Part 23.

2.2K 192 49
                                    

"Hoammmmm...."

Jam menunjukkan pukul 11.30 siang dan Anneth tampak mulai memejamkan matanya di atas meja setelah kuliah panjang 3 sks-nya.

"Neth, lo mau tidur di sini apa mau ikut gue makan sama anak-anak?" tanya Joa sambil membereskan alat tulisnya.

"Mendingan gue tidur di sini daripada disindirin mulu sama anak-anak." jawab Anneth sambil masih memejamkan matanya.

"Ya elo nya sih selalu ngehindar tiap ditanya tentang kejadian waktu di Bandung. Lagian ini udah 4 hari, Neth. Lo masih ngga ada niatan buat nengokin si Iden?" sahut Joa.

Anneth tak menanggapi ucapan Joa dan malah menyenderkan kepalanya ke meja membelakangi Joa.

"Bahkan sama gue pun lo ngga mau cerita, Neth?" tanya Joa lagi.

"Buat apa, Jo? Lo pasti bakal tetep belain Iden kan mau dia bener atau salah sekalipun." jawab Anneth singkat.

"Ya mana gue tau harus belain siapa, gue aja ngga tau masalahnya apa." ucap Joa dengan nada sedikit kesal.

Tiba-tiba Anneth bangun dan mengambil sesuatu di tasnya. Ia kemudian mengeluarkan sebuah kotak dan menyerahkannya pada Joa.

"Gue baru inget buat ngasih ini ke lo, Jo. Ini harusnya buat lo bukan buat gue." ucap Anneth sambil kembali ke posisi tidurnya di atas meja.

"Loh, Neth. Ini kan kotak musik dari Gogo. Kenapa dikasih ke gue?" tanya Joa bingung.

"Baca aja isi kertasnya." sahut Anneth malas.

Joa pun kemudian membaca kembali isi kertas yang ditulis Gogo. Ternyata isinya memang ditujukan pada seseorang yang Gogo sukai dan dari tulisan tersebut memang tertulis inisial J di bagian akhir dari kalimatnya.

"Neth... Jadi selama ini Gogo..." ucapan Joa terhenti. Ia kemudian hanya terdiam memandangi kotak musik yang Anneth berikan.

"Gue ngga ngerti kenapa kalian semua tuh ngga pernah jujur satu sama lain. Padahal namanya perasaan kan emang ngga bisa dikontrol kita mau suka sama siapa. Kalian berusaha jaga perasaan orang lain tapi ngga jagain perasaannya sendiri." sahut Anneth sambil masih tiduran di mejanya.

"Gue harus nemuin Gogo, Neth." ucap Joa kemudian sambil berdiri mengambil tasnya.

"Mau ngapain? Mau ngelabrak dia gara-gara suka sama lo?" tanya Anneth sinis.

"Gue mau bilang makasih sama dia." jawab Joa cepat sambil berlalu meninggalkan Anneth. Namun setelah beberapa langkah, Joa berhenti dan berbalik menghadap Anneth.

"Lo mau ikut ngga? Sekalian gue mau makan juga." tanya Joa.

"Males gue, Jo. Gue tidur sini aja." jawab Anneth tanpa berbalik menghadap Joa.

Joa pun kemudian buru-buru pergi meninggalkan Anneth sendirian di kelas. Sementara Anneth memanfaatkan 30 menitnya untuk mengistirahatkan otaknya dari kuliah 3 sks-nya yang membosankan. Baru saja Anneth memejamkan matanya selama beberapa menit, seseorang datang dan mencoba membangunkannya. Anneth pun kemudian bangun dengan malas dan mencoba membuka matanya menatap orang yang sudah mengganggu tidur siangnya.

"Neth, aku perlu ngomong sama kamu."

Melihat Iden yang berdiri di depannya kini, Anneth langsung buru-buru membereskan tasnya dan berdiri hendak meninggalkan kelasnya tersebut. Namun Iden berusaha menahannya.

"Neth, please... Aku harus jelasin ke kamu soal di Bandung." ucap Iden memelas sambil memegangi lengan Anneth.

"Ngga usah pegang-pegang! Gue males ngomong sama orang munafik." ucap Anneth sinis sambil melepaskan pegangan Iden di lengannya.

It's Always Been YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang