1.3

7K 218 0
                                    

Yugas-ayah Gisel yang sedang menonton televisi sedikit tersentak ketika pintu kost kecil sewaan anaknya terbuka. Matanya mencoba melirik anaknya dengan susah payah akibat stroke yang dideritanya.h

"Ayah," panggil Gisel sembari menepuk pundak Yugas."Kita akan pindah ke tempat kerjaku, aku melamar menjadi seorang baby sitter dan tuanku dengan murah hati mengijinkan kita tinggal disana." Gisel menjelaskan pada Yugas agar paham. Setelah melihat reaksi Yugas yang menggerakkan kepalanya seolah mengangguk, Gisel kemudian tersenyum.

"Aku naikkan ke kursi roda ya." Gisel membantu ayahnya naik ke kursi roda dengan memapah lengan kiri Yugas yang mati rasa. Setelah ayahnya selesai duduk di kursi roda, Gisel kembali berucap,"Aku akan mengemasi barang-barang kita."

Gisel kemudian mematikan televisi yang baru saja ditonton Yugas. Kemudian tak berapa lama Gisel keluar membawa dua koper besar.

Darren yang sebenarnya menunggu di luar pintu kost Gisel kemudian masuk karena dirasa dirinya agak diperhatikan oleh orang-orang lewat disini, jadi kemudian dia masuk dan menubruk Gisel yang melangkah dengan pandangan lurus ke depan."Aw," jerit Gisel ketika salah satu kopernya terbuka dan jatuhlah tumpukan celana dalam dan BH miliknya.

Tiba-tiba saja darah naik ke wajah Gisel. Harap-harap cemas semoga saja Darren tidak melihat apa yang baru saja terjatuh. Tapi naas, kini Darren tengah cengo menatap celana dalam Gisel yang ada jahitan tempelan berupa kepala panda dan juga celana dalam berkantung.

"Kenapa seleranya seperti anak kecil?" pikir Darren dalam hati.

"Maafkan aku." Gisel meminta maaf, kemudian menunduk membereskan apa yang baru saja terjatuh dengan cepat. Tidak peduli rapi atau tidaknya karena Gisel berada dalam posisi sangat malu.

"Uhm, bisakah anda mendorong ayah saya ke sampai ke mobil?" Gisel bertanya kikuk karena bingung memilih diksi yang pas untuk memanggil Darren.

"Baiklah." Darren tersadar dari lamunannya yang sudah berpikir kemana-mana. Karena merasa dalam suasana yang tak nyaman akhirnya dengan segera Darren mendorong kursi roda yang diduduki Yugas menuju ke mobil. Dan membawanya naik ke mobil, sementara kursi roda itu dia lipat dan dia simpan di bagasi mobil.

Tak lama kemudian Gisel datang membawa dua koper tadi. Jujur rasa malu itu belum sepenuhnya reda, bahkan sekarang Gisel bertanya-tanya di pikirannya.

"Apakah Darren melihat celana dalamku? Kalau iya apa yang dia pikirkan? Kalau seleraku payah , atau celana dalamku tidak bermerk?" Gisel menerka-nerka hal yang sepele di pikirannya sembari berjalan ke mobil. Kemudian membuka bagasi mobil dan memasukkan dua koper besar itu disana.

"Maaf membuatmu menunggu lama." Gisel duduk di samping Darren yang menyetir, sementara Yugas di belakang sana tengah terbaring. Diam-diam sedari tadi memandangi keduanya sambil tersenyum. Memandangi dua orang yang terlihat serasi di matanya dan terlihat canggung akan interaksi satu sama lain. Tapi kemudian Yugas kembali dihadapkan pada kenyataan.

Keinginannya terlalu muluk. Sejak awal tidak ada tempat yang pas dan layak untuk keluarganya. Senyuman di bibir Yugas luntur, digantikan senyum miris.

Di lain sisi Gisel mencoba menenangkan dirinya. Menahan letupan-letupan aneh dalam hatinya. Menahan agar dirinya tidak terpesona pada sosok Darren yang terlihat sempurna. Oh astaga! Kenapa Gisel baru menyadari kalau di dunia ini ada sosok yang hampir sempurna seperti Darren. Apakah sebenarnya Darren selebriti? Aktor?

Gisel menggeleng pelan. Ketika mobil kembali mulai melaju, batin Gisel memeringatkan. "Ingat Gisel, jika sampai kau terjebak pada mencintai Darren itu akan berbahaya. Kau tidak ingat nasihat Orion dan Starla. Bagaimanapun Darren punya sisi lain yang belum kau ketahui. Yang mungkin saja berbahaya bagimu, atau dapat membuatmu tersakiti. Anggap saja rasa ini hanya sebatas kagum."

Ya. Gisel tengah mencoba menenangkan dirinya sendiri. Matanya melirik Darren yang tengah fokus menyetir.

"Aku rasa aku sudah gila." Gisel meremat ujung baju yang dia kenakan menyalurkan rasa aneh dalam tubuhnya. Kemudian matanya terpejam, mencoba berpikir lebih keras akan perasaannya yang jugkir balik dalam satu hari saja.

***

Gisel memandang kamar miliknya, mengamati dengan jeli kamar barunya disini. Mengingat ia tidur seorang diri , sementara Yugas juga diberikan kamar sendiri oleh Darren.

Gisel kemudian menata pakainya ke dalam lemari baju. Untuk ukuran kamar tamu, kamar ini benar-benar luas dan nyaman. Disertai AC yang membuat angin semilir menyentuh kulit Gisel. Gisel yakin akan sangat nyaman sekali disini.

Selesai dengan menata baju dan apapun yang dia bawa. Gisel kemudian melongok ke dalam kamar mandi yang ternyata tersedia di kamar itu. Disana tampak lengkap bahkan ada bathtub elegan yang terpasang disana.

"Rasanya seperti di Surga." batin Gisel dalam hati. Lalu menggeleng karena tau surga lebih indah dari ini. Gisel hanya merasa, dia seperti punya keluarga baru. Sama seperti keluarganya dulu.

Dulu sebelum keadaan Yugas seperti ini, keluarga Gisel adalah keluarga berkecukupan dan bahagia. Sayang, sebuah insiden terjadi dan membuat keluarganya terpecah belah. Bahkan kini sanak saudara bersikap seolah-olah tidak mengenal Yugas. Untung saja waktu itu Gisel sudah lulus SMA, jadi Gisel bisa menghidupi ayahnya walau dengan upah kecil.

Gisel kemudian keluar dan menuju kamar Yugas yang tepat berada di samping kamarnya. Tampilannya tidak berbeda jauh. Gisel langsung saja menata perlengkapan Yugas dan seluruh benda yang dibawanya dengan rapi dan dengan hati-hati karena mendapati Yugas yang tertidur lelap.

Saat Gisel selesai menata perlengkapan Yugas, Gisel kemudian keluar dari kamar Yugas dan mendapati Starla yang berjalan sambil bersenandung pelan.

"Oh hei, baru saja aku akan masuk ke kamarmu," sapa Starla.

"Ada apa?" tanya Gisel tanpa menjawab sapaan Starla.

"Ayo ikut makan malam." Startla kemudian menarik tangan Gisel. Dan menyeretnya.

"Tapi bukankah aku hanya menjadi Baby sitter? Kurasa kurang sopan kalau aku ikut makan bersama kalian." Gisel menjawab.

"Hey, ada apa denganmu ini. Sejak kapan kau menjadi orang yang sungkan?" Starla berucap kemudian mencebikkan bibirnya.

"Lagipula Darren yang menyuruhku," lanjut Starla.

"Benarkah?" Gisel masih tidak percaya.

"Tidakkah kau berpikir? Di rumah sebesar ini dan hanya tinggal Darren seorang diri. Dibantu pembantu yang hanya bekerja sampai jam delapan malam. Kau tidak berpikir betapa kesepiannya Darren?" Starla melepaskan genggaman tangannya pada Gisel. Kemudian bersedekap di dada.

"Darren dengan Darius lebih tepatnya," ralat Gisel.

"Terserah kau saja. Kalau kau tidak mau ya sudah, kau mungkin akan masak sendiri nantinya karena aku akan menghabiskan makanannya semua lebih dulu." Starla melangkah meninggalkan Gisel.

"Hey tunggu! Kau ini tidak asik sekali!" Gisel mengejar Starla yang sudah melangkah lebih dulu setelah menimbang bahwa tidak ada salahnya makan bersama Darren.

Setelah menyamai langkah Starla, Gisel mencoba mencari topik lain."Uhm, Aku tidak tau dimana kamar Darren." Gisel berucap.

"Kau ngobrol sama siapa?" Starla bertanya.

"Starla sialan."

•»Next 1.4

My Lovely Baby sitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang