8. Sebuah proses

31 1 0
                                    

Langit senja disore hari kembali memberikan kehangatan diimbangi dengan romansa yang terus menggebu.
Hati yang tak karuan hari itu tetap memberikan keyakinan untuk menetap dalam diam.

31 Mei 2014, pukul 19.00 WIB
Malam dimana seorang Caca yaitu aku bertemu dengan orang aneh, Dirga.
Bisa dibilang first date sebagai awal proses saling mengenal. Aku tidak berkespetasi lebih mengenai dia, yang aku tahu dia adalah seseorang yang sedang membuatku penasaran saat ini.

"Aku kerumah ya"

"Iya, hati-hati dijalan"

Pesan singkat sebagai awal pertemuan. Mungkin saat itu rasa takut masih ada, bukan takut karena pernah kecewa sebelumnya, tapi takut berhadapan dengan ayah dan ibu, yang aku belum tahu mereka mengizinkan atau tidak saat itu untuk sekedar keluar di malam hari. Ya bisa dibilang ini pertama kali aku keluar dengan seseorang yaitu lelaki yang belum pernah sama sekali muncul didepan kedua orangtuaku.

Namun, untuk ibu aku yakin dia akan mengizinkanku. Karena dia tidak pernah melarangku untuk bergaul dengan siapapun asal tetap membentengi diri dengan orang sekitar agar tidak terpengaruh buruknya. Itu istimewanya ibu.

Beda dengan ayah, dia adalah sosok orang yang selalu memasang tampang garangnya jika ada seorang laki-laki bermain kerumah. Itu yang sebenarnya membuat aku takut.

15 menit kemudian, suara motor terdengar dari luar. Aku pura-pura tidak melihat dan keluar kamar sebelum dia memberi kabar tentang keberadaannya.
Pernah ga si ngerasa canggung dengan orang tua? Ya begitulah. Sangat terlihat kaku.

Enigma mengenai perempuan itu selalu kehabisan bahkan tidak mempunyai pakaian ketika ingin berpergian itu memang benar adanya. Hampir semua baju diobrak-abrik untuk menemukan yang sesuai. Saat itu aku termasuk orang yang tomboi. Yang belum mengerti bagaimana harus berpenampilan. Termasuk orang yang sangat bodo amat dengan diri sendiri dan sekitar.

"Aku udah didepan, keluaar dong. Malu nih"

"Iya sebentar, izin sama ayah ibu dulu"

"Okeyy"

Kupikir saat itu ada baiknya dia tidak masuk terlebih dahulu, aku belum siap untuk menemui ibu dan ayah dengannya. Sama sekali belum siap.

"Ibu, aku izin keluar ya sama temen"

"Mau kemana? Sama siapa?"

"Gatau, mau keluar ajaa. Bosen. Sama temen, ibu"

"Eett sama siapa duluu?"

"Aah ibu laama, sama dirga bu temen di SMA sebelah"

"Ohhh yaudah, jangan pulang terlalu malam ya"

"Okey, makasih bu"

Dengan senang hati tiada hambatan untuk first date kala itu.
Dan aku juga bersyukur tidak diperintahkan untuk meminta izin dengan ayah saat itu. Walaupun aku tahu jawaban ayah pasti "iya, hati-hati ya mbak" sudah dipastikan.
Didepanku ayah adalah seorang yang bodo amat, namun dia selalu peduli dan memperhatikan dari belakang. Menanyakan diam-diam kepada ibuku, tidak kepadaku langsung. Sangat manis bukan?

"Maaf ya lama nunggu. Tadi disidang dulu sama ibu didalam"

"Iyaa gapapa, kamu baru pertama kali keluar malam dengan cowo ya?"

"Iya, cupu banget gasi? Hehe soalnya kadang aku mageran juga sih"

"Oh yaudah, berarti aku beruntung dong sekarang bisa keluar sama kamu"

"Heee, yaudah ayo berangkat, ntar keburu malem"

"Oh iya sampai lupa, ayooo" ujarnya.

Diperjalanan entah kenapa canggung dan kaku mulai menganggu. Sungguh aku benci situasi seperti ini. Seharusnya banyak pertanyaan yang diajukan, bukan diam membeku seperti ini. Oke mungkin aku adalah tipikal orang yang harus diajak bukan mengajak. Secara tidak langsung, aku mempelajari karakter diriku sendiri.

Rotasi WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang