12. Tamu Yang Mengusik Pagi

12.2K 528 8
                                    

"Sesungguhnya silaturahim itu akan menumbuhkan kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta, dan memanjangkan umur."

(HR. Al-Imam Ahmad)

***

Ada yang berbeda dari dirinya, saat Nirmala memandang cermin. Ada yang berbeda dari dirinya. Wajah Nirmala tampak lebih segar dan ceria. Dan itu bukan karena polesan make-up. Nirmala tidak terlalu suka bersolek. Apa karena seuntai kalung yang melingkar di lehernya? Maskawin dari Harris.

Well, kalung itu terlihat mewah dan elegan. Nirmala tidak terkejut jika harga kalung itu hampir setara dengan mobil. Dalam sekali lihat saja Nirmala langsung jatuh hati pada kalung itu. Bagaimanapun Nirmala masih seorang perempuan. Merupakan hal yang wajar jika Nirmala juga memiliki ketertarikan dengan perhiasan.

Sekadar informasi, ini pertama kalinya Nirmala memakai perhiasan lagi, setelah hampir sepuluh tahun. Dulu, Nirmala juga punya perhiasan sederhana yang harganya terjangkau. Namun, setelah kedua orang tuanya meninggal, perhiasan Nirmala habis dijual untuk bekal hidup.

Jemari Nirmala menyusuri rantai emas itu, sampai gerakannya tiba-tiba terhenti. Nirmala beralih menyentuh sisi lehernya yang terdapat tanda merah. Ia tersipu mengingat penyebab terciptanya tanda itu. Hatinya membuncah, tubuhnya terasa seringan bulu. Sekarang Nirmala sudah utuh, ia telah menyempurnakan tugasnya sebagai istri.

"Aku tau kalung itu akan cocok sama kamu." Suara itu diikuti sepasang tangan yang mengurung tubuh Nirmala dari belakang.

Nirmala bergidik saat pria itu meniup cuping telinganya. "Mas..."

"Hn."

"Geli."

"Hn."

"Berhenti."

"Hn."

Hn terus, tapi tidak berhenti. Alih-alih Haris semakin mengeratkan pelukannya. Bahkan pria itu kini beralih mengendus-endus rambut Nirmala. "Rambut kamu bagus. Kamu pake shampo bayi, ya?!"

"Kenapa memang, Mas gak suka?"

"Suka. Wanginya enak."

"Mas."

"Hn."

"Hn lagi."

"Terima kasih, Ai."

"Buat apa?"

"Buat semuanya." Harris mengangkat matanya untuk bertemu mata Nirmala lewat cermin. "Maaf, karena aku belum bisa kasih kamu pernikahan yang layak. Kamu tau sendiri pernikahan ini sangat mendadak. Saat itu, aku cuma memikirkan Mama. Aku mau mengabulkan permintaan Mama selagi ada kesempatan."

Nirmala berbalik, memberanikan diri mengecup bibir Harris. "Wallahi, aku ridho Mas. Menikah sama kamu aja, aku udah sangat bersyukur. Aku enggak minta resepsi atau pesta. Yang penting keberkahannya."

Dia berbeda dengan Kanaya. Harris mencari kebohongan di mata Nirmala, namun hanya ketulusan yang ia temukan. "Jadi kamu bahagia nikah sama aku?! Sudah cinta? Atau jangan-jangan sudah dari lama kamu naksir aku." Harris mengerling, usil.

Inikah sosok Harris yang sebenarnya? Nirmala dibuat melongo, tidak habis pikir. Selain puitis, pandai merayu, ternyata Haris juga punya kepercayaan diri yang tinggi. Jadi, sikap cueknya hanya topeng?!

"Ngaco." Nirmala mengusap wajah Haris, membuat pria itu tergelak keras.

"Terus itu kenapa leher merah-merah? Disosor nyamuk?"

Nyamuk berjakun, iya. Nirmala melotot, dipukulnya dada Haris. "Apaan sih. Udah ah, aku mau liat Mama."

"Pakai hijab dulu."

Jodoh Pilihan Mama (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang