Part 1

2.5K 197 14
                                    

"Seok, aku pulang”

Hoseok menengadah dan menatap sosok yang dirindukannya seharian ini, ia melompat dari sofa dan segera memeluk erat sosok itu.

“aku merindukanmu”

Hoseok menenggelamkan wajahnya pada dada sang belahan jiwa.
Yoongi mengusap rambutnya dengan lembut dan terkekeh,
“Hoseokku sayang, aku merindukanmu lebih dari apapun. Bahkan aku tidak dapat fokus saat bekerja, aku heran bagaimana bisa wajahmu ada dikepalaku setiap saat. Aku bahkan tidak dapat mengingat wajah kepala departemenku” kata Yoongi dan mengeratkan pelukan pada pinggul ramping Hoseok.

Hoseok duduk dengan manis menunggui Yoongi untuk kembali ke ruang tamu.
Ada rasa tidak nyaman.
Terdapat perasaan yang menyelimutinya jika tanpa Yoongi disisinya. Seperti ada sepasang mata yang memperhatikannya dari segala arah. Mungkin dibalik jendela itu, mungkin dibawah sofa, ah atau mungkin dari balik pintu kamar mandi.
Hanya memikirkannya saat Hoseok merinding tak karuan, tapi dia tahu dengan pasti perasaannya tidak mungkin tidak beralasan.

Sesaat  setelah Yoongi menjatuhkan dirinya disofa disisi Hoseok, Hoseok segera mengeratkan pelukannya dan membawa tubuhnya mendekat pada tubuh Yoongi, menyandarkan kepalanya pada dada itu dan merasa nyaman.
Hoseok telah mengatakan ini lebih dari puluhan kali tentang dirinya yang merasa ketakutan tanpa Yoongi. Tapi dia tidak kekanak-kanakan, Yoongi harus pergi bekerja.
Tiap kali Hoseok mulai cengeng tentang hal itu, Yoongi hanya dapat menarik napasnya panjang. Dia berulang kali memeriksa tempat yang dikatakan Hoseok sessaat seblum dia pergi bekerja dan sesaat setelah ia sampai dirumah, tapi yang ia temukan hanya nihil. Tidak ada tanda-tanda sosok apapun disana.

Tidak sesekali Hoseok bertemu dengan dokter terapis keluarga mereka, dia mendapatkan beberapa pil. Tapi hanya itu. Hoseok sama sekali tidak merasa lebih baik. Hoseok merasa setiap harinya diapartemen itu terasa seperti neraka. Tanpa Yoongi. Apartemen itu neraka yang dengan teganya membuat jantung Hoseok bekerja keras dan otak Hoseok terus waspada.

Yoongi sesekali mengecup puncak kepala Hoseok saat ia mulai bercerita hari manisnya hari ini. Hoseok terlalu takut untuk tinggal dirumah sendirian tanpa Yoongi. Karena itulah Hoseok terus mendatangi café milik kekasih teman Yoongi. Yoongi mempercayai mereka untuk menjaga Mutiara kecilnya ini untuk sementara ketika ia pergi bekerja. Dia juga tahu, ketakutan Hoseok pasti ada sebabnya.

“Hoseokku sayang, jangan lupa berdoa saat kau pergi yah? Hati-hati dijalan. Jangan lupa hubungi aku saat kau mau pergi dan saat kau sudah dsampai di café, oke?” kata Yoongi menepuk kepala Hoseok.

“ah dan jangan lupa jacket dan syalmu, perubahan cuaca ini tidak dapat terduga. Kau mungkin akan terkena flu” kata Yoongi khawatir.

Hoseok dengan cepat menangkup kedua pipi Yoongi dan menarik wajahnya mendekat padanya serta mendaratkan ciuman manis pada bibir Yoongi.

“Yoongiku sayang, aku akan melakukannya. Aku dapat menjaga diriku sendiri” kata Hoseok dengan sesekali kembali mendaratkan kecupannya.
Yoongi merona.

Hoseoknya akan selalu seimut ini bukan?
Hoseok melambai pada Yoongi yang berjalan dengan malu-malu serasa enggan meninggalkan Hoseoknya. Rasanya jika Hoseok dapat menjadi seukuran dengan gantungan kunci, Yoongi akan selalu membawa Hoseok kemana saja, dan akan menghujaninya dengan ciuman tanpa henti. Ah, membayangkan betapa imutnya Hoseok jika ia seukuran gantungan kunci saja telah sukses membuat Yoongi tidak sabar untuk kembali pulang kerumah.

Hoseok membuka jacket serta melepas syal yang dengan cantik menghias lehernya tak berapa lama sebelum ia memasuki café itu.
Jin sang pemilik café segera mendatangi Hoseok dan memeluknya dengan erat.

“diluar pasti sangat dingin, ayo segera duduk dan aku buatkan pesananmu yang seperti biasa” kata Jin sambil menangkup kedua pipi Hoseok yang telah memerah akibat cuaca dengan kedua tangannya yang hangat.
Hoseok mengangguk dengan pelan dan segera mebngambil tempat tidak jauh dari counter agar ia  mudah bercengkrama dengan Jin.

Café itu nampak seperti café biasa, namun suasana didalamnya membuatmu nyaman dan akan enggan keluar dari café itu. Belum lagi jika kau mencicipi beberapa menu disana. Chocolatte dan redvelvet. Dengan membayangkan kedua menu itu saja, mulut Hoseok telah penuh dengan liur.

“Halo hyung!” Jimin berteriak dan melambai dengan semangat saat melihat Hoseok telah duduk didalam café itu.

“Ini dia yang ingin keperkenalkan padamu, dia sangat mirip pada Hoseok bukan?” kata Jimin menarik seseorang yang berjalan tidak jauh dari belakangnya.
Sosok itupun muncul dan kini berhadapan dengan Hoseok yang duduk dengan manis sambil menatap sosok yang digenggam Jimin.

“Hoseok hyung, Ini temanku Kim Taehyung dan Tae ini temanku Hoseok hyung” kata Jimin degan semangat menggapai kedua tangan kanan Taehyung dan Hoseok dan membuat mereka berdua bersalaman.
Hoseok tersenyum dan menunduk

“Halo, salam kenal Taehyung”

Taehyung masih terdiam. Dia adalah idiot jika tidak mengenali suara itu, tidak mengenali wajah itu, tidak mengenali senyuman itu, tidak mengenali gesture itu dan tidak mengenali tubuh itu.

“Kim Hoseok? Hoseokku?”
Seisi ruangan terdiam dan kini hanya terisi kekehan Hoseok.

“Oh ayolah Tae, kau baru saja mengenalku dan ingin menjadikan aku salah satu dari keluarga Kim? Tapi maaf” Hoseok tertawa dan mengangkat jemarinya

“Aku tidak dapat melakukan apa-apa, aku telah menjadi keluarga Min”

Kini café terisi tawa Jin, Jimin dan Hoseok. Hoseok mengganggap ini bercanda.

Taehyung menatapnya bingung, hatinya terasa baru saja teriris dan perutnya terasa mendapat tonjokan bertubi-tubi.
Jemari Hoseok. Terdapat cincin disana.
Taehyung mengerjap, menangkup kedua sisi bahu Hoseok.

“ah kau Min Hoseok..” setiap kata malah terasa menusuk tenggorokan Taehyung.

Hoseok mengangguk.

Seharian itu Taehyung tidak melepaskan matanya dari pria cantik yang ada didepannya. Awalnya, Taehyung hanya ingin sarapan, tapi tidak dengan sekarang.
Dia menemukan sesuatu yang membuatnya tetap tinggal.
Dia tidak mungkin salah mengenali pria cantik dihadapannya, menatap mata itu dan perasaan ingin memeluk tubuh itu seakan telah menjadi insting. Insting yang cukup kuat yang membuat Taehyung beranjak dari tempatnya dan berjalan kesisi Hoseok menyandarkan kepalanya pada pundak Hoseok yang sama sekali tidak ditolak Hoseok.

'Hoseok mudah sekali diajak bicara. Seperti Hoseokku
Hoseok suka red velvet dan chocolatte. Seperti Hoseokku, Hoseok sesungguhnya tidak terlalu suka Latte tapi setidaknya kedua Hoseok ini benar-benar menyukai cokelat.
Lesung pada pipi Hoseok muncul saat dia makan atau minum.
Seperti Hoseokku'

Bibirnya yang merah dan berbentuk hati itu seakan memanggil Taehyung. Seakan bibir itu adalah bibir yang telah dikenal Taehyung.
Min Hoseok dihadapannya sama seperti Hoseoknya.
Kini bau adalah yang terpenting, Min Hoseok tidak memiliki bau yang khas seperti Hoseoknya Taehyung.
Taehyung ingat betapa berbau vanillanya kesayangannya itu. Rambutnya dan tubuhnya. Hoseoknya bahkan tidak berusaha untuk berbau seperti itu. Namun vanilla memang telah menjadi bau khas Hoseoknya Taehyung.



Next Chapter 🔜

공간 - SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang