Part 22.

2.3K 209 61
                                    


"Lo tuh ngga pantes sebenernya buat Anneth." ucap Iden tiba-tiba saat mengambil dan memasukkan koin-koin ke dalam saku jaketnya.

"Maksud lo apa, Den?!" tanya Deven dengan nada meninggi.

Deven yang tadinya sibuk mengantongi koin-koinnya langsung menatap marah Iden. Sementara Iden tampak tersenyum menyeringai melihat tanggapan marah Deven.

"Lo ngga sadar diri rupanya." jawab Iden sambil menyeringai dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Terus siapa yang pantes buat Anneth? Lo maksudnya?" tanya Deven sambil membalas dengan tawa menyeringai.

"Gue pikir kita sahabat, Den." ucap Deven kemudian. Kali ini wajahnya serius menatap Iden yang terlihat menunduk sambil mengepalkan tangannya.

Deven pun kemudian berjalan meninggalkan Iden untuk menyusul teman-temannya.

"Jadi lo pikir selama ini gue mau jadi sahabat lo? Kalau bukan karena kasian dan nyokap gue yang minta, gue ngga pernah sudi jadi temen lo. Lo pikir gue mau temenan sama anak kurang waras kaya lo? Lo tuh cuma parasit buat gue!" sahut Iden yang membuat Deven menghentikan langkahnya. Deven terlihat mengepalkan kedua tangannya marah, namun ia masih menahan amarahnya dan tidak menanggapi ucapan Iden.

"Cuma cewek bodoh yang mau sama orang ngga waras kaya lo, Dev." ucap Iden kemudian.

Deven pun akhirnya berbalik menghadap Iden dengan wajahnya yang merah karena marah.

Bukkkkk........

Tonjokan keras Deven berhasil membuat Iden tersungkur ke tanah.

"Kalau bukan karena bokap gue, sampe sekarang lo masih ngga waras, Dev. Haha. Gue lupa, bahkan sampe sekarang pun lo masih ngga waras kan?"

Bukkkkk.........

Satu tonjokan keras kembali mendarat di wajah Iden yang masih tergeletak di tanah.

"Pukul terus, Dev. Biar si Anneth tau, se-ngga waras apa cowok yang dia pilih."

Bukkkkk......... Bukkkkk......... Bukkkkk.........

Deven tak henti menonjok wajah Iden hingga ia hampir pingsan. Sementara orang-orang di sekitarnya berusaha melerai, Deven tetap tidak bergeming dan terus saja memukul wajah Iden yang sudah babak belur.

"Eh, guys. Ada apaan tuh di depan ribut banget. Keknya ada yang berantem deh. Lihat yok. Siapa tau Deven sama Iden beneran baku hantam. Hahaha." canda Gogo.

Mendengar ucapan Gogo, semuanya langsung saling bertatapan dan kemudian bergegas melihat sumber keributan tersebut. Melihat Deven yang sedang memukuli Iden yang benar-benar sudah tak berdaya, Gogo dan Clinton langsung melerai dengan memegangi Deven agar ia berhenti memukuli Iden, sementara William, Joa, Nashwa dan Ucha buru-buru menarik Iden menjauhi Deven yang masih memberontak berusaha melepaskan diri dari pegangan Gogo dan Clinton.

"DEVEN!!! STOP!!!" teriak Anneth sambil terlihat meneteskan air matanya melihat Deven yang dengan tatapan marahnya berusaha melepaskan diri.

Menyadari Anneth yang kini ada di hadapannya, Deven pun melunak. Nafasnya masih memburu, matanya masih terlihat merah karena marah dan tampak sisa-sisa tangisan di pipinya, namun ia sudah tak lagi berusaha melepaskan pegangan Gogo dan Clinton. Setelah beberapa detik, tangis Deven pun pecah. Ia menangis terisak sambil berlutut di hadapan Anneth. Melihat Deven yang menangis terisak, Anneth pun ikut berlutut di hadapannya dan kemudian menarik kepala Deven ke pelukannya. Ia tau, pasti terjadi sesuatu diantara Deven dan Iden yang menyebabkan Deven begitu marah sampai tak berhenti memukuli Iden. Karena Anneth tau bahwa semarah apapun Deven pada seseorang, ia tak akan pernah memakai kekerasan, kecuali orang tersebut menyakiti Anneth.

It's Always Been YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang