chapter 15: cemburu ini tak terbendung lagi

4.8K 771 34
                                    

"di umur 19 kamu menyadari bahwa merelakan dia yang pergi, sama dengan menerima yang baru hadir."

ARA bosan menunggu.

Sudah sejam lebih dirinya hanya menggulir layar ponsel, menonton berbagai video kucing lucu sampai kuota 1 Giga-nya habis dan dia tidak tahu mau melakukan apa lagi. Semua ini karena kesalahan teknis di lokasi syuting saat ini yang mengakibatkan pengambilan take Ara yang seharusnya pagi menjadi siang.

"Mbak," Ara memanggil managernya dengan mata berkedip-kedip.

Managernya, Mbak Key, memberi tatapan jengkel para Ara. "Kuota lagi?"

"Hehe," balas Ara.

Setelah kuotanya terpenuhi, Ara ingin melanjutkan video kucing lucunya, namun perhatiannya teralih pada snapgram milik Rendra. Dari grup chat mereka, hari ini Depha akan mampir ke studio Ama. Dan Rendra, ada di sana, selalu menemani Ama. Bisa jadi..., isi snapgram Rendra adalah tentang kedatangan Depha, kan?

Haruskah Ara melihatnya? Kalau dia menyesal, bagaimana? Tapi kalau begini terus, Ara tidak akan percaya pada Depha. Dan, itu tidak boleh. Depha pasti sudah merasakan keraguan yang Ara alami. Tidak boleh lebih dari ini.

Tapi....

Ara memutuskan membuka snapgram Rendra.

Awalnya, video itu goyang-goyang, hingga stabil menampilkan Ama yang memakan ayam goreng dengan lahap, duduk bersila di karpet. Lalu ada suara Rendra, setengah tertawa.

"Jadi, gimana cita rasa ayam yang dibawa Depha?" tanya Rendra.

"Hmmm, mantap! Tiada duanya!" jawab Ama.

Video kemudian menyorot Depha. Saat itu juga, jantung Ara seperti mencelus. Dunia terasa lebih buram dibanding biasanya. Tatapan Depha ke pada Ama di video tersebut. Tatapan itu tidak pernah Ara dapatkan. Ama mendapatkannya. Ini tidak adil.

Cemburu itu tak terbendung lagi.

"Ra? Kamu nangis?" suara tanya Mbak Key seperti berdengung begitu saja. "Kuotanya kurang?"

"Gak, gak, Ara gak apa-apa," jawab Ara segera. "Cuma ini video kucingnya sedih banget."

"Mana?" tanya Mbak Key penasaran.

"Udah ilang kucingnya," balas Ara asal. "Mbak, Ara mau ke toilet dulu, ya."

"Mau ditemenin?"

"Enggak, Mbak, Ara mau mencoba independen."

Ara tidak ke toilet. Dia duduk di selasar sepi. Melihat kolom chat-nya dengan Depha yang anyep. Depha hanya membaca chat-nya.

Setelah menggigit bibir hingga rasanya sangat perih, Ara akhirnya mengetikkan pesan pada Depha.

Ara: Kamu bisa bilang yang jujur ke aku.

Ara membaca pesan tersebut berulang-ulang. Apakah ini hanya akan memulai genderang perang? Atau Ara terlalu terbawa perasan hingga tidak melihat kenyataan? Apa perlakuan Depha pada Ama memang hanya sebatas teman?

Pertanyaan demi pertanyaan, keraguan demi keraguan, tapi yang satu pasti, Ara tidak mau kehilangan Depha.

Ara menarik napas panjangnya. Iya. Dia tidak ingin kehilangan Depha.

Ara akan berada di sisi Depha meski terasa menyakitkan.

***

KOMPLEKS perumahan Rendra sudah sepi ketika dirinya memarkirkan motor di pekarangan rumah. Wajar saja. Ama selalu selesai rekaman sampai jam 2 pagi. Selalu ada yang menurutnya kurang tepat. Rendra sih, ikut-ikut saja, karena melihat wajah Ama yang serius itu menyenangkan. Sambil menunggu, biasanya Rendra juga menggambar doodle atau menyicil belajar untuk semester dua.

di umur 19Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang