2.1

5.9K 217 3
                                    

Baik Darren maupun Gisel mulai mengetahui kebiasaan dan karakter dan sifat masing-masing. Gisel tahu kebiasaan Darren yang sedikit mesum dan mudah sekali bergairah karena sentuhan kecil, Gisel mengetahui ini dari perintah Starla agar tidak terlalu menggoda Darren dengan pakaian-pakain ketat. Starla juga melarang Gisel untuk pergi ke ruangan di salah satu pojok di lantai dua rumah Darren. Entah karena apa.

Pada suatu kesempatan, ketika Darius sudah dia tidurkan untuk tidur siang. Gisel memberanikan diri untuk pergi ke ruangan pojok itu, ruangan dengan pintu besar berukiran unik. Dia pernah melihat beberapa ruangan, dan dari beberapa ruangan itu hanya berisi entah itu pistol dan senapan, mainan-mainan superhero Marvel ataupun Avangers yang terlihat mahal, koleksi lukisan atau album musik. Tapi tidak dengan ruangan pojok itu, entah kenapa Starla melarangnya dengan keras.

Sebelumnya, Gisel sudah mengamati Bi Inah yang kini tengah memberikan instruksi pada petugas penguras kolam renang. Jadi, dia rasa aman-aman saja memasuki ruangan itu.

Gisel menarik pintu itu, sama seperti ruangan lain. Pintu itu tidak terkunci, segera Gisel masuk dan menutup kembali pintu itu. Gisel kemudian mengamati ruangan itu, hanya sebuah ruangan besar dengan ranjang empuk di tengah ruangan itu. Beberapa lemari besar yang menutupi dinding ruangan itu.

Mata Gisel menyipit menemukan rantai di pojok-pojok ranjang. Begitu pula rantai yang menjuntai di samping pintu. Jantung Gisel berdegup kencang, merasa aneh dengan dirinya sendiri. Sepertinya ada yang tidak wajar dari Darren.

Instruksi batinnya berkata bahwa dia harus memeriksa lemari."Jangan-jangan Darren pengedar narkoba. Astaga," batin Gisel merasa was-was. Gisel mencoba menarik ganggang lemari itu, akan tetapi tidak terbuka. Dikunci.

Menyadari usahanya sia-sia. Gisel kembali mengedarkan pandangannya ada ruangan itu, matanya menemukan sebuah kardus panjang di bawah ranjang. Gisel segera menarik kardus itu, dan mendapati bahwa itu kardus yang sama seperti yang Darren terima dari seorang pengantar barang beberapa hari lalu.

"Tidak apa-apa, aku akan ijin ke Darren jika ternyata kardus ini belum dibuka." Gisel memantapkan hati.

Ternyata kardus panjang itu sudah dibuka, Gisel membukanya dan terkejut melihat apa yang dia temukan. Ini menambah keyakinannya bahwa Darren pengidap hypersex.

Karena yang Gisel temukan adalah, boneka seks.

***
Bagi Gisel mengetahui salah satu kelainan seks bos nya itu dapat membuat Gisel lebih memaklumi Darren. Membuat Gisel mengenal lebih Darren dari sisi seksualitasnya.

Begitu pula dengan Darren. Dia tahu refleks Gisel jika sedang digoda atau ketika melihatnya tengah Shirtless , pipi Gisel akan memerah. Darren sangat menyukai mimik wajah Gisel ketika perempuan itu merasa malu.

Darren juga sangat menghormati privasi Gisel dan menghormati Yugas juga. Oleh karena itu, Gisel berusaha menghormati Darren lebih dan tidak mengharapkan hal yang seharusnya tidak dia harapkan. Gisel juga akan menghormati ayah Darren juga.

Sudah beberapa jam lalu ayah Darren pergi dengan membawa Darius. Kini Darren tengah berbaring di kamarnya, dengan Gisel dan Bu Inah yang menunggu keputusan Darren. Bagaimanapun ini juga keputusan bagi pekerjaan mereka juga.

Pintu kamar Darren tiba-tiba terbuka."Bi Inah. Tolong selalu jaga rumah ini." Darren menatap bi Inah. Bi Inah kemudian mengangguk.

"Dan kau Gisel, siapkan keperluanmu dan ayahmu. Kita akan ke rumah ayah." Darren kemudian masuk diikuti Bi Inah, Bi Inah melakukan tugasnya seperti biasa jika terpaksa tuannya itu kembali ke rumah ayahnya. Yaitu menyusun kopernya, sementara Darren mengurus surat-surat penting.

Gisel segera bergegas ke kamarnya. Menyiapkan segala sesuatu yang akan dia butuhkan, setelah selesai dia ke kamar ayahnya. Menyiapkan kebutuhan Yugas juga, dia hanya membawa satu koper besar saja kali ini.

Keadaan Yugas juga semakin membaik.   Gaji yang Darren berikan padanya sudah lebih dari cukup untuk cek kesehatan ayahnya dan untuk dia tabung. Ditambah makanan gratis setiap hari, dengan kulkas berisi cemilan yang seolah tak pernah habis.

Yugas kini sudah mulai bisa menggerakkan tubuhnya yang lumpuh. Walaupun hanya jari saja. Gisel juga sering membawa Darius untuk bermain bersama Yugas.

Gisel mendorong kursi roda ayahnya ke arah teras. Kemudian Darren membantu ayahnya masuk ke mobil yang sudah ia siapkan, Gisel segera kembali masuk untuk mengambil koper miliknya.

Begitu semuanya sudah masuk ke mobil, dan mobil itu mulai menjauhi rumah Darren. Darren membuka suara,"Maaf membuatmu tidak nyaman dengan berpindah-pindah rumah seperti ini."

"Tidak apa-apa. Aku tidak keberatan kok." Diam-diam Gisel mulai menyukai parfum yang Darren gunakan, parfum berbau seperti wangi karamel. Manis.

"Perlu perjalanan setidaknya sekitar setengah jam untuk sampai ke rumah ayah. Rumah ayah terletak di kota, tidak jauh dari perusahaan," jelas Darren tanpa mengalihkan pandangannya pada jalan di depan.

"Aku akan merasa sangat senang di kota, bukannya fasilitas kota lebih lengkap?"

"Iya kau benar. Fasilitas di kota lebih lengkap, aku harap kau bisa menjaga Darius disana lebih hati-hati. Tingkat bahaya disana lebih banyak daripada di rumahku." Darren melirik Gisel sekilas. Perempuan yang duduk di sampingnya itu tengah memerhatikan keluar jendela.

"Ngomong-ngomong apakah kau tidak pernah keluar rumah selama tinggal di rumahku? Entah mengapa tiba-tiba aku merasa ingin tahu soal itu." Darren mengubah topik pembicaraan. Akhir-akhir ini Darren merasa jika mengobrol dengan Gisel itu menyenangkan, iya menyenangkan.

"Uhm. Sebenarnya tidak. Bagaimana kau tahu aku tidak pernah keluar rumah?" Gisel menatap Darren ingin tahu.

"Aku tidak menebak. Aku hanya bertanya."

"Oh iya." Gisel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Darren mengalihkan pandangannya pada Gisel, beruntung kini mereka sedang terjebak di lampu merah.

Gisel melirik sebentar ayahnya yang ada di belakang. Dalam hati Gisel berharap semoga Darren dan candaan konyolnya, lebih ke arah mesum itu tidak terucap kali ini. Walaupun begitu, tetap saja candaan itu lucu. Seperti waktu pertama kali Darren mengombali Gisel.

Gisel mengatur napasnya, tiba-tiba saja degub jantungnya bertambah. Gisel melirik Darren yang tengah menyetir, Gisel kemudian merasa bahwa dirinya sedang sakit.

"Kurasa percakapan kita dua bulan yang telah terjadi tidak membuahkan hasil yang bagus. Tetap saja kita masih canggung bicara satu sama lain," ucap Darren setelah terjadi keheningan beberapa saat. Kemudian mobil kembali melaju.

"Kukira begitu lebih baik. Tidak sopan jika aku sok kenal denganmu, bagaimanapun kau bossku."

"Jangan anggap aku boss, maksudku kau aku tetap bossku tapi anggap saja aku temanmu saat bicara satu sama lain." Darren kembali bicara.

"Tetap saja bicaramu kaku pada siapapun." Gisel akhirnya menyuarakan apa yang selalu dia pikirkan tiap bicara bersama Darren.

"Benarkah? Kenapa aku tidak pernah merasa ya."

•Next 2.2

A//N

Update 1 chap/ week (minimal). Terimakasih untuk 500 (lebih) pembaca. Terimakasih, aku harap tetap menunggu cerita saya dan memberikan vote.

Sekali lagi terimakasih.

My Lovely Baby sitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang