Chapter VII: Truth

1.5K 202 45
                                    

"Festival dan Pameran bentar lagi dimulai, Kita butuh salah satu dari kalian untuk jadi juri untuk menentukan foto yang layak dan terbaik untuk di pajang di pameran." ucap ketua ospek.

Para panitia dan semua yang bertanggung jawab dalam ospek tahun ini berkumpul di ruang rapat.

"Gue ada ide," Off menunjuk jarinya, "Gini, gue usulin sih biar Gun aja yang jadi jurinya. Secara dia anak fotografi dan dia juga paham fotografi."

memang, untuk urusan skill dalam menggunakan kamera, seorang Atthala Gunawan, yang berkonsentrasi di bidang fotogarfi dan perfilman terdengar lebih pas dan cocok untuk menjadi juri di pameran Comm-Arts tahun ini.

"Tapi nanti gue gak bisa dampingin anak didik gue dong? Proses hunting foto kan harus didampingin mentornya." ucap Gun.

"Aduh," Off merangkul bahu Gun, "Kan ada gue. Gue yang handle lah gampang."

"Gue gak percaya sama lo."

"Kapan sih kamu tuh percaya sama aku?"

Semua orang memutarkan matanya melihat kelakuan Off yang setengil itu.

"Kok gue jijik, ya." cecar Arjuna memalingkan pandangan dari Off dan Gun.

"Oke, oke, kita sepakat ya Gun juri kita tahun ini?"

"Sepakat dong."

---------------------

Sun membaringkan tubuhnya di atas kasur, memainkan satu game online yang menjadi kesukaannya belakangan ini. Sebuah notifikasi mengambang di layar ponselnya.

PANG - Blacklist

Pang: Gue butuh bantuan kalian.
Sekarang.
Pang: sent location.

Sun membuka pesan tersebut, membuka maps yang di berikan oleh Pang, sebuah tempat yang cukup terpencil dan jarang di lewati orang.

Ngapain Pang disana? Pikirnya.

Sun beranjak dari kasurnya, mengambil denim serta kunci motor yang tergeletak sembarang di meja belajar dan berjalan meninggalkan kamarnya.

"Sun, mau kemana kamu?" tanya seorang pria paruh baya dengan intonasi tegasnya, "Berantem lagi? Kapan sih kamu berhenti bersikap layaknya preman? Kapan kamu berhenti buat kerusuhan?"

Sun menghela nafasnya, "Saya buat kerusuhan bukan tanpa alasan seperti apa yang anda lakukan dahulu kepada Bunda saya. Dan saya gak akan berhenti. Anda yang harusnya berkaca sama diri Anda sendiri, Anda yang harusnya berhenti membuat kerusuhan dan pembohongan publik demi nama baik anda sendiri."

"SUN! Kamu itu masih anak saya. Kamu masih tanggung jawab saya. Jangan macam-macam kamu ya!"

"Saya perduli? Nggak sama sekali. Bahkan kalo anda mau tendang saya dari rumah ini, silakan. Dengan senang hati saya akan pergi."

"Christopher Sun!"

Tanpa mengindahkan ucapan ayahnya, Sun pergi bergitu saja dengan langkah yang tergesa-gesa. Menghampiri dan menyalakan mesin motornya menuju tempat dimana Pang berada.

Begitu mendengar suara motor anaknya yang semakin terdengar jauh, Ayah Sun mengambil ponselnya. Ia menghubungi sebuah kontak di ponselnya, "Saya butuh bantuan kamu," ucapnya tanpa berbasa-basi.

Sementara itu di sebuah gedung tua yang terbengkalai, Pang dikelilingi sekelompok gangster yang menatapnya dengan haus darah mengepalkan tangannya bersiap melawan jika mereka menyerangnya.

"Gue dah bilang, gue gak takut sama kalian." Ujar Pang semakin membuat para gangster tersebut marah.

"Bocah ingusan kayak lo beraninya nyari masalah sama kita. Lo pikir lo siapa? Punya nyali sebesar apa lo sampe berani ngusik kita? Salah satu dari gangster tersebut menghampiri Pang.

BLACK vs WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang