Tetesan darah segar mengikuti langkah kaki seorang pemuda yang menapaki jalan keluar hutan. Ikat kepala warna biru menutupi rambutnya. Pakaiannya yang berwarna senada menunjukkan bahwa dia hanyalah seorang pemuda biasa. Tidak akan ada yang dapat membedakan status aslinya kalau hanya dilihat dari pakaian yang dikenakannya. Kecuali karena seseorang di sampingnya yang terus memanggilnya Putra Mahkota.
"Putra Mahkota, anda tidak boleh membawa bangkai itu masuk ke kerajaan." Ucapan khawatir dari seorang pengawal yang terus menerus diabaikan oleh pemuda itu.
"Kenapa? Ini hasil perburuanku tanpa menggunakan senjata." Pemuda itu membusungkan dadanya sembari membetulkan posisi hewan buruan yang dia panggul di bahunya. Sebagian darah menempel di pakaiannya akibat gerakannya itu.
Hewan malang itu berhasil dia tangkap sebagai hasil dari latihannya mengendalikan air tingkat dua. Pengendalian air merupakan bakat alami yang diturunkan dari ibunya yang berasal dari Klan Ju, klan penguasa sihir pengendali air terhebat di Miryven.
Boleh dikatakan bahwa kemampuannya itu adalah suatu anugerah. Karena keluarga kerajaan jarang yang bisa terlahir dengan bakat alami seperti itu. Mereka hanya mewarisi sihir alami yang diturunkan dari Sang Ayah.
Pemuda itu berhasil menyayat leher seekor rusa betina dengan memanfaatkan kelembaban udara dan memadatkannya menjadi sebuah belati es. Dia berlatih selama seminggu tanpa istirahat hanya untuk menguasai itu.
Beberapa kali sempat tak berbentuk yang membuatnya frustasi. Namun, tekad pemuda itu patut diacungi jempol. Hingga pada akhirnya dia berhasil menguasai tingkat kedua dari pengendalian elemennya. Walaupun sudah bisa menguasai jurusnya, masalah kembali muncul karena akurasi tembakannya tidak tepat sasaran. Beberapa buruan yang sebenarnya sangat mudah menjadi hilang dalam sekejap mata.
Namun, setelah mencoba berkali-kali dan akhirnya mengenai seekor rusa besar, pemuda itu berniat memamerkannya ke seluruh orang dengan memanggulnya di bahu. Pemuda itu patut berbangga diri dengan hasil buruan pertamanya itu.
"Aduh, lihat itu lihat! Pakaian anda jadi kotor!" Pengawalnya yang cerewet itu membuatnya sedikit jengah.
"Tidak apa-apa. Dengan begitu orang-orang akan tahu kalau aku sendiri yang membunuh hewan ini," ucapnya sambil tertawa.
Pengawalnya sampai tidak bisa mengatakan apapun. Dia menggeleng pelan sembari terus mengikuti langkah tuannya dan membiarkannya tertawa-tawa sendiri.
Tiba-tiba langkah pemuda itu terhenti. Mata hitam pekatnya mengawasi sekitar. Pengawalnya mendekat. "Ada apa, putra mahkota?"
"Berhenti memanggilku begitu saat aku memakai pakaian ini! Kau dengar suara indah itu?"
Pengawalnya mengangguk lalu menggeleng sebagai respon atas ucapan pemuda itu.
"Apa maksudnya begitu? Dengar atau tidak?" Pemuda itu berkacak pinggang dengan satu tangan sementara tangan lainnya memegangi rusa mati di bahunya.
Pengawal itu mengangguk, "Ini sebagai jawaban untuk tidak memanggil putra mahkota dengan sebutan putra mahkota, lalu ...," pengawal itu menggeleng, "Ini untuk jawaban, saya tidak mendengar apapun."
"Ah, sudahlah. Ambil ini! Jaga sebentar! Aku akan ke arah sana mengecek sesuatu. Sepertinya aku mendengar suara indah yang menggetarkan hati." Pemuda itu menjatuhkan bangkai rusa ke tanah tepat di depan kaki pengawalnya, lalu berlari ke suatu arah.
"Putra mahkota, ah tidak, Tuan muda Jinu, anda mau pergi ke mana?" Pengawalnya berteriak heboh. Pemuda itu tidak boleh berkeliaran sendirian di dalam hutan.
Pemuda itu berhenti sejenak dan berbalik badan. "Jaga baik-baik buruanku! Akan kutebas lehermu kalau kau menghilangkannya!!" Dia mengancam pengawalnya sebelum akhirnya kembali berlari. Pengawalnya itu menelan ludah sambil memegangi lehernya.
Suara gemericik air membuat senyum pemuda itu merekah. Dia sudah dapat membayangkan ada sesuatu yang indah di sana. Sesuatu yang menjadi kegemarannya tiap kali mengunjungi hutan untuk berlatih.
Pemuda itu melompat di balik bebatuan yang terletak di pinggir sungai. Suara derai tawa dari sekumpulan pemudi yang tengah mandi di seberang sungai membuat senyumnya semakin lebar. Dia merangsek perlahan ke bebatuan yang letaknya paling depan dan mengintip dari celahnya. Dari sana dia bisa mengawasi seluruh pemandangan itu tanpa halangan.
"Nikmat mana yang kau dustakan," gumamnya pelan sembari menelan ludahnya.
Debaran jantungnya semakin terasa tatkala salah seorang pemudi berdiri sambil berkacak pinggang ke arah temannya yang sedang berendam. Mata pemuda itu tak berkedip menatap tubuh mulus nan ramping milik pemudi itu. Dia merasa berterima kasih dengan siapa pun yang membuat pemudi itu berdiri.
Matanya sangat termanjakan dengan panorama indah itu. Pemuda itu menelan ludahnya, sesuatu sedang bekerja di bawah sana. Kemudian pandangannya menaik dan menatap sesuatu yang menggantung di dada pemudi itu. Seketika pemuda itu membuang wajahnya.
"Astaga, aku harus berhenti, tetapi ... pemandangan indah itu tidak boleh disia-siakan." Dia terkekeh lalu kembali menatap ke seberang sungai.
Pemuda itu begitu asyik mengamati sekumpulan pemudi itu tanpa menyadari bahwa pengawalnya sudah berdiri di atas bebatuan di belakangnya sambil memanggul bangkai rusa.
"Wah, lihat! Ternyata ada sesuatu yang menarik di sini." Pengawal itu berteriak lantang. Sekumpulan pemudi itu menjadi terkejut melihat seorang pria tua berdiri di atas bebatuan memperhatikan mereka. Seketika saja mereka berteriak dan berhamburan keluar dari air sambil mengumpat.
Pemuda itu menoleh menatap pengawalnya dengan wajah tak percaya. Kesenangannya hilang dalam sekejap.
"Astaga, Tuan muda Jinu! Anda ini seorang putra mahkota! Bisakah anda tidak begitu?" Pengawalnya mendesah kesal. Tuannya itu sangat bebal. Sudah berkali-kali dia menasehati pemuda itu, tetapi berkali-kali juga dia tidak mendengarkannya. Hanya sebuah seringaian tanpa penyesalan yang terpampang di wajah Jinu.
-------
Jinu memanggul bangkai rusa buruannya memasuki kerajaan. Beberapa dayang yang ditemuinya merasa terkejut dengan itu, tetapi pemuda itu malah semakin menyombongkan kehebatannya dalam memburu hewan mati itu.
Pengawal menyarankannya untuk menaruh bangkai itu ke dapur agar segera dimasak sebagai makan malam. Pemuda itu mengangguk senang. Namun, langkahnya terhenti karena melihat sesuatu di tengah halaman istana. Seorang pria berambut putih panjang duduk di kursi hukuman. Jinu hanya dapat melihat bagian belakang pria yang mengenakan jubah putih khas tahanan itu.
Pengawalnya menyenggol lengan pemuda itu mengisyaratkan padanya untuk segera pergi, tetapi dia masih bergeming menatap ke halaman istana, tepatnya menatap orang yang duduk sambil berpanggu tangan di bawah naungan payung besar berwarna emas.
Tatapan mata orang itu tidak lepas dari tahanan di depannya. Dialah pemimpin penghukuman itu, sang Raja dan ayah Jinu.
Seseorang yang berdiri di sampingnya melirik ke arah si pemuda lalu berbisik sesuatu di telinga Raja. Kemudian, Sang Raja bergumam sesuatu menyuruh dua orang pengawal menekan tongkat kayu yang disilangkan di antara kaki pria tua itu.
Suara teriakan kesakitan membahana di udara menyayat telinga. Itu adalah metode hukuman bagi seorang pengkhianat, di mana si pengkhianat akan diinterogasi sembari disiksa dengan tongkat yang bersilang di antara kakinya sementara kakinya terikat dengan kursi.
Dua orang akan menekan tongkat itu dari kedua sisi dan menyebabkan si korban akan merasa sangat kesakitan seolah kakinya sedang dicopot paksa. Mereka tidak akan berhenti menekan tongkat sampai si pengkhianat membuka mulut.
Pengawal pribadi Jinu menariknya untuk segera bergerak meninggalkan halaman penyiksaan. Tidak ada gunanya untuk terus menyaksikan penghukuman itu. Pemuda itu mengikuti langkah si pengawal tanpa sedikit pun menyadari tindakannya seakan pikirannya masih tertinggal di sana menyaksikan penghukuman itu.
.
.
.Tbc
Halo para pembaca yang baik 😆 Berikan like dan komentar jika cerita ini menarik. Terima kasih 😄
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMINI (TELAH TERBIT)
FantasySang Raja tak terhentikan. Dia bermaksud menggunakan Blood Moon untuk menghidupkan istrinya dari kematian. Kehancuran total dipertaruhkan. Hanya keturunan asli kerajaan yang dapat menghentikannya. Namun, putra mahkota menghilang. Seorang gadis mist...