Part 26.

3.6K 240 97
                                    


Anneth mulai mengetuk-ngetukkan jarinya di atas salah satu meja di kantin fakultasnya sambil terus melihat jam di tangannya. Sudah sekitar 30 menit ia menunggu Deven di kantin, namun belum tampak juga tanda-tanda Deven akan datang. Anneth sudah beberapa kali mengirimkan chat di whatsapp dan line, tapi tak satupun dibaca oleh Deven. Telepon pun malah di-reject. Saat Anneth hendak beranjak dari tempat duduknya, terlihat Deven berlari dari arah fakultas kedokteran menuju ke kantin, menuju ke tempat Anneth duduk.

"Sorry banget, Neth. Tadi ngobrol dulu sama dosen, ngomongin soal co-ass nanti. Beliau salah satu dokter spesialis paling top di Jakarta. Kebetulan aku sering banget nanya-nanya soal materi praktikum sama beliau, jadi sekalian aja minta referensi buat co-ass nanti. Masih lama sih tapi kan harus disiapin dari sekarang." ucap Deven sambil menarik kursi dan duduk di hadapan Anneth.

Bukannya menanggapi obrolan Deven, Anneth malah tampak memainkan handphone-nya bosan. Deven pun mengernyitkan dahinya heran melihat Anneth yang tak peduli dengan ceritanya.

"Halooo... Diajak ngomong kok malah mainin handphone. Lagi lihat apa sih hmm?" tanya Deven lembut sambil pindah ke kursi di sebelah Anneth dan melihat layar handphone Anneth.

Anneth malah memalingkan tubuhnya membelakangi Deven, masih tetap tak bicara sepatah kata apapun.

"Maaf tadi chat kamu belum sempet aku baca, tapi aku udah lihat di notif kok. Terus telpon kamu juga aku matiin, soalnya masih ngobrol sama dr. Alex. Maaf ya? Jangan ngambek terus dong. Ya? Ya? Ya?" rayu Deven sambil mengguncang-guncangkan lengan Anneth pelan.

"Hmm." dehem Anneth pelan, tanpa berbalik ke hadapan Deven.

Deven kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan memberikannya pada Anneth yang masih membelakanginya. Anneth melirik coklat yang diberikan Deven dengan ujung matanya lalu mengambil coklat tersebut dan membukanya. Deven pun tersenyum melihat Anneth yang kini sibuk memakan coklatnya.

"Terus gimana co-ass nya?" tanya Anneth dengan nada sedikit ketus sambil mengunyah coklat yang sekarang posisinya berhadapan dengan Deven.

"Hmm.. Ya gitu, kata dr. Alex nanti dia rekomendasiin aku ke rumah sakit tempat dia praktek. Tapi masih lama sih, rencana bisa berubah. Kalau kamu gimana tadi kelasnya? Seru?" tanya Deven sambil menopang wajahnya dengan sebelah tangannya, masih memperhatikan Anneth.

"Oh. Baguslah. Ya memang semua harus direncanain dulu kan. Kelas aku? Biasa aja, ngantuk, laper." jawab Anneth masih dengan nada sedikit ketusnya.

"Kamu ada yang mau dibicarain sama aku, Neth?" tanya Deven kemudian.

"Finally peka." sahut Anneth sambil memutar kedua bola matanya.

"Aku peka Neth sama semua perubahan sikap kamu setiap detiknya. Tapi kan aku bukan cenayang yang bisa tau apa yang ada di pikiran kamu. So, kalau kamu marah sama aku, marah aja ya sayang, omongin, keluarin. Jangan diem, aku jadinya ngga ngerti salah aku dimana. Kalau gara-gara telat tadi kan aku udah minta maaf." ucap Deven lembut sambil mengusap pelan rambut Anneth.

"Yaudah, kamu mau ngomong dulu apa makan dulu? Laper kan? Makan dulu aja ya, kamu kan galak kalau lagi laper." canda Deven.

Anneth mendengus pelan menanggapi candaan Deven tersebut. Deven kemudian memesankan makanan di stall kantin. Beberapa menit kemudian makanan mereka pun datang dan Anneth langsung makan dengan lahap saking laparnya. Deven hanya tersenyum melihat Anneth yang makan dengan porsi yang banyak seperti biasa. Setelah selesai makan dan dengan perut yang kenyang, emosi Anneth pun berkurang dan kembali tersenyum pada Deven.

"Giliran udah kenyang aja senyum-senyum, tadi aja dicuekin." gumam Deven.

"Ya siapa suruh telat, udah tau kalau laper galak." sahut Anneth.

It's Always Been YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang