Part 18.

2.3K 175 44
                                    

"Maaf udah ngebiarin kamu nangis lagi, Neth."

Anneth kemudian mendongakkan kepalanya, mencoba melihat siapa yang ada di hadapannya kini. Ia mengusap matanya dengan kedua punggung tangannya dan berdiri menghadap cowok di hadapannya.

"Maaf kalau aku ngga peduli dengan perasaan orang lain. Aku cuma mau kamu bahagia."

Anneth pun menatap dalam sosok di depannya kini dan menghembuskan nafasnya berat. Seakan semua beban di dadanya ingin keluar bersamaan sehingga membuat dadanya sesak.

"Neth, be mine please? I know you've been waiting for so long, and now I don't care about anything but you. I just wanna be with you. Only you. I need you now and for the rest of my life." ucap Deven pelan sambil menggenggam tangan Anneth dan berlutut di hadapannya.

Anneth terdiam selama beberapa detik setelah mendengar ucapan Deven. Otaknya beku. Apa ia tak salah dengar? Deven akhirnya memintanya untuk menjadi miliknya. Semua seperti mimpi, sampai Anneth menyadari fakta yang ada. Bahwa akan ada dua orang yang tersakiti jika mereka bersama. Tapi Anneth pun tak ingin munafik. Ia juga menginginkan Deven, hanya Deven.

"I know you want the same. Neth, I know it's nice to think about others, but sometimes you have to put your own feelings and happiness first. You can't always be the good person." ucap Deven kemudian, menyadari apa yang ada di pikiran Anneth saat ini.

Anneth pun kembali menatap Deven yang masih setia berlutut di hadapannya, menatapnya dalam. Terlihat mata tulus Deven pun mulai berkaca-kaca.

"Do you love me?" tanya Anneth polos.

Deven pun menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

"You always know the answer."

Anneth kemudian ikut berlutut di hadapan Deven hingga posisi mereka berdua sejajar. Ia tersenyum, matanya mulai berat karena air mata yang sudah terkumpul di pelupuknya. Namun dadanya lega karena semua beban di sana hilang seketika setelah ia memutuskan untuk mendengarkan apa kata hatinya.

"Don't you dare to stop loving me!" sahut Anneth sambil menghambur ke pelukan Deven.

"I won't. Promise."

Anneth pun menangis sesenggukan di pelukan Deven. Tangis bahagia karena inilah yang selama ini ia inginkan. Selama ini ia terlalu takut untuk menyakiti perasaan orang lain tanpa memedulikan perasaannya sendiri dan perasaan Deven tentunya. Deven mengecup pelan puncak kepala Anneth dan mengusap pelan rambutnya. Anneth memejamkan matanya dan tersenyum, merasakan pelukan hangat Deven yang saat ini terasa berbeda dengan pelukan Deven sebelumnya. Berbeda karena sekarang Deven adalah miliknya. 

"Neth..." bisik Deven setelah beberapa lama.

"Hmm?" jawab Anneth masih dengan matanya yang terpejam.

"Lutut aku kesemutan.." bisik Deven kemudian.

Anneth yang mendengar ucapan Deven langsung tertawa terbahak-bahak dan melepaskan pelukan Deven. Ia pun membantu Deven yang kesemutan untuk berdiri. Deven hanya nyengir kuda menanggapi tawa Anneth yang tak berhenti.

"Maaf, lututnya ngga bisa diajak kerjasama. Padahal lagi momen romantis." ucap Deven kemudian sambil membersihkan celana jeans-nya. Anneth pun tersenyum.

"Jangan senyum terus, nanti aku diabetes." sahut Deven menggoda Anneth.

Deven pun tertawa melihat wajah Anneth yang berubah memerah.

"Belajar gombal dari mana sih?!" omel Anneth sambil memukul pelan lengan Deven.

"Ngga tau. Haha. Geli juga sih gombal kaya gitu." ucap Deven sambil bergidik yang ditanggapi dengan tawa kecil Anneth.

It's Always Been YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang