Rangga menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sudah dua jam dia membaca bab satu proposal skripsinya, dan sampai sekarang dia sendiri tidak mengerti dengan apa yang dibuatnya. Mungkin dia menulisnya sambil mengingau.
Judul ini dicarikan oleh juniornya sehingga bisa lulus saat seleksi pengajuan judul proposal penelitian, sekarang adik tingkatnya sudah wisuda, meninggalkan Rangga yang merana dengan proposal nya sendiri.
Satu tahun sudah, proposal itu didiamkan dan dimasukkan ke dalam kardus harta karunnya. Sekarang dibuka kembali, ah! andai saja menulis proposal itu semudah menulis surat cinta.
Bapaknya begitu berharap kepadanya, dia anak satu-satunya yang dibanggakan, mendapatkan gelar sarjana adalah mimpi bapaknya dari dulu, walaupun di masa SMA tinggal kelas satu kali.
Dia anak kepala dusun di kampungnya, bapaknya sangat di hormati dan dituakan, apa kata dunia jika dia pulang tanpa membawa ijazah.
Selama ini dia berhasil mencari alasan, ketika sang Bapak bertanya kenapa belum juga lulus, bahkan dua bulan terakhir, uang sakunya sudah dikurangi. Terpaksa wajah ganteng bak Aamir Khan semasa muda itu terkena sinar matahari karena dia sekarang bekerja sebagai tukang ojek online.
Mau bagaimana lagi, tidak bekerja ya tidak makan, uang yang dikirim bapak dari kampung hanya cukup membayar biaya kuliah.
Ucapan Bu Dosen tadi siang masih terngiang-ngiang di kepalanya, membuat kepalanya serasa mau pecah, bertemu dosen cantik itu malah membuat dia trauma.
Bu Dosen yang entah siapa namanya itu, orangnya galak, tegas, tidak bisa diajak bercanda sedikit pun. Andai saja seperempat kemampuan Bu Dosen itu ada padanya, pasti kuliah terasa lebih indah.
"Apa yang mau saudara teliti? Kalau tidak terjadi masalah dalam kasus ini? masalah itu akan terjadi jika teori tidak sesuai dengan kenyataan, pelajari lagi! besok temui saya! kalau saudara tidak paham juga, terpaksa saudara ajukan judul baru."
Rangga mengacak rambut gondrongnya sehingga menjadi berantakan, dia pusing dan tidak mengerti, jika tidak lulus juga, dia akan digantung oleh bapaknya sendiri.
Rumah, sawah dan ladang sudah tergadai demi menyekolahkannya setinggi ini. Dia kuliah di tempat orang kaya pula, biaya kuliah dan biaya gaya hidup yang tidak sedikit.
Andaikan boleh memilih, dia akan memilih terlahir dengan wajah biasa saja tapi memiliki otak cerdas, dari pada wajah mengalahkan artis Aamir khan waktu muda, tapi otaknya lemot.
Rangga membanting-banting kepalanya ke sisi meja. Tak ada sedikit pun ide keluar dari sana, mungkin emaknya dulu terjatuh waktu mengandung dia, sehingga otaknya terbentur dan tidak bisa menangkap pelajaran.
Rangga mengalihkan pandangan, saat teman kosnya yang jauh lebih muda masuk ke kamar itu, namanya Zaki, masih semester satu, tapi otaknya luar biasa encer.
"Ada apa, Bang?"
Zaki melirik tumpukan kertas di hadapan Rangga. Ya Tuhan, anak itu lebih cocok memanggilnya paman daripada sebutan Abang.
"Biasalah, derita baru masalah lama."
"Ooh," jawab Zaki. "Pinjam carger ya, Bang."
Rangga memberi isyarat, Zaki pun keluar dari kamarnya.
Sekarang sudah jam satu dini hari, besok dia akan menemui Bu Dosen galak, dia hanya pasrah sekarang ini.
"Ibu Peri, turunlah, tolong aku!" ucapnya masuk ke dalam selimut, tanpa menunggu lama, dia masuk kedalam mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjerat Cinta Mahasiswa Abadi
HumorNaima, 30 tahun, seorang dosen yang cerdas didesak untuk menikah oleh kedua orang tuanya. Rangga, Mahasiswa Abadi terancam DO dari kampus karena tidak lulus-lulus. Bagaimana jika keduanya menikah? Naima membantu Rangga untuk menyelesaikan kuliahnya...