakan sembuh dari stresnya, namun untuk penyakit workaholicnya sampai saat ini belum ditemukan obatnya. Untungnya ada Nirmala yang menemani Mama, sehingga Mama tak lagi merasa kesepian, meskipun ditinggal Haris dalam jangka waktu lama.

"Mama kok makannya sayur semua, sih?" tanya Haris, pagi itu, di meja makan. Warna hijau begitu mencolok berasal dari piring Mana yang dipenuhi makanan.

"Kata Nirmala, sayuran hijau berkhasiat menurunkan tekanan darah tinggi. Makanya walaupun pahit, Mama paksa makan, biar tetap sehat. Biar nanti kalau punya cucu baru, Mama masih kuat gendong," jawab Mama diakhiri tawa aneh.

Haris menatap takjub. Selama ini Haris menyerah membujuk Mama agar mau mengikuti tips sehat dari dokter, tetapi Mama selalu punya alasan untuk mengelak. Hebatnya Mama begitu mudah menuruti bujukan Nirmala. Dan apa katanya tadi, cucu baru? Kanaya hamil lagi? Cepat sekali.

"Kentang tumbuk nya enak juga, Mas. Cobain deh! Itu Nirmala yang masak lho," puji Mama seraya menyiduk sayur bayam, lalu mengunyahnya.

"Iya, Ma." Haris mengangguk. Ekor matanya melirik Nirmala yang tengah menuangkan lobak ke atas piring Mama.

"Segini cukup?" tanya Nirmala.

"Cukup. Nanti kalau kurang, gampang tambah lagi," jawab Mama, tak lupa mengucapkan Terima kasih.

Mungkin kalau Haris sudah menikah, ia juga akan dilayani seperti itu oleh istrinya.

Eh, istri? Haris menggeleng. Mikir apa aku? batinnya mengolok.

"Mas Haris kenapa geleng-geleng kepala? Pusing?"

"Hah?"

Mama Endah berdecak. "Mas ngelakuin apa?"

"Enggak, Ma."

"Ya udah, sekarang makan!" Mama Endah cukup bijaksana dengan tidak mengorek jauh isi kepala Haris. Bagi Haris itu memalukan.

Lekas Haris menyantap sarapannya. Mama tidak bohong, masakan Nirmala memang enak.

"Enak kan, Mas?!"

"Iya."

"Nirmala hebat, ya?!"

"Iya."

"Udah cantik, sopan, pinter masak lagi."

"Iya."

"Menurut Mas, udah cocok belum kalau Nirmala jadi menantu Mama?"

"Iy-.. Hah?"

Jodoh Pilihan Mama (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang