11. Menggapai Pahala

12.4K 577 14
                                    

Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya."

(HR. Al-Imam Ahmad)

***

Malam pertama yang selalu digadang-gadang orang sebagai malam paling bersejarah bagi para pengantin baru, rupanya tak berlaku bagi pasangan Harris dan Nirmala. Malam pertama sebagai sepasang suami istri terlewati begitu saja di rumah sakit. Sebenarnya Mama Endah telah menyuruh mereka pulang beristirahat, biar yang bertugas jaga malam itu Hilman saja. Tetapi, Nirmala menolak, tentu saja itu akan terasa canggung. Orang akan berpikir yang iya-iya.

Alhasil malam itu, Harris tidur di sofa bed, sedangkan Nirmala tidur  seranjang bersama Mama Endah yang untungnya ranjang itu cukup luas.

Pun dengan malam-malam berikutnya, tak ada yang berubah. Haris akan tetap berangkat kerja pagi-pagi, dan pulang menjelang magrib. Sementara Nirmala menyibukan diri mengurus dan menemani Mama Endah.

Tepat pada hari kelima, akhirnya Mama Endah diperbolehkan pulang. Haris membantu Mama turun dari kursi roda, lalu membaringkannya di tempat tidur.

"Mama mau aku temani?" tanya Nirmala sembari menyelimuti Mama Endah.

"Gak usah. Kamu istirahat aja, pasti capek dari kemarin ngurusin Mama siang malem"

"Gak capek, kok, Ma. Aku malah seneng. Aku dikasih kesempatan mengurusi Ibu, karena Allah lebih sayang sama Ibu. Terus sekarang ada Mama, aku bisa mengurus Mama sebagai pengganti Ibu."

Dan Mama ingin berterimakasih kepada ibu yang telah melahirkan Nirmala, kalau bisa. Almarhumah pasti bangga melihat Nirmala tumbuh menjadi gadis yang sangat baik.

"Terima kasih, nduk. Tapi jangan lupa, kamu sekarang adalah seorang istri. Bakti kamu yang lebih utama itu kepada suami. Mas Haris adalah ladang pahala terbesar kamu. Jangan karena fokus ngurusin Mama, kamu sampai lupa ngurusin suami sendiri." Mama Endah mengedip jenaka, membuat pipi Nirmala merona. Lain hal dengan Haris memasang wajah datar, meski telinganya memerah.

"Ya sudah. Tapi kalau Mama ada butuh sesuatu, Mama panggil aku ya. Sekarang Mama istirahat." Nirmala meraih tas berisi pakaian miliknya, lalu keluar dari kamar Mama Endah, diikuti Haris di belakangnya.

"Eh? Kamu mau kemana?" Harris menahan lengan Nirmala agar berhenti.

"Ke kamar, Mas," jawab Nirmala, polos.

"Kamar kamu bukan di sana."

"Lha, benar, Mas, itu kamarku. Aku gak salah masuk, kok," tunjuk Nirmala ke arah pintu yang biasa dilewatinya setiap malam.

Nirmala itu memang polos, atau pura-pura tidak ingat. Haris menggaruk tengkuknya yang sudah dipastikan tidak gatal. "Eung, kita sudah menikah."

Krik.. krik..

Tidak ada sahutan. Nirmala berkedip bingung, belum menangkap maksud Haris.

"Kamu tidurnya di kamar saya. Mana ada suami istri tidurnya terpisah." Kecuali mereka sedang bertengkar, Haris melanjutkan dalam hati.

Lagi-lagi pipi Nirmala merona. Entah malu karena kebodohannya, atau malu karena kata tidur. Kata itu terkesan ambigu.

Haris membimbing Nirmala menuju kamarnya, di lantai dua. Kamar Haris lebih luas dari kamar Nirmala, wallpapernya berwarna putih, biru. Tak banyak furniture yang menghiasi dinding, hanya ada sebuah poster mobil, foto Haris, serta kaligrafi lafadz Allah dan Muhammad.

Jodoh Pilihan Mama (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang