Part 15.

2.4K 213 46
                                    

"Gila! Ini villa apa istana, Den?" tanya Ucha antusias sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling area villa Iden dari atas balkonnya.

"Buset dah ini mah buat tinggal orang sekampung juga muat, Den. Lo kok tulalitnya kebangetan sih, Den?! Masa villa segede gini ngga pernah ditinggalin? Enak bener tukang kebon sama tukang bersih-bersih di sini, berasa sultan punya rumah kaya begini." sahut Gogo menimpali ucapan Ucha.

"Crazy rich  mah bebas, Go. Hahahaha. Btw, ini beneran kan dari sini sampe danau yang di ujung sana semuanya area punya lo?" tanya Nashwa kemudian.

"Dasar ya lo semua sobat misqueen hahahaha. Iya, Wa. Punya bokap gue semua itu, bukan punya gue. Gue suka kesini kok pas masih SMP sampe SMA kalau lagi liburan sekolah. Deven juga pernah gue ajak kesini. Ya ngga, Dev?" sahut Iden.

Deven hanya ber-hmm ria menjawab pertanyaan Iden.

"Den, danau yang di sana tuh jauh ngga sih dari sini?" kali ini Anneth menyambung pertanyaan teman-temannya. 

Matanya tak lepas dari pemandangan danau yang terbentang di balik pepohonan pinus di depan area utama villa milik Iden. Danau yang di sekelilingnya terdapat padang rumput mini yang hijau dengan jembatan pendek di tepiannya. Berbeda sekali dengan danau yang ada di belakang kampusnya yang sekelilingnya justru adalah jembatan tanpa rerumputan. Danau yang ada di hadapannya kini jauh lebih besar dan lebih cantik alami dibanding danau di kampusnya itu. Namun jelas, danau di kampusnya akan selalu jadi favoritnya karena kenangan manisnya dengan Deven.

"Deket kok, Neth. Paling juga jalan 5 menit nyampe. Kamu mau kesana sekarang? Yuk aku anter." jawab Iden.

Mendengar jawaban Iden, Deven langsung melayangkan pandangannya pada Anneth. Menunggu tanggapan Anneth mengenai ajakan Iden yang tentu saja membuatnya sedikit kesal.

"Eh ngga usah, Den. Nanti aja, sekarang mending istirahat dulu aja pada capek kan abis nyetir? Aku bisa kesana sendiri kok entar. Hehe." jawab Anneth kikuk.

"Ciee perhatian banget sih, Neth. Tau aja si Iden lelah abis nyetir hahaha. Dari tadi ngoceh mulu tuh, 'Jo pijitin dong, Jo'. Ogah gue emang gue pembokat." canda Joa, yang kemudian mendapat geplakan dari Iden di kepalanya.

Anneth hanya tersenyum menanggapi candaan teman-temannya. Sementara Deven sudah siap dengan earphone-nya, melindungi telinganya dari omongan-omongan teman-temannya mengenai Anneth dan Iden. 

"Udah-udah ah lo semua emang nyinyir mulu heran gue. Udah sekarang kalian istirahat aja dulu, nanti siang kita kumpul lagi buat lunch. Kamar cewek-cewek di di atas sini ya, kita cowok-cowok di bawah. Kalian pasti mau selfie-selfie kan pasti di atas balkon? Oh iya, pokoknya gue mau kalian semua sekarang istirahat ya! Ngga boleh ada yang berkegiatan apapun dulu. Biar nanti sore ke malem kita fit buat have fun. Oke?" jelas Iden yang ditanggapi dengan anggukan dan acungan jempol oleh teman-temannya.

Iden, Gogo, William dan Clinton pun turun ke bawah menuju kamar mereka. Sementara Deven kembali duduk berselonjor di kursi yang ada di balkon menghadap matahari pagi yang belum terlalu tinggi dengan kacamata hitamnya yang melindungi matanya dari paparan sinar matahari sambil mendengarkan musik dari ipodnya. Joa, Ucha dan Nashwa pun masuk ke kamar mereka yang berada dibalik balkon. Sementara Anneth menyusul Deven menuju balkon dan duduk di sebelahnya. 

Anneth duduk memandangi Deven yang tampak tidak peduli dengan keberadaan Anneth di sampingnya. Entah karena tertidur atau memang dia masih sedikit kesal dengan pertanyaan Ucha mengenai Iden di jalan tadi. Setelah beberapa menit dikacangin Deven, akhirnya Anneth menyerah dan ia memutuskan untuk menyusul teman-temannya ke kamar.

"Kacang mahal loh!!!" sahut Anneth sambil beranjak dari kursi, kesal karena dicuekin. Namun tiba-tiba tangan Deven menahan tangannya.

Deven pun bangun dan duduk tegak di tepi kursi panjang tersebut sambil membuka kacamata hitamnya, sementara tangannya yang lain masih menggenggam tangan Anneth.

It's Always Been YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang