Chapter IX: Resentment

1.1K 162 14
                                    

Sun duduk di kursi samping pengemudi, matanya sibuk mengatur kamera. Dimulai dari menyesuaikan ISO, Mengatur besarnya Aperture dan lain sebagainya. sementara manusia disampingnya, sibuk mengemudikan mobil menyesuaikannya dengan arah yang ditunjukan Google maps. sedangkan manusia satunya sedang memejamkan mata di kursi penumpang.

"Sun, ini bener arahnya kesini?"

Sun mengangguk, "Itu di google aja bener."

"Jalannya gak enak, kalo ban bocor di tengah jalan nanti gimana?"

"Jangan ngebut makanya."

"Sun, serius, gak ada jalan lain?"

Sun mendengus kesal, "Sini deh gantian nyetir, lagian jalan kayak gini gak sebanding sama pemandangan yang bakal kita lihat nanti."

"Gak usah. gue aja yang nyetir."

"Udah gantian aja,"

"Gue aja gak apa-apa."

"Gue aja."

"Gue."

"Gu---"

"Berisik woy!" teriak seseorang dibelakang mereka, "Kak Inn, Sun, Bisa gak sih gak usah pake berantem? Kita tuh mau hunting foto, bukan hunting masalah."

Sun menatap Inn sejenak sebelum pandangannya ia alihkan pada jalanan di sisi kirinya.

"Sini aku lihat mapsnya," Ayna mengambil ponsel Inn yang berada di atas dashboard, "lima belas menit lagi sampe kok. Kak Inn lurus aja ikutin jalannya." ucap Ayna mengarahkan.

"Oke."

Disisi lain, Arjuna mengekori kemana perginya Day. Ia mempercepat langkahnya mencoba untuk menyesuaikan kakinya dengan kaki adik tingkatnya tersebut.

"Lo bisa jauhan dikit gak sih?" protes Day merasa risih.

"Gue mau mastiin lo ngebidik fotonya tepat. inget tema." Arjuna mengingatkan Day tentang tema foto yang harus mereka cari, "Gue lihat lo selalu foto yang ada orang-orangnya. kenapa gak coba objek view nya aja?"

"Gue pengen masukin unsur human interest disini. tapi ga melenceng dari tema," ucap Day memotret seorang ibu-ibu yang sedang memetik daun teh, "Lo kalo gatau soal fotografi mending diem."

Skak. Arjuna terpaksa harus menahan semua pertanyaan dalam mulutnya. Karna apa yang dikatakan Day benar, Arjuna tidak tahu apa-apa soal teknik fotografi.

Inn membuka pintu mobilnya, matanya terpana melihat pemandangan bagai surga di depannya. sebuah air terjun dengan tebing yang menjulang cukup tinggi memberikan kesan autentik bagi siapapun yang melihatnya.

.
.
.

"Wah, tempatnya keren!" seru Ayna sedikit berlarian mencoba melihat lebih dekat, "Sun fotoin gue!"

"Ogah." ketus Sun.

"Ih fotoin! Lihat dong gue udah bergaya nih." Ayna memundurkan langkahnya perlahan mencari angle yang pas.

Hujan rintik yang masih membasahi tempat dimana mereka berada tidak membuat mereka menyerah untuk mendapatkan hasil foto yang bagus. Sun masih dengan kameranya sibuk mengabadikan pemandangan air terjun di depannya. Inn yang berada di sampingnya ikut membantu mengarahkan.

"Aw!"

Sebuah jeritan kecil membuyarkan fokus keduanya. Dilihatnya Ayna yang terjatuh akibat tanah yang licin membuat Sun tertawa dengan penuh ejekan.

"Makanya gak usah pecicilan."

"Ih kok jahat sih, sakit tau." Ayna mengerucutkan bibirnya.

Satu buah tangan mengulur dihadapan Ayna, "Ayo berdiri."

Ayna menatap Inn, "Kak?"

"Berdiri, Nanti makin kotor bajunya."

Gadis itu meraih tangan Inn, Berpegang erat pada sosok pria manis tesebut. Sun merasa sedikit kesal ketika ia melihat keduanya dengan posisi seperti itu. Inn memang baik, sangat baik namun terkadang sifatnya tersebut membuat banyak orang ingin selalu tergantung kepadanya. termasuk dirinya sendiri.

Sun berdehem membuat Inn segera melepaskan genggaman tangan Ayna selepas gadis itu kembali bangkit.

Ayna menatap Sun, ia menyadari jika pandangan Sun tadi sangat berbeda. seperti seseorang yang terlihat cemburu?

"Sun, udah dapat berapa foto? Udah ada yang pas?" tanya Inn menghampiri Sun.

Sun mengangguk, "Udah kayaknya."

"Mau cari tempat lain?"

Sun menggeleng, "Males."

"Udah pada laper belom? mampir yuk ke kedai makanan?"

"Gak mood." ujar Sun menutup lensa kameranya.

Ayna menatap ekspresi wajah Sun yang berubah, sekilas ia merasa jika apa yang selama ini ia pikirkan mungkin ada benarnya. Perihal Sun yang menyukai Inn.

Ayna mengambil kamera dari tangan Sun, "Selfie yuk!"

"Apaansih, Alay." seru Sun tidak suka.

"Ih, kita kan gak punya foto bertiga selain waktu kita kecil dulu. Ayolah, Sun." pinta Ayna membujuk.

"Gak."

"Sun,"

"Gak mau, Ayna!"

"Sunny ja~~"

"Stop manggil gue itu atau gue jorokin lu dari atas tebing."

"Oi, Psiko!"

Inn tersenyum kecil melihat perdebatan kedua manusia di hadapannya, sudah sangat lama sejak terakhir kali dirinya melihat keceriaan mereka.

"Ah, sini-sini gue pasang kameranya ke tripod biar kita bisa foto bertiga." Inn mengulurkan tangannya meminta kamera yang dipegang oleh Ayna.

"Gue ditengah!" seru Ayna, "Sini dong merapat."

suara bidikan kamera berkali-kali mengabadikan momen ketiganya. Raut wajah yang bahagia terpancar melalui foto-foto di dalam kamera tersebut. Berharap jika momen ini akan terus kembali terulang, tanpa ada yang ditinggalkan atau meninggalkan.

.
.
.

Penentuan hasil foto terbaik akan berlangsung dalam beberapa menit kedepan. Sebuah karya orisinil yang akan turut serta dalam pameran fotografi tahunan.

Sun mengernyitkan dahinya sedikit berharap pada hasil yang akan segera diumumkan ketua senat fakultasnya tersebut.

"Oke, kami dari Senat Fakultas Seni dan Komunikasi telah memilih satu karya yang akan mewakilkan angkatan 2019 dalam pameran tahun ini," ucap sang ketua membuat semua perwakilan kelompok tidak sabar, "Selamat kepada Christopher Sun yang membawa tema 'river of life' berhasil menjadi perwakilan angkatan 2019 di pameran fotografi tahunan!"

Semua orang bersorak memberikan pujian pada Sun berserta karyanya. Siapa yang menyangka dibalik sifatnya yang banyak dibenci dan ditakuti, Sun merupakan seseorang yang sangat berbakat.

"Sun, selamat ya!"

Sun mengangguk ketika mendengar ucapan selamat dari Inn.

"Gue bangga."

Satu senyuman terukir di bibir Sun. Namun seperti biasa, ia selalu mencoba untuk menyembunyikannya. tsundere!

sementara dari sudut lain, Pang menatap keduanya dengan geram. Ia sungguh tidak habis pikir bagaimana Sun yang keras bisa tiba-tiba menjadi lembut ketika berhadapan dengan senior tersebut. Pang tidak suka melihatnya. Pang tidak suka melihat Sun dekat dengan Inn.

"Pang? Lu gapapa?" Sing menepuk pundak Pang ketika melihat sahabatnya yang tiba-tiba menegang seperti menahan amarah.

Yang ditanya sama sekali tidak mengindahkan, Ia menepis tangan Sing di pundaknya dan pergi keluar dari Aula.

"Pang!"


----------
tbc

BLACK vs WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang