13. Warna Rasa

35 1 0
                                    

Satu bulan bahkan berbulan-bulan berlalu, kisah ini pun semakin tak karuan, kacau manisnya tiada henti. Bahkan pertengkaranpun tak terjadi, diantara kami berdua selalu saja ada yang mengalah, membosankan? Ya cukup membosankan terdengar datar bagi hubungan yang lumayan cukup lama.
5 bulan bersama, namun tak satupun masalah menghampiri, menyentuh saja tidak pernah.
Hadiah terindah mungkin, mendapatkan sesosok orang yang paling mengerti mengenai kesepakatan dan kesalahpahaman.

Entah bagaimana caranya aku menikmati detik demi detik kedamaian yang terjalin. Karena mungkin esok atau lusa bahkan entah kapan pasti terjadi kecekcokan yang cukup runyam.
Rabaan tentang itu ada di kepalaku yang menjadi teka-teki kan menjadi kenyataan atau sebatas retorika.

Kala itu, Dirga sedang ada kegiatan diluar sekolahnya. Kunjungan ke sekolah lain, ya sebenarnya disekolah ku juga ada kegiatan seperti itu, namun untuk tahun ini kami bukan yang mengunjungi tapi dikunjungi, jadi sekolahku adem ayem menunggu tamu di sekolah.
Back to story.
Ya, dipagi hari ketika Dirga baru memulai perjalanannya semua terlihat baik-baik saja. Akupun seperti biasa selalu memberi ketenangan dan semangat untuknya, aku bukan tipikal orang yang bawel, yang khawatir ketika sedang berjarak. Karena sesungguhnya tanpa dia berpergianpun kami tetap saja berjarak.
Dirga adalah sesosok orang yang moodyan, suasana hatinya mudah saja berubah. Pasal apa yang membuatnya seperti itupun aku tidak paham sampai detik ini. Ketika diminta penjelasan, tak pernah ada hal logis yang ia sampaikan.

Ketika menjelang siang, aku kembali mengirim text kepada Dirga. Sebelum itu dia ada tanding futsal dengan sekolah yang ia kunjungi.
Karena aku merasa kesepian dan hanya dia teman berbicara yasudah kuputuskan untuk memulai pesan.

"Dirga, kamu dimana? Udah selesai futsalnya? Menang gaaa? Aku rinduuu" sesegera mungkin ku kirim pesan singkat itu.

Lama sekali ia membalasnya, namun tak membuat khawatir. Entah kenapa hal semacam ini terlihat biasa saja kupikir. Tak perlu ada yang dicemaskan. Toh dia juga tipikal orang yang nantinya juga akan menghubungi ketika selesai kegiatan.
Benar saja beberapa menit kemudiab ia membalas pesan singkatku.

"ehh iyaa bee, ini baru beres tadi makan dulu laper bgt soalnya. Masih disekolah gatau kapan cabut. Masih banyak kegiatan kayaknya"

Detik berharga tak akan ku lewati, dia ini pandai sekali membuatku tak berkutik, awalnya rasaku biasa saja terhadapnya, namun semakin kesini semakin meningkat kurasa.
5 bulan berlalu sangat manis. Mengalahkan gulali yang ada di pasar malam.

"iyabee, menang gaa? Pasti dong ya? Atlet gaboleh kalah"

"menang sih bee, itu garagara ada aku tauu makanya menang, oh yaa bee kamu udah makan belom?"

"dihhh songong bgt ya bocah, amitamit dgrnyaa juga wkwk. Udah kok bee, tumben hari ini aku laper bgt"

"lah kenyataannya gitu, terima aja napa. Oh okedehh baguslahh gaperlu kusuruh makan lagi kalo gt"

"kepedean woii jadi orang, nyesel nanya begituan tadi"

"malah nyesel-.- gaboleh tauu"

"biarin :p"

Yak seperti sebelumnya, ia tiba-tiba menghilang. Kali ini aku tidak biasa saja, entah rasanya tuh kayak ada yang tidak beres. Harus ada yang aku tanyakan terkait ini.
Masalahnya perasaan yang sebelumnya tak sekhawatir ini walaupun sebenarnya aku yakin ia akan baik-baik saja.

"bee kamu dimana? Kok ilangg"

"beee?"

"halohaloooo"

Masih belum ada balasan dari Dirga, kemana dia? Apa handphonenya lowbat? Tapi kenapa tak mengabariku? Yaa tekateki mulai bergerumun dikepala.
Kuputuskan untuk bertanya dengan teman dekatnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rotasi WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang