SEUNGMIN ITU ORANGNYA JAGA MUKA KALAU BARU KENALAN DENGAN ORANG ASING. Memang dari kecil, ia tidak suka langsung terbuka dan menunjukkan dirinya kepada orang asing. Menurutnya, itu adalah hal yang bodoh. Menunjukkan dirinya itu sama saja membuka kartu ace dan joker miliknya sendiri, menggoda orang lain untuk menarik kartu itu agar bisa mengalahkan Seungmin dalam permainan tersebut. Sementara Seungmin tidak mau kalah, ia tidak mau kartu-kartu miliknya ada di genggaman selain tangan mungilnya. Ia bersumpah ia tidak akan biarkan orang lain mengontrol dirinya kecuali, ya dirinya. Seungmin yang asli adalah orang yang mempunyai humor yang rendah, berpakaian sesuai moodnya dan tidak pernah kesal kalau diejek oleh orang lain. Semua hal ia bawa seru saja. Jadi, mari kita ulang pernyataan dari paragraf ini.
Seungmin mati-matian menjaga mukanya di depan orang.
Jadi ketika pergelangan tangannya ditarik oleh adiknya sambil merengek mengatakan bahwa mereka hanya punya dua puluh menit sebelum bel berbunyi, badan Seungmin pun merasa seperti tidak bisa gerak. Kaku, dan dingin seperti detik-detik sebelum dirinya menghadapi ujian nasional sewaktu SMP dulu. Seungmin gugup tidak main.
Yuna berdecak kesal melihat kakaknya bergeming, tidak bergerak sama sekali. Matanya melirik ayahnya, Dowoon, yang sedang duduk di kursi kemudi, asyik dengan ponsel miliknya dan dunianya sendiri seakan lelaki berusia empat puluh tahun itu tidak sadar ada aura mencekat yang terjadi di mobil milik pria tersebut.
Sadar akan tidak kepekaan ayahnya, Yuna memutar bola matanya kesal sebelum menjerit, "PAPA!"
Dowoon tersentak kaget sebelum melihat kebelakang dan matanya menangkap putranya sedang berdiam diri seakan dia tidak harus sampai kelas dalam waktu delapan belas menit. Dowoon menghela napas panjang, terganggu akan kelakuan anak sulungnya sebelum ia turun dari mobil dan berjalan kearah kedua buah hatinya.
Yuna pun malah melepaskan genggamannya terhadap pergelangan tangan kakaknya dan mengecup pipi Seungmin sekilas membuat sang pemilik pipi tersadar dari ekspektasi-ekspektasi horrornya dan menatap Yuna tajam.
"Kamu barusan apain kakak?" Tanyanya pelan, tapi Yuna yang memberi senyuman lebar khas dirinya, rambut merah yang ia akui kepada semua orang 'bawaan dari lahir' goyang sana sini akibat rambutnya yang ia ikat dengan gaya ekor kuda.
"Cium kakak. Yuna pergi dulu ya! Dadah papa, dadah kakak!" Serunya sebelum berlari kearah gerbang sekolah barunya dan berlari kencang, menghilang di antara lautan siswa dan siswi sekolah tersebut.
Dowoon menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum menghadap kearah Seungmin. Anaknya yang satu ini tidak suka menyusahkan orang. Mau dia kenal atau tidak, kalau Seungmin melihat ada manusia yang kelihatannya perlu bantuan, Seungmin pasti akan coba untuk bantu sebisa mungkin. Seungmin Gasarna memang definisi asli dari malaikat berpakaian seperti manusia.
Tapi sudah entah berapa kali diingatkan Wonpil atau ditegur Dowoon, bahkan dibantu oleh Yuna, adiknya sendiri, Seungmin masih saja memelihara satu kebiasaan ini. Dowoon pun heran, ia sudah minta Wonpil untuk mendorong Seungmin agar bercerita isi kepalanya. Nihil, anak sulungnya seakan bisu. Itu lima tahun yang lalu. Dowoon pun tidak menyerah dari situ, ia mencoba untuk mengatur jadwal setiap hari libur agar Seungmin dapat mencurahkan isi kepala dan hatinya kepada seorang psikolog. Nihil.
Ya, gak sepenuhnya gagal sih. Walaupun Dowoon membatalkan sisa-sisa janji yang sudah dia atur (untungnya saat dia minta refund, dituruti) dan Seungmin hanya bertemu dengan sang psikolog sekali, sang psikolog mampu menggali sedikit informasi dari kepala seorang Antalzo Seungmin Gasarna.
Empat tahun lalu, seorang remaja berusia empat belas tahun masuk ke sebuah ruangan bernuansa putih. Di dalam ruangan tersebut ada sepasang kursi yang berdiri di sebelah sebuah meja putih masing-masing satu buah dikedua bagian sisi meja tersebut. Di salah satu kursi tersebut, seorang laki-laki dengan kacamata bulat bertengger di hidungnya. Persis seperti yang dimiliki oleh Seungmin. Seungmin pun berjalan dengan malu-malu kearah tempat duduk yang masih tidak diduduki dan duduk, menyamankan dirinya di situ. Sang psikolog pun akhirnya bertatapan mata dengan Seungmin yang masih berumur empat belas tahun dan memberinya sebuah senyuman hangat. Seungmin pun menghubungkan tatapannya dengan tatapan sang psikolog yang memberinya tatapan lembut dan itu mampu membuat pipi Seungmin merona merah akibat malu ditatap seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
EX.
Fanfiction" 𝘾𝙖𝙣 𝙬𝙚 𝙗𝙚 𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙬𝙞𝙩𝙝𝙤𝙪𝙩 𝙛𝙚𝙚𝙡𝙞𝙣𝙜 𝙥𝙖𝙞𝙣? " doing that proves how much he despise his past self. WRITTEN IN INDONESIAN LANGUAGE, setengah baku.