4. Berusaha meyakinkan

69 2 0
                                    

Dia adalah orang yang baik, selalu mengistimewakan setiap kejadiannya pada saat itu. Selalu menganggap semuanya spesial, hingga lawannya merasa harus mempertahankan kisah ini.
Hati yang lalu meragu, kemudian tenang dan berfikir positif tentangnya. Berusaha meyakinkan diri seolah ini akan baik-baik saja.

Keraguan mulai terbantahkan, ketika dia mulai menunjukkan kata-kata manis dan perlakuan istimewanya. Aku adalah orang yang takut untuk pindah pada saat itu, sehingga aku mulai meyakinkan diri dan sekitarku bahwa tidak ada yang lebih baik daripada ini.
Aku bersyukur ditemukan dengan seseorang ini, selalu memberi perhatian yang sangat terlihat tulus itu. Ingin rasanya memaksa untuk tetap tinggal, disini.

Percayalah, rasa muncul karena nyaman yang ia buat dengan sengaja. Pikiran negatif teman sejawatku mengenai ia aku tepis sejauh-jauhnya karena aku yakin dia adalah orang baik yang tidak suka melihat orang terluka dan menangis.

Entah dari mana aku dapat menyimpulkan karakter singkat mengenai dia. Mengarang bebas dengan melihat situasi dan sikapnya selama ini sebelum masa pendekatan dimulai.

"Aku gaperlu ngomong lah ya, udah saling tau aja" ujarnya tiba-tiba

Aku terdiam, sebenarnya banyak pertanyaan didalam hati mengenai ucapan itu. Dimulai dari keraguan hingga ketakutan tentang dia yang akan meninggalkanku secara tiba-tiba dan tanpa alasan yang tidak bisa aku terima. Entah kenapa rasanya lidah kelu untuk berucap, sekedar bertanya darimana rasa itu munculpun rasanya tak sanggup. Sedangkan beberapa hari yang lalu, dia masih menyimpan rasa kepada orang lain. Tetapi mungkin aku terus berusaha menerima kenyataan itu tanpa aku berfikir jauh mengenai kekecewaan.

Aku hanya mengangguk mendengar ucapannya itu.
Hangatnya hari itu telah mampu membuat aku terbuai akan bagaimana aku memulai kisah ini dari awal. Mengenal orang baru dengan sifat yang berbeda dari masa sebelumnya dan terus berharap akhirnya akan berbeda. Tidak semenyakitkan dulu.

"Yaudah, kerjain aja dulu tugasnya" ucapnya lembut.

"Iya siaap, udah sih ini. Udah mentok ga bisa mikir lagi, hehe"

"Dihh, emg disuruh ngapain sih"

"Yaa gini, bikin laporan biasa bentuknya jurnal, bagian aku sih udah selesai, tinggal yang lain"

"Oh yaudahh, baca lagi aja siapa tau ada yg belum kebahas"

"Okaay"

Keduanya larut dalam tugasnya masing-masing. Kita memang berbeda tingkat, dia satu tingkat lebih tinggi dari aku. Yaa setidaknya aku bisa belajar dan bertanya jika ada yang tidak aku pahami. Kebetulan kami satu departemen sehingga lebih mudah bukan? Selain itu, dia lebih menguasai mata kuliah yang aku tidak terlalu menguasai.

Jujur sebenernya aku bangga dan bersyukur bisa mengenal dia, ada hal yang bisa menutupi kekuranganku dengan beberapa kelebihan yang dia punya. Memang, sikapnya tidak meyakinkan orang sekitarku untuk aku dekat dengannya. Ya, simplenya banyak yang tidak menyangka.
Sama sih, aku juga tidak pernah sedikitpun menyangka hal ini terjadi antara aku dan dia.

"Udah magrib nih, matiin musiknya" ucapku.
Seketika musiknya berhenti

"Sekalian magriban gih"

"Iyaa, otewey" ucapnya semangat.

Tidak bisa dipungkiri, langit malam dengan hiasan bintang seolah paham akan rasa bahagia keduanya, seakan menjadi saksi komitmen yang telah terucap.

Rasanya aku tidak mau melewati hari itu, ingin mengenal lebih jauh mengenai dia yang sebenarnya aku belum paham siapa dan bagaimana dia. Namun, aku tetap berfikir bahwa seiring berjalannya waktu dan proses ini aku berjanji pada diriku sendiri untuk mengenalnya perlahan dan dengan caraku sendiri. Aku juga berjanji untuk tetap menjadi aku dan tetap memberi rasa yang sama disetiap harinya. Apapun yang terjadi. Karena aku benci pertengkaran.

"Udah jam segini, pulang yu. Aku mau ketemu temen"

"Iya hayuu, ketemu siapa?"

"Ada pokoknya temen, ada keperluan"
"Oh yaudah, ayook deh"

Kemudian keduanya bersiap untuk meninggalkan tempat itu, tempat bersejarah dimana sebuah komitmen terbentuk dengan sendirinya, tanpa rencana dan tidak semanis hubungan orang lain. Tapi aku menghargai itu. Aku paham, mengungkapkan tidak semudah itu. Walaupun aku masih ragu, apakah itu benar jujur dari hati, atau sekedar bercanda terbawa suasana hati yang mungkin bahagia saat itu.

Berangkatlah keduanya, untuk pulang kerumah. Tetap memberi celah bagi keduanya untuk terus mengenal dan mengumbar rasa.
Hari itu, adalah hari yang selalu aku ingat, selalu aku bawa kedalam tidur untuk terus mengenang.

"Nanti kamu ikut aku dulu bentar ya, abistu baru pulang" ujarnya

"Iya, siapbos. Ikut ajalaah" kataku lembut

"Yaudah, kita ke warung sebelah sana dulu"

"Iyaaa"

Sesampainya diwarung,

"Kita nunggu bentar ya, belum ada siapa-siapa nih, padahal tadi ada yang bilang udah dilokasi"

"Mungkin baru jalan kesini kali"

"Yaa, mungkin. Mau pesen apa? Minum?"

"Engga deh, nanti ajaa. Masih kenyang"

"Oh yaudah, nanti kalo mau pesen aja ya"

"Iyaa"

Sesimple itu rasanya membuat terasa spesial hari itu. Satu hari penuh tanpa terlewatkan sedetikpun.

Tidak lama kemudian, dia menghampiri dan mengajak pulang kerumah, karena dia akan pindah tempat bertemu temannya.
Aku pun menuruti sebagai orang yang sedang bahagia saat itu.

Beberapa menit kemudian, sampailah aku dirumah. Sedangkan dia melanjutkan kegiatannya.

Didalam kamar, ditemani musik yang sendu yang selalu menjadi teman kapanpun dan dalam situasi apapun aku berfikir dan mereka ulang kejadian tadi, ya saat komitmen itu terucap. Menyesal rasanya tidak bisa bertanya langsung tentang hal itu, membuat bingung sendirian dengan banyak teka-teki tak karuan.

"Stress sendiri kan gue mikirinnya, aneh pula kenapa ga keucap coba, bodoh banget sih" ungkapku sendirian

Hari kemarin yang membuat aku sempat meragu, kini menjadi yakin untuk memulai semuanya dari awal bersama orang yang berbeda. Dengan harap cemas menyimpan banyak harap untuk selalu bahagia dengan rasa yang ada, tanpa saling meninggalkan sedetikpun.

Semuanya berjalan dengan semestinya, selalu beriringan dengan situasi yang terjadi. Ibarat bintang dan bulan yang setiap saatnya selalu mengumbar rasa dan tetap memberikan senyuman termanisnya pada situasi apapun yang melibatkan keduanya. Indah. Sangat manis. Segan rasanya untuk meninggalkan hari itu. Jika keajaiban datang dan memberikan aku satu kesempatan. Aku hanya ingin hari itu terjeda lama agar aku bisa terus menikmatinya, tanpa terlewatkan.
Aku mulai jatuh hati, tanpa terkecuali. Maka izinkan aku untuk terus memberimu rasa nyaman dengan kita yang terus menghargai dan mentolerir segalanya.
Aku harap begitu.
Dan aku harap kamu akan terus sama layaknya awal pertemuan hingga nanti ketika perselisihan datang mengacaukan.
Aku adalah orang yang lemah akan pertengkaran, selalu menghindar secara personal dan memilih mengalah dengan segala kekacauannya. Satu alasanku, aku hanya ingin kita baik-baik saja, di dominasi dengan sedikit bumbu ngalurngidul yang tak tentu arahnya. Namun tetap seiring, berjalan bersama.
Tolong, kabulkan harapku.

Rotasi WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang