Euphoria

291 28 1
                                    

"Kau membuatku takut, Gusion."

Gusion tertawa keras. Bahkan suaranya terdengar sampai di luar ruangan. Ia lalu berdehem singkat dan tersenyum lebar, atau lebih tepatnya menyengir.

"Oh, come on... Kau sejak tadi menatapku tanpa berkedip dengan ekspresi wajah yang sangat konyol! Maksudku, kau tampak aneh jika terus menerus tersenyum dengan wajahmu yang... ekhem tampan itu. Karena kau lebih cocok dengan wajah mengerikanmu saat melihatku di tangkap kemarin lusa," ucap Lesley.

Gusion terkekeh. Ia mengambil potongan apel terakhir yang hendak diambil Lesley dan melahapnya habis dalam sekali gigit. Membuat gadis itu melotot kesal ke arahnya.

"Hey, itu apelku!" protes Lesley.

Gusion melirik piring yang tadinya berisi potongan apel itu. "Ups, maaf..." ucapnya. "Aku akan mengupaskannya lagi untukmu."

Gusion pun mengambil tiga buah apel dari dalam kulkas dan mulai mengupas serta memotongnya menjadi beberapa bagian kecil.

"Oh, Lesley..." panggil Gusion. "Apakah kau adalah teman masa kecilku?"

~Love Yourself~

"Kau tinggal dimana?"

"Asrama kepolisian," jawab Lesley. "Aku sudah tak punya rumah lagi sekarang. Keluarga Paxley sudah membuangku," ucapnya, lalu tertawa miris.

Gusion menghentikan langkahnya, lalu menghadap ke arah Lesley. "Aku akan merawatmu, Ley. Kau tau? Aku sudah diterima di kepolisian," ucapnya. "Well, hanya tinggal mengikuti pelatihan secara militer dan aku akan menjadi seorang polisi, sepertimu."

Lesley hanya bisa tersenyum tipis. "Selamat, Gusion," ucapnya.

Mereka pun melanjutkan acara jalan-jalan sore mereka tanpa suara. Lesley sudah sembuh dan gadis itu kini menginap di rumah Gusion.

"Ngomong-ngomong... Aku suka lagumu," ucap Gusion. Pemuda itu tertawa kecil lalu melanjutkan ucapannya, "Lagu itu selalu menghantui setiap mimpiku ketika aku masih melupakan masa laluku."

Lesley menatap Gusion dengan tatapan tak percaya. "Serius??" tanyanya.

"Ya," jawab Gusion. Ia menoleh dan menatap Lesley begitu dalam. "Dan semua ingatanku tiba-tiba kembali ketika aku mendengar suara nyanyianmu di labirin waktu itu," ucapnya.

Rona merah muda tampak muncul di kedua pipi Lesley. Rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu yang terbang di perut gadis itu. Setelah sekian lama, akhirnya gadis itu kembali merasakan Euphoria, yaitu perasaan bahagia yang berlebih.

Namun gadis itu sadar, Euphoria yang ia alami saat ini tidak akan bertahan lama. Maka dari itu ia tak ingin merasakan Euphoria yang berlebihan, karena itu bisa berakibat sangat buruk baginya maupun orang disekitarnya, terutama Gusion.

~Love Yourself~

Gusion mengecat rambutnya. Pemuda itu tampak lebih mempesona dari sebelumnya. Bahkan Lesley hampir tak mempercayai kalau pemuda di hadapannya itu adalah Gusion. Karena selain mengubah warna rambutnya, Gusion juga mengganti style rambutnya.

"Kau tampak sangat... Berbeda," ucap Lesley.

Gusion tersenyum tipis. "Kurasa rambutku ini akan cocok dengan seragam baruku jika aku memakainya," candanya.

"Cyber Ops? Kau akan menjadi seorang hacker atau semacamnya?" tanya Lesley.

"Tidak juga," jawab Gusion. "Tapi yang jelas, aku akan berada di bagian Intel," ucapnya dengan percaya diri yang tinggi.

Lesley mencibir pelan. "Terserah padamu, Gusion. Tapi pangkat serta posisimu sudah pasti berbeda jauh denganku."

Gusion terkekeh pelan. Ia lalu mengambil dua buah pistol yang telah diisi peluru dan memberikan salah satunya pada Lesley.

"Oleh karena itu.... Tolong ajari aku supaya bisa menjadi salah satu polisi yang terhebat sepertimu, Jenderal."

~Love Yourself~

Para senior Paxley kembali membujuk Gusion agar mau pulang ke kampung halamannya. Tapi pemuda itu terus menolak. Bukan karena ia adalah anak durhaka, tapi ia tak ingin keluarga Paxley benar-benar mengeksekusi Lesley diam-diam tanpa sepengetahuannya.

Namun pada kenyataannya, hal itu memang akan segera terjadi. Ayah Gusion diam-diam menemui Lesley ketika Gusion sedang berada di kantor kepolisian untuk mengurus berkas-berkas dan formulir untuk mengikuti pelatihan militer.

Dan hari ini, ayah Gusion kembali menemui Lesley untuk yang kesekian kalinya. Bahkan kali ini ia bersama salah satu anggota tetua Paxley, yaitu kakek Gusion.

"Hari itu aku sudah mendekati kematian, Tuan Paxley. Tapi Gusion menyelamatkanku tanpa alasan yang jelas. Dan aku bisa bernapas sampai hari ini pun karena Gusion sendiri yang memaksaku melakukannya," ucap Lesley kesal.

Kesal? Ya, tentu saja. Sejak insiden di sidang sebulan yang lalu, semua yang menyangkut tentang Gusion adalah kesalahan Lesley di mata keluarga Paxley. Bahkan kesalahan sekecil apapun akan dibesar-besarkan oleh mereka, seakan Lesley adalah malapetaka bagi keluarga Paxley.

Meski begitu, Lesley tak pernah berhenti melawan mereka. Ia sudah dua kali dibuang oleh keluarga asuhnya. Jadi, hal-hal seperti ini sudah seperti makanan sehari-harinya. Ia sudah terbiasa hidup seperti ini.

"Lalu kenapa kau tidak mencoba untuk bunuh diri, bodoh?" tanya ayah Gusion sedikit membentak.

Lesley menggeram rendah. "Bunuh diri adalah tindakan yang menjijikkan, Mr. Paxley. Dan wanita terhormat sepertiku tidak pantas mati dengan cara yang menjijikkan seperti itu," ucapnya dengan nada yang dingin.

Lesley berhasil menepis tangan ayah Gusion yang hendak menamparnya. Gadis itu melangkahkan kakinya dua langkah ke belakang, demi menghindari tindakan kekerasan dari ayah kandung Gusion.

"Untuk apa kau hidup jika hanya akan memberi malapetaka bagi orang lain? Bukankah lebih baik mati saja, huh?" ucap kakek Gusion.

Lesley tertawa sinis. "Lalu kenapa kalian mau membesarkanku jika aku hanyalah seorang wanita pembawa malapetaka, huh?" balasnya sengit. "Sekarang siapa yang bodoh disini, Tuan Paxley?"

Para senior Paxley itu semakin geram. Melawan seorang General Rosa bukanlah hal yang mudah. Mereka yang mendidik Lesley menjadi gadis yang seperti itu. Tapi mereka sendiri tak bisa melawan setiap kata-kata yang dilontarkan gadis itu.

"Jika kau tak mau bunuh diri juga, dua bulan dari sekarang kami akan menjemput dan mengeksekusimu di tempat itu juga," ancam ayah Gusion.

Lesley memasang wajah malasnya. "Huh, lebih baik aku sendiri yang akan datang ke rumah keluarga Paxley. Kalian bisa mengeksekusiku disana. Bukankah itu lebih mudah?" ucapnya.

~Love Yourself~

"Untuk yang kesekian kalinya, Gusion. Hentikan senyuman bodohmu itu!!!"

Gusion reflek melindungi kepalanya dari lemparan maut Lesley. Gadis itu sedang membaca novel yang cukup tebal, pasti akan mengakibatkan dirinya terkena amnesia lagi jika tak melindungi kepalanya.

"Maaf, tak akan kuulangi lagi," ucap Gusion.

Lesley menatap pemuda itu dengan tajam dari sudut buku novel yang sedang dibacanya. Membuat Gusion memasang wajah memohon sembari menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada.

"Kenapa kau selalu memasang senyuman bodoh itu ketika bersamaku, Gusion? Asal kau tau saja, itu membuatku naik darah, tau!" seru Lesley.

Gusion terkikik pelan. "Entahlah, aku hanya merasa terlalu bahagia jika bersamamu," ucapnya. "Semua hari-hariku terasa berwarna, tak lagi monoton seperti dulu."

"Dasar gombal!" ucap Lesley, memukul lengan Gusion menggunakan bukunya pelan.

Gusion tertawa semakin keras ketika melihat rona merah yang muncul di kedua pipi Lesley dan berusaha disembunyikan gadis itu dengan novelnya. Gadis itu pun melemparkan bantal sofa tepat di wajah tampan Gusion.

"Headshoot!!" seru Lesley, lalu berlari pergi dan segera mengunci kamarnya sambil tertawa.

Gusion menggelengkan kepalanya dan mendengus geli. Tingkah Lesley yang terkadang abstrak selalu menjadi hiburan tersendiri baginya. Bahkan pemuda itu sudah melupakan jati dirinya sebagai seorang Twilight Sonata.

~Love Yourself~

Love YourselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang